Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cermati Gejala Social Anxiety Disorder pada Anak dan Cara Mengatasinya

24 Agustus 2021   15:11 Diperbarui: 24 Agustus 2021   22:01 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang merasa takut via hallosehat.com

Ayah Bunda, apa pernah melihat atau bahkan anak kita sendiri merasa tidak nyaman berada di antara orang banyak?

Saya pernah mengalami, ketika anak bungsu, pertama kali masuk sekolah dasar. Dia menangis saat tiba di sekolah, tangannya hanya memeluk saya. Kakinya tidak mau digerakkan. Saya mencoba menghibur dengan mengatakan, "Jangan takut, Mamah nunggu di sini." Dia makin keras menangis.

Wali kelasnya langsung memeluk anak saya seraya menyuruh saya meninggalkan sekolah, "Mamah pulang saja, nanti kami yang menenangkan ananda." Setelah kurang lebih satu jam, wali kelas mengirim foto anak saya yang sedang bermain dengan temannya via WhatsApp.

"Mah, ananda tadi nangis hampir satu jam, sekarang sudah bermain dengan teman-temannya."

Tanda-tanda seperti yang ditunjukkan anak saya bukan karena malu seperti biasanya, melainkan anak-anak mengalami Social Anxiety Disorder (SAD) atau gangguan kecemasan sosial. Anak-anak takut dengan lingkungan yang ramai dan baru.

Social Anxiety Disorder atau gangguan kecemasan, ditunjukkan dengan menangis, mengamuk. Bisa juga ditandai dengan tersipu tidak melakukan kontak mata. Mereka juga tampak ketakutan, berkeringat, gemetar.

Social anxiety disorder atau fobia sosial bisa terjadi pada semua kelompok umur. Orang dewasa, bahkan anak-anak. Kalau orang dewasa mungkin sama dengan demam panggung.

Baca juga Cara Menghindari Toxic Positivity

Social Anxiety Disorder tidak sama dengan pemalu 

Ilustrasi anak yang merasa takut via hallosehat.com
Ilustrasi anak yang merasa takut via hallosehat.com

Melihat anak-anak mengalami tanda-tanda seperti disebutkan di atas, kita sering menganggap anak itu malu. Pembiaran pun terjadi tanpa ada penanganan.

Anak-anak yang pemalu, dia masih bisa bermain dengan teman sebayanya. Berbeda dengan anak yang mengalami social anxiety disorder, dia akan menghindar semua hal yang memicu rasa takut berlebih. Kondisi seperti ini membuat mereka kesepian sehingga seringkali mengidap kelainan psikolog, seperti depresi, susah tidur dan penyalahgunaan obat.

Social anxiety disorder juga tidak bisa disebut antisosial atau ansos. Tidak bisa juga disebut introvert. Interaksi sosial yang mereka jalani justru memicu ketakutan dan kecemasan yang berlebihan. 

Gangguan kecemasan sosial biasanya dimulai pada awal hingga pertengahan remaja, meskipun kadang-kadang bisa dimulai sejak masih anak-anak.

Penyebab terjadinya Social Anxiety Disorder (SAD)

Seperti kondisi kesehatan mental lainnya, gangguan kecemasan sosial kemungkinan muncul dari interaksi kompleks, faktor biologis, dan lingkungan.

Faktor biologis sifatnya warisan dari keluarga, tetapi tidak sepenuhnya benar. Anak-anak yang memiliki orangtua mudah cemas, kemungkinan akan mengalami hal yang sama. Namun, anak yang mengalami SAD bisa disembuhkan dengan berbagai cara dan terapi.

Struktur otak adalah sebuah struktur di otak yang disebut amigdala (uh-MIG-duh-luh). Amigdala ini bagian dari otak yang berkaitan dengan proses emosional. Orang yang memiliki amigdala yang terlalu aktif mungkin memiliki respons rasa takut yang meningkat, menyebabkan peningkatan kecemasan dalam situasi sosial.

Faktor kondisi lingkungan, seperti lingkungan keluarga, teman sebaya menolak kehadirannya. Penolakan bisa berupa bullying, bertengkar dengan teman.

Memiliki penampilan atau kondisi yang menarik perhatian, misalnya, cacat wajah, difabel fisik, gagap atau gemetar karena penyakit parkinson. Keadaan seperti ini memicu gangguan kecemasan sosial pada beberapa orang.

Baca juga Cara Mengatasi Emosi Balita

Ilustrasi anak menangis di sekolah (foto via theAsianparent)
Ilustrasi anak menangis di sekolah (foto via theAsianparent)

Mengatasi kecemasan

Kita tentu tidak menghendaki anak-anak merasa cemas berkelanjutan. Untuk itu tida ada salahnya mengikuti beberapa saran.

Pertama, biarkan anak terbiasa dengan zona kurang nyaman

Untuk mengatasi rasa cemas pada anak-anak, kita jangan menghindarkan mereka dari situasi yang kurang nyaman. Saya meninggalkan anak menangis dengan gurunya, sekilas tampak tega, saklek. Namun, itu sudah melalui musyawarah dengan guru wali kelas dan guru pendamping. 

Kita menjauhkan anak-anak dari zona tidak nyaman, bukan ide bagus, karena rasa nyaman akan hilang sebentar. Sebanarnya tetap berada di zona tidak nyaman akan membantu mereka belajar untuk toleran terhadap kecemasan.

Kedua, hormati perasaannya dengan menghibur namun tetap realistis

Ketika anak-anak mengalami kecemasan, hormati perasaannya dengan menghibur mereka. Namun, kata-kata positif yang diberikan kepada anak-anak harus realistis.

"Ibu tahu kamu takut, tapi tidak apa-apa. Ibu ada di sini sama kamu, semua akan baik-baik saja."

"Tenang saja, kamu akan baik-baik saja, kok" 

Ilustrasi seorang ibu yang membujuk anaknya untuk masuk sekolah (foto dari iStock via haibunda.com)
Ilustrasi seorang ibu yang membujuk anaknya untuk masuk sekolah (foto dari iStock via haibunda.com)

Saat kita mengetahui bahwa anak sedang cemas, tidak dianjurkan berkata yang memicu rasa takut anak, "Hiiiihh ada kecoak!" ,"Jangan ke sana, nanti digigit anjing!" atau kalimat yang justru dapat memicu rasa takut yang akhirnya membuat anak cemas. 

Ketiga, menunjukkan cara mengatasi kecemasan

Seperti yang telah saya katakan, bahwa orangtua pun rentan akan mengalami kecemasan. Ketika di hadapan anak, orang tua biasanya berusaha menyembunyikannya. 

Padahal, menunjukkan rasa cemas di depan anak tidak masalah, selama kita memperlihatkan kepada mereka tentang bagaimana cara mengatasi rasa cemas dengan tenang. Dengan begitu, secara tidak langsung kita telah mengajari mereka cara menghilangkan kecemasan. 

Baca juga Mengatasai Sibling Rivalry

Pada akhirnya, apapun yang dialami anak-anak, kita harus tetap mencintai dan tenang mengatasinya. 

Semoga bermanfaat.
Salam, Sri Rohmatiah
Artikel untuk Kompasiana

Referensi 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun