Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menjadi Bos Sawah? Berikut yang Harus Diperhatikan!

13 Juli 2021   14:39 Diperbarui: 13 Juli 2021   16:01 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto warga sedang memasang tiang penyangga kabel/foto Sri Rohmatiah

"Bos, erep neng endi?"

"Bos, panen kapan?"

"Sesok aku enggonmu yo, Bos."

"Wes, ngedos urung, Bos?"

Masih banyak lagi ungkapan yang sering saya dengar ketika jalan-jalan di desa. Sapaan bos, bebas ditujukan kepada siapa saja yang dikehendaki. Mereka akan saling menyapa dengan sapaan bos.

Ternyata bos bukan saja di perusahaan besar atau kantor, di sawah pun ada istilah bos. Bos di sini bukan tuan tanah atau majikan. Semua yang garap sawah memiliki kesempatan menjadi bos.

Banyak yang menjadi petani, tetapi, tidak memiliki sawah. Mereka akan membeli tanah kepada pemilik tanah secara tahunan.

Pak Sastro warga desa, pekerjaannya serabutan. Pak Mitro seorang tuan tanah, tanahnya ada 20 petak. Untuk menggarap sawah seluas itu, Pak Mitro membutuhkan biaya yang cukup banyak. Akhirnya Pak Mitro menjual 5 petak sawahnya secara tahunan kepada Pak Sastro.

Pak Sastro dan Pak Mitro tidak bisa terjun ke sawah, mereka memiliki karyawan, di desa istilahnya buruh. Buruh-buruh memanggil keduanya dengan sebutan "Bos". Walaupun Pak Sastro, Pak Mitro atau lainnya tidak bisa garap sawah sendiri, dia harus memiliki beberapa syarat menjadi bos supaya hasil panennya melimpah.

Dari hasil jalan-jalan  ke sawah selama 18 tahun, saya menyimpulkan ada empat syarat yang harus dimiliki seorang bos sawah:

1. Rajin

Pak Sastro walaupun tidak terjun langsung ke sawah, dia tetap harus ke sawah untuk melihat kondisi tanaman. Pagi itu Pak Sastro mengeluh, "Gara-gara sawah Pak Mitro panen duluan, hama menyerang tanduranku."

Pak Sastro segera mengambil tindakan, menyemprot tanamannya dengan obat insektisida. Jika tidak, padi yang hampir menguning akan habis dimakan hama.

Pak Mitro tidak bisa disalahkan karena waktu tandur tidak bisa bersamaan, mesti ada jeda beberapa hari antara sawah satu dengan sawah lainnya.

Pak Sastro dan Pak Mitro, setiap hari harus memeriksa kondisi tandurannya, apakah cukup pengairan atau kurang. Jika kurang dia harus mengairi sawahnya.

2. Kuat rohani

Pagi itu ada berita viral di sawah, ada petani di desa sebelah mendadak meninggal. Alasannya dia kaget setelah mengetahui gagal panen. Sawah tiga petak diserang hama. Modal habis,dia malah meninggalkan utang yang menumpuk.

Hasil panen tidak bisa diprediksi, banyak faktor yang mempengaruhi, seperti perawatan, cuaca. Butuh kewarasan dalam menyikapi hasil panen. Seorang bos harus siap dengan segala situasi.

Terkadang ada yang megeluh jika hasil panen hanya mendapatkan beberapa kwintal untuk satu petak. Belum lagi harga padi saat panen, bisa anjlok. Intinya seorang bos harus banyak bersyukur, berapa pun hasil panen itu rezeki.

3. Mengetahui dunia sawah

Memiliki kemampuan dibidangnya bukan bos perusahaan atau kantor saja. Sebagai bos di sawah juga harus mumpuni perihal tanah, jenis tanaman, obat-obatan pertanian. Mumpuni bukan saja dari hasil kuliah, tetapi, bisa dari membaca, pengalaman, berbagi pengetahuan dengan kawan. Jika berbagi informasi, bos harus peka, tidak semua informasi bisa ditanggkap mentah, harus ada pengolahan nalar, harus difilter terlebih dahulu.

Contohnya, Pak Mitro mendapat informasi bahwa untuk membasmi rumput di sawah bisa menggunakan solar. Pak Mitro percaya dengan informasi itu. Dia langsung menyemprotkan solar ke tanaman padinya yang subur hijau.

Setelah beberapa hari, tanaman padi menguning. Bukan menguning padi tua dan segera dipanen, tetapi, tanaman padi itu mati, kering. Hal remeh, berakibat besar.

Bos harus terus belajar dan menerima saran dari orang lain. Pernah ada yang beli obat pertanian ke toko saya, saya menyarankan supaya obat yang dia beli jangan dicampur dengan obat insektisida, jawabnya renyah seperti raginang, "Aku jadi petani sejak kecil, ko diajari."

Itulah ilmu anak muda kalah dengan pengalaman, ada istilah yang saya ambil dari Pak Cah, Al-ilmu nurun. Ilmu turun temurun itu sangat ampuh.

4. Jangan pelit

"Tega sekali Bos Sastro ngirim ke sawah hanya air putih saja," keluh salah seorang buruh.

"Tega sekali Bos Sastro ngirim ke sawah nasi sama tempe, sambel saja," ujar rombongan tandur.

Bos jangan pelit, buruh juga memerlukan makanan gizi, mereka sama dengan bos makanan dan minumnya. Namun, jangan boros juga.

"Enak kerja di Bos Mitro, kirimannya rendang, opor ayam, sambal goreng ati, kopi susu, rokoknya Mallboro," seru tukang cangkul.

Pak Sastro berang karena orang akan memilih bekerja di Bos Mitro.

Pada umumnya ngirim ke sawah itu kopi, jajan, rokok 76, air putih. Makan siangnya, nasi, sambel, lauk, sayur, kerupuk. Sederhana bukan? Menjadi bos jangan pelit juga jangan boros, yang penting baik hati, tidak sombong. Sesekali boleh memberi hadiah kepada karyawannya, terutama saat menjelang lebaran.

Apapun pekerjaan kita, bos terbaik adalah diri sendiri. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun