Menulis bagi kita bukan sesuatu hal yang baru, sejak masuk ke Sekolah Dasar sudah belajar cara menulis. Di dalam pelajaran Bahasa Indonesia juga ada Sub. Bab mengarang. Namun, sering kali nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih buruk dibandingkan nilai matematika atau pelajaran lain.
Kecelakaan seperti ini dialami pula oleh beberapa teman lainnya. Letak kesulitannya pun tidak diketahu dengan jelas.Â
Berawal dari merasa sulit, pada awal tahun 2020, aku nekat ikut kelas menulis. Harapannya sederhana saja supaya bisa menulis, tidak berpikir untuk membuat buku sendiri.Â
Pada awal belajar, saya mencoba menulis satu artikel, lantas digeret ke grup kelas menulis yang dibimbing oleh Pak Cahyadi Takariawan.
"Mohon koreksinya, di mana letak kesalahannya, Pak!" pintaku setengah memaksa.
Selama satu bulan banyak materi yang diberikan beliau, tetapi pada saat menulis, aku melupakannya.
Itulah pentingnya praktik, latihan dan latihan terus.
Meminta koreksi tentang kesalahan dalam menulis. Itu yang akan aku bahas sekarang ini.
Menunjukkan kesalahan kepada penulis pemula akan menyababkan penulis pundung tidak mau menulis lagi. Namun, tidak denganku.
Setiap hari aku menulis, posting di grup dan selalu mendapat koreksi dari Pak Cah, hingga pada titik tertentu, beliau diam dengan postinganku. Sebenarnya ada pertanyaan, "Sudah betulkah aku menulis?"
Pak Cah mengatakan di ruangmenulis.id, ada tujuh kesalahan yang sering dilakukan penulis pemula yang dirangkum dari pengalaman mengelola Kelas Menulis baik offline maupun online.
"Kesalahan di sini jangan dipahami sebagai hukuman, Apalagi dalam konteks hukum agama. Namun kesalahan yang dimaksud dalam pembelajaran menulis, adalah hal-hal yang hendaknya dijauhi oleh para penulis pemula." (Pak Cahyadi, ruangmenulis.id)
Pertama, Mempersulit Diri Sendiri
Untuk memulai menulis kerap kali kita ragu apakah tulisan salah atau benar. Selalu ingin tahu apa kesalahan dari tulisan, seperti yang sering aku lakukan ketika menulis dan posting di grup. Apa kesalahan, tolong krtik dan sarannya.
Banyak di antara kita ketika mendapat saran dan kritik tidak melanjutkan menulis, istilahnya adalah pundung atau menyerah. Ada pepatah mengatakan "Bisa karena terbiasa". Begitu juga dengan menulis, ketika kita sering latihan menulis, lama kelamaan akan terbiasa. Pikirkan bahwa aku adalah anak kecil yang baru belajar jalan, dengan latihan jalan satu langkah, dua langkah, selanjutnya akan seribu langkah.
"Sebagai penulis pemula, yang harus Anda lakukan adalah terus belajar, terus berlatih, disiplin dengan alokasi waktu yang telah Anda tetapkan untuk menulis setiap hari. Berhentilah bertanya tentang kesalahan menulis, karena Anda harus menghasilkan karya tulis terlebih dahulu, untuk mengetahui kesalahan yang mungkin terjadi," Â (Pak Cahyadi, ruangmenulis.id)
Kedua, Merendahkan Diri Sendiri
Aku sering membaca hasil karya penulis hebat, timbul pikiran negatif bahwa aku tidak bisa menulis seperti mereka. Menyerah sebelum mencoba. Yang sering terjadi kepada sebagian orang termasuk aku. Menganggap menulis itu susah, pada akhirnya tidak akan nulis-nulis.
Menganggap diri tidak bisa menulis dan tidak bisa sukses, sama saja dengan merendahkan diri sendiri, sifat pesimis ini akan menghambat keberhasilan kita.
Ketiga, Tekad Kurang Kuat
Memulai sesuatu tentu dengan niat lalu bulatkan niat tersebut dengan tekad, bahwa kita akan menulis. Sebelum masuk Kelas Menulis, aku memiliki niat untuk belajar dan menulis, tetapi hanya diucapkan dibibir dan hati. Akhirnya tidak ada karya yang dihasilkan.
Dalam tulisannya Pak Cah mengatakan, "Mbak Naning Pranoto dalam buku "24 Jam Memahami Creative Writing" (2011) menyatakan, modal utama penulis bukanlah bakat, namun tekad."
Orang sukses tidak ada yang instan, semua butuh proses. Mie instan saja tidak langsung disantap lezat, harus ada proses memasak. Jadi jangan takut naskah kita ditolak penerbit. Banyak penulis hebat dulunya merasakan ditolak oleh penerbit.
Keempat, Menunggu Mood
Menunggu mood sering kali menjadi alasan sebagian orang termasuk aku. Ketika mood datang baru menulis, jika tidak, ya tidak menulis. Sayang sekali si mood selalu jadi tersangka dalam kemalasan.
Menunggu mood, Pak Cah mencontohkan istilah menunggu pada saat Ramadan datang. "Menunggu waktu berbuka kita lakukan dengan berbagai macam aktivitas positif. Ada yang tadarus, ada yang mengikuti kajian keilmuan, ada yang membaca buku, ada yang menyiapkan menu berbuka untuk keluarga, dan lain sebagainya. Jadi bukan menunggu adzan Maghrib sambil duduk bengong tidak ngapa-ngapain. Menunggu saat berbuka dilakukan dengan berbagai aktivitas yang menyibukkan plus berpahala." Â (Pak Cahyadi, ruangmenulis.id)
Kelima, Obsesif dan Instan
Banyak di antara teman-teman yang sering bertanya, dengan menulis apakah akan mendapat uang banyak, kaya raya? Berapa honor dari menulis. Kalau ini aku tidak termasuk, dan tidak pernah menanyakannya kepada siapa pun. Bukan karena tidak membutuhkan uang. Menulis bagiku sebuah hiburan, melepas kejenuhan, memberi manfaat kepada orang lain. Jika mendapat beasiswa dari menulis, itu bonus rezeki dari Tuhan.
Pak Cah memberi contoh kekayaan JK. Rowling dari buku, video, film dan produk lain terkait Harry Potter di tahun 2019, mencapai 11 trilyun rupiah. (smart-money.com)
Tidak usah jauh-jauh ke Rowling. Mendengar keberhasilan Asma Nadia, Tere Leye, Pak Cahyadi, tentu menjadi motivasi tersendiri bagi kita. Namun kita lupa, mereka sekarang sukses, bukunya best seller membutuhkan waktu yang panjang. Ada sebuah proses dalam kesuksesan mereka.
Keenam, Campur Aduk
Campur aduk di sini adalah penulis pemula seperti aku sering kali mencampur aktivitas menulis dengan mengedit. Merasa tulisan kurang cantik, mata kembali ke atas dan mengedit naskah, lalu mencoba menghiasnya.
Ketika menemukan tulisan yang tidak enak dibaca, salah dalam penulisan, rasa tidak percaya diri mulai timbul. Campur aduk aktivitas, campur aduk perasaan, akhirnya menulis berhenti.
Pak Cah mencontohkannya pada makanan yang dicampur. "Ada beberapa makanan ketika dicampur rasanya enak seperti gado-gado, es campur. Ada pula ketika yang dicampur itu suatu keharusan yakni tong dan seng. Kata itu jika dicampur menjadi tongseng. Kalau dipisah menjadi Tong dan Seng." Â (Pak Cahyadi, ruangmenulis.id)
Ketujuh, Tidak Fokus
Penulis pemula sering kali ingin menulis semuanya, artinya banyak ide, tetapi tidak bisa menuangkannya. Seperti yang pernah aku alami, pada saat bersamaan ingin bisa menulis cerpen, ingin menulis non fiksi, ingin menulis novel. Akhirnya karena banyak angan-angan, semua berhenti di tengah jalan.Â
Pak Cah mengatakan, "Semestinya dalam belajar menulis harus disertai dengan fokus, apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Target menulis adalah lancar menulis, menulis diibaratkan seperti kita bernafas."
Selamat menulis,
Sri Rohmatiah, 6 Februari 2021
Bahan bacaan : Cahyadi Takariawa, 7 Kesalahan dalam Menulis. Ruangmenulis.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H