Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku Sri Patmi: Senandung Rindu untuk Ibu

14 Juli 2021   21:48 Diperbarui: 14 Juli 2021   22:09 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senandung Rindu untuk Ibu 

(Titik Temu Kematian dan Kelahiran Jiwa)

Penulis: 

Sri Patmi

 

ISBN: 978-623-338-091-1

ISBN: 978-623-338-090-4 (PDF)

 

Editor:

Helsa Alvina

Penata Letak: 

Tim CV Jejak

 

Desain Sampul: 

Meditation Art

Penerbit:

CV Jejak, anggota IKAPI

Aku terhuyung menuju tempat tidurku. "Gedebuk!" Jatuh. Kujatuhkan tubuhku diatas kasur berdebu. Kasur ini tidak pernah dibersihkan sejak tiga tahun lalu.

Tubuhku debam, terkungkung oleh masa lalu. Kuharap ini akan segera berlalu. Karena hatiku tak kuasa menahan pilu. Berharap bayangan semu itu dapat kurengkuh dalam satu waktu. Siluet wajah itu seakan nyata dalam ingatanku. Hingga hidupku membentuk siklus yang tidak menentu. Layaknya hidup menembus dua dimensi waktu.

Langkah kaki kecilku berjalan menuju daun pintu. Sudah biasa, setiap pintu ini ditutup, pasti butuh usaha keras untuk membukanya kembali. Aku menunggu ada seseorang yang membuka dan mendorong pintu ini dari luar.

"Krek krek krek." suara pintu terbuka dengan sedikit dipaksa. Daun pintu tua ini rapuh termakan usia. Engselpun mulai dipenuhi dengan korosi sehingga harus dibuka paksa.

Dibalik pintu berdiri seorang pria mengenakan kemeja putih. Ia berjalan menuju tempatku berada. Ia menatapku dengan penuh lara dan mulutnya bungkam. Bola matanya bergulir kearah luar pintu memberi isyarat.

Segera kuberanjak! Jam di dinding berbunyi "Tik Tok." Jarum jam menunjukkan ke angka dua belas dan jarum pendek kearah angka tujuh. Tepat pukul tujuh pagi. Jam dinding tua ini sengaja disetting agar berbunyi tepat pada waktu itu.

Baru pekan lalu aku merayakan ulang tahunku yang kedua puluh tiga. Pekan kedua dibulan Mei, aku dirundung duka mendalam. Lara itu kurasakan setiap waktu, namun hari ini kesedihanku telah mencapai titik klimaks. Terkesan melankolis, tetapi itulah hidup. Kesedihan dan kegembiraan dipisahkan oleh membran pembatas yang tipis. Bagaikan batas cakrawala langit senja tatkala malam telah tiba.

.... 

Salam, 

Sri Patmi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun