Hai, Diary! Pernah gak, salah paham di grup WhatsApp? Tentu sebagian orang pernah mengalaminya termasuk aku. Kali ini aku akan berbagi pengalaman dan bagaimana mencari solusinya.
Dari tahun ke tahun teknologi semakin canggih, termasuk teknologi komunikasi. Dahulu kita terhubung dengan keluarga, teman hanya lewat telepon rumah, tetapi tidak semua rumah memilikinya. Terkadang kita memberikan nomor telepon tetangga atau tempat kerja. Jika tidak, surat berperangko lah yang menjadi perekat hubungan.
Sekarang untuk menjalin komunikasi dengan siapa saja sangat mudah. Tadinya tidak kenal menjadi kenal, dekat dan akrab, padahal hanya lewat foto, video call, zoom.Â
Ratusan bahkan ribuan orang bisa tergabung di dalam satu wadah yang namanya grup. Entah itu grup menulis, grup melukis, grup menyanyi, dan masih banyak lagi. Jika diikuti semua grup kepala menjadi pusing, jari-jari menjadi langsing, lari sana sini memberi komentar.
Berbicara tentang komentar di grup. Ada berbagai komentar yang terkadang bikin nyesek, tapi kadang bikin ketawa sendiri. Itu tergantung bagaimana kita menyikapi dan konten yang diposting.
Ada hal yang menarik dari percakapan waktu itu yakni masalah akan ada lomba foto, "Aku gak ikutan, takut kalah," kataku.
Ada yang memberi komentar sifatnya menyemangati, ada juga yang nyeleneh keluar dari jalur. Hehe ....
"Sombong!"Â ujarnya
Bla ... bla ... bla ...
Aku menggarisbawahi kata sombong saja.
Sombong menurut KBBI adalah menghargai diri sendiri secara berlebihan; congkak, pongah.
Penegasan dari salah seorang coach yang kukenal, sombong artinya membanggakan diri sendiri sembari menjatuhkan orang lain.
Mendapat komentar sombong, aku jadi teringat berita viral di media sosial tentang salah satu soal di buku SD tertulis, "Meskipun sudah mendapatkan rezeki yang banyak, Pak Ganjar tidak pernah bersyukur. Sebagai orang Islam, ia pun tidak pernah melaksanakan salat. Pak Ganjar termasuk."
"Mungkin kritikan buat saya. Salat harus kencang, kalau Idul Adha harus sembelih sapi. Mungkin penulisnya memberi kritik untuk yang namanya Ganjar, tapi kan Ganjarnya banyak," jelas Pak Ganjar kepada Kompas.com 9/2/21.
Diary, aku mengambil sikap seperti Pak Ganjar. Mungkin benar ada orang yang merasa dijatuhkan oleh kata-kata, tindakan aku di grup. Sehingga salah satu teman online berkata aku sombong. Permintaan maaf aku sampaikan kepada anggota grup online jika ada yang tersakiti atau merasa dijatuhkan.
Kita tidak tahu tulisan di chat menggambarkan kebenaran atau hanya sekadar bercanda. Adakalanya orang serius, tetapi kita menganggap sebuah lelucon. Dia bercanda kita menerimanya tegang tingkat tinggi. Bagi anggota grup yang rajin membaca, dia akan datar-datar saja menanggapi kehebohan. Berbeda lagi dengan orang yang terlibat terutama lagi sensi, dia akan peka dalam merespon, dan mengungkapkan perasaannya.
Supaya tidak terjadi salah paham saat chat di grup WhatsApp, perhatikan empat etika :
Pertama, membuat obrolon yang sifatnya umum
Kalau tujuannya hanya untuk ngobrol dengan satu anggota, jangan di grup. Ajak dia ngobrol secara pribadi. Mau panjang hingga puluhan chat juga tidak akan mengganggu teman lainnya.
Biasanya ketika ada yang mengawali obrolan, yang lain menanggapi, ketika masuk tiga orang atau empat orang, ada dua orang yang asyik saling sahut.Â
Teman satunya ikut nimbrung dilewati saja, tidak ditanggapi. Meski hanya lewat chat bukan berhadapan, itu menyakiti orang ketiga yang ingin ikut ngobrol.
Solusi jika dicuekin dalam obrolan di grup; segera menghindar jangan nimbrung lagi antara mereka berdua, dari pada jadi tembok atau radio butut. Mungkin yang sedang asyik ngobrol itu tidak suka dengan kehadiran kita, jangan khawatir di luar sana banyak yang menyukai kita. Edisi percaya diri, hehe ...
Kedua, manfaatkan grup WhatsApp untuk saling berbagi dukungan
Dalam grup, kita bisa meminta pendapat dan dukungan. Meski tidak semua orang memberikan respon, paling tidak ada satu, dua orang yang memberi semangat.Â
Jika ada teman online berbagi keberhasilan, jangan menganggap dia pamer. Jadikan itu suntikan atau jalan kita juga menuju keberhasilan, jika tidak suka jangan memberi komentar buruk, apalagi ngatain pamer atau sombong.
Ketiga, jangan gampang baper
Ketika susana grup mulai ramai dan menegang dan terlanjur terlibat obrolan, jangan baper. Solusinya segera hentikan obrolan.
Aku sempat mengalaminya, di awal-awal masuk grup, aku santai saja, semua dijadikan guyonan sehingga mereka bisa tertawa. Namun, ketika ada yang menyenggol namaku beberapa kata dengan sentilan pahit, rasanya meradang. Aku komentari dengan bahasa yang halus, tetapi, di balik layar aku menangis.
Dari sana aku ambil pelajaran, jangan terlalu ikut masuk dalam komentar orang lain. Interaksi selanjutnya aku sering mundur dari obrolan, dan segera bersihkan layar grup, supaya tidak ada jejakmu. Jadi ingat lagu BCL dan Ariel Noah "Menghapus Jejakmu".
Keempat, tidak semua orang rajin memegang ponsel
Ketika kita memulai obrolan jangan berharap cepat mendapat respon dari anggota grup karena mereka memiliki kesibukan. Mungkin mereka tidak sedang membuka ponsel, sedang sibuk kuliah, bekerja atau kegiatan lain.
Diary, memang saling mengahargai harus menjadi nomor satu, supaya tidak terjadi salah paham.
Salam hangat sahabatku.
Referensi:
Independen.co.uk
Rima.com/Siti Yulianingsih/Empat etika saat chat di WhatsApp
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H