Mohon tunggu...
Sri Pujiati
Sri Pujiati Mohon Tunggu... PNS - Nothing

Jepara, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Jauh dari Orangtua, Sedih namun Menjadi Pengalaman Berharga

28 Juni 2022   21:43 Diperbarui: 29 Juni 2022   02:00 4738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi video call di perantauan (Chaay_Tee via Parapuan.co)

Saat menginjak usia remaja tentu kita akan dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit. Salah satunya adalah jauh dari orangtua. Bukan tanpa alasan jauh dari orangtua, biasanya diambil karena harus menempuh pendidikan di laur kota yang cukup jauh atau untuk bekerja. Mau tidak mau kita harus meninggalkan rumah dan hidup di kota orang.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Karena itulah mereka berusaha untuk dapat menempuh pendidikan meski harus hidup jauh dari orangtua. Mau tidak mau kita pun harus dihadapkan pada dua pilihan cita-cita dan orangtua. 

Banyak orangtua yang mendukung keputusan anaknya merantau baik itu untuk menempuh pendidikan maupun bekerja. Meskipun ada rasa khawatir, tetapi orangtua mengizinkannya tentu dengan rasa berat hati. Namun orangtua pasti memberikan dukungan apalagi jika itu untuk menuntut ilmu. Tentu tidak ada alasan untuk menghalangi. 

Hal ini pernah saya alami ketika itu saya harus tinggal di asrama saat menempuh pendidikan di sekolah menengah. 

Itu adalah pertama kalinya saya hidup jauh dari orangtua. Dari kecil hingga saya lulus SMP, saya tidak pernah hidup jauh dari orangtua. Tentu berpisah dari orangtua membuat saya sedih dan takut. 

Berbagai macam pikiran pun terlintas di benakku, bagaimana jika nanti saya tidak betah di sana, bagaimana jika teman-temanku di sana tidak baik. Berbagai macam pikiran tersebut pun berkecamuk dalam pikiranku. 

Pertama kali hidup terpisah dari orangtua 

Itu adalah pertama kalinya saya berpisah dan hidup jauh dari orangtua. Meski masih dalam satu kota, namun saya tidak bisa pulang setiap hari. Karena harus sekolah dan peraturan di asrama yang tidak memperbolehkan untuk terlalu sering pulang. 

Saya masih ingat waktu pertama kali tidur di asrama, saya menangis karena merindukan kedua orangtua saya. 

Biasanya di malam hari saya mengobrol dengan ibu, namun malam itu saya tidak bisa melihat dan bertemu dengan kedua orangtua saya. 

Di hari pertama saya sudah sangat merindukan kedua orangtuaku. "Bagaimana dengan hari-hari selanjutnya?" Pikirku

Ternyata setelah menjalani kehidupan di asrama, saya mulai terbiasa dan beradaptasi dengan kehidupan di asrama. 

Di asrama ini, ada pembagian piket. Mulai dari belanja di pasar, bersih-bersih dan memasak. Semuanya dibagi sesuai dengan porsinya dan mendapat jatah yang sama. 

Semua yang aku takutkan ternyata tidak menjadi kenyataan. Perlahan saya mulai bisa menikmati kehidupan di asrama. Meski tidak bebas seperti anak-anak lain seusia saya, namun saya memiliki teman-teman yang begitu baik. 

Waktu itu di asrama ada peraturan tidak diperbolehkan membawa HP. Peraturan ini bukan tanpa alasan. 

Menurut pengurus asrama, HP bisa mengganggu anak-anak tidak fokus dalam belajar. 

Selain itu juga untuk mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan. Karena itulah penggunaan HP di lingkungan asrama ini dilarang. 

Waktu itu usiaku baru 14 tahun, waktu remaja yang masih labil. Jadi dilarang menggunakan HP saya pikir ada nilai positifnya. Karena di sana saya jadi fokus belajar dan mengikuti peraturan yang berlaku. 

Di sana saya juga bisa belajar untuk lebih mandiri. Mulai dari bersih-bersih dan memasak serta pekerjaan rumah lainnya. Selain itu di sana saya dan teman-teman diajarkan ilmu agama yang selama ini mungkin tidak saya ketahui. 

Kami harus bangun pagi kemudian shalat subuh berjamaah. Setelah shalat, kami disuruh untuk mengaji. 

Satu per satu kami bergantian maju untuk disimak oleh guru atau kepala asrama. Ada yang mengaji biasa dan ada juga yang hafalan. 

Setelah itu, kami pun melaksanakan piket pagi sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Ada yang belanja ke pasar, memasa, mencuci piring dan membersihkan lingkungan bersama. Setelah itu kami pun bersiap untuk pergi sekolah. 

Malam harinya kami disuruh untuk belajar. Tentunya setelah melaksanakan shalat isya berjamaah. 

Sebelum itu, biasanya setelah shalat maghrib, saya dan teman-teman juga diwajibkan untuk mengaji. Terkadang setelah shalat isya' melakukan kajian keagamaan. 

Begitulah rutinitasku selama di asrama tersebut. Awalnya memang menakutkan, namun ternyata setelah menjalani semua itu hal yang aku takutkan tidak terjadi. 

Di sana saya justru bisa bertemu dengan teman-teman baru yang tidak kuperkirakan sebelumnya.

Menjadi pengalaman yang berharga dan tidak terlupakan

Sebelumnya tadi telah saya sebutkan tentang kegiatan sehari-hari. Menurut saya itu merupakan kegiatan positif yang saya lakukan. 

Mungkin jika saya tidak tinggal di asrama saya tidak akan bisa bangun subuh dan mengaji setiap hari. 

hidup di asrama dan jauh dari orangtua memberikan pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Juga ada hikmah yang luar biasa yang saya rasakan. 

Menjalani hidup di asrama, membuat saya belajar untuk hidup mandiri dan tidak mudah menggantungkan hidup kepada orang lain. 

Selain itu saya juga bisa belajar untuk hidup disiplin. Karena peraturan yang cukup ketat, tentu membuat saya dan teman-teman mau tidak mau harus menaati peraturan tersebut. 

Ada hikmah luar biasa lainnya yaitu saya belajar untuk mengatur keuangan sendiri. Saya bersyukur di sana saya dipercaya untuk mengajar bimbel dan mendapat upah yang lumayan untuk uang saku. Dari situ saya belajar untuk berhemat dan tidak menghambur-hamburkan uang  yang saya miliki.

Pengalaman tiga tahun hidup di asrama merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan. Selama tiga tahun di sana banyak hal yang saya dapatkan. Mulai dari belajar mengaji, disiplin dan belajar untuk melakukan semuanya sendiri. Hal ini tentu bisa menjadi bekal untuk hidup di masa depan. 

Meski awalnya saya sedih, namun setelah dewasa ini saya menyadari bahwa tiga tahun di sana merupakan bagian hidup  yang begitu bermakna. 

Saya belajar tentang kesederhanaan, kebersamaan dan persahabatan. Sebuah hal yang mungkin sangat sulit kutemui di kehidupan sekarang. 

Hidup di perantauan memang tidak mudah dan penuh perjuangan. Namun di balik itu pasti ada hikmah yang luar biasa. Yaitu kita bisa menjadi pribadi yang mandiri, lebih kuat dan berani menghadapi tantangan. Memang tidak mudah namun hal itu bisa menjadi bekal yang luar biasa untuk kehidupan selanjutnya. 

Tidak ada salahnya jika kita hidup di perantauan. Jangan takut dan cobalah untuk menikmatinya, maka kita bisa merasakan nikmat hidup di perantauan. Kita juga akan menemukan pembelajaran dan hikmah yang tak terduga. 

Oh ya, sebagai penutup saya ingin menyampaikan sebuah hadis yang  terkenal yang artinya "Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China". 

Itu merupakan sebuah ungkapan untuk mengajak umat agar menuntut ilmu walaupun jauh. Karena menuntut ilmu merupakan bagian dari ibadah. 

Terima kasih semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun