Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Kekekalan Berbagi yang Abadi

17 Desember 2020   16:21 Diperbarui: 17 Desember 2020   18:00 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cara lain dan sederhananya berbagi bukan hanya ditunjukkan dalam bentuk materi. Melalui tutur saja manusia menunjukkan sikap berbagi. Sejauh mana tutur itu akan mempengaruhi manusia untuk tergerak. 

Semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin yang memiliki kuasa, tetapi tidak semua kuasa berdasarkan pada tutur yang berpengaruh terhadap manusia. Sudah selayaknya kita berkontemplasi. Sudah sepantasnya manusia sebagai pemimpin memiliki tutur berbagi dan berpengaruh terhadap banyak orang. 

Sedari dulu, ibu saya selalu mengajarkan tentang berbagi sebagai seorang pemimpin diri. Meski belum sepenuhnya saya pahami karena usia yang masih kecil. Setelah dewasa dan menjajaki kehidupan yang maha luas ini, akhirnya saya memahami makna harfiah berbagi. Meski sudah terlambat untuk mengucapkan terima kasih kepada ibu atas nilai moral tentang berbagi yang ia tanamkan dalam darah kebesaran yang mengalir dalam diri selama ini. Ia sudah bersama dengan keindahan berbagi secara abadi. Membawanya menemui keabadian berbagi yang hakiki di semesta parallel yang berbeda.

Sementara waktu, saya hanya bisa mengantarkan kepergiannya menuju alam keabadian. Berbagi kebahagiaan melalui doa yang semoga saja didengar semesta lalu ia menyampaikannya. Kesedihan sudah pasti ada, dalam konsep kesederhanaan berbagi doa, saya berharap persembahan terbaik dari putri kecilnya ini akan membuatnya tersenyum bahagia di alam sana. 

Sesekali, saya bermanja dengan kehidupan, memohon sebuah tanda jika ibu sudah menerima doaku dengan senyuman. Tanda itu akhirnya mendarat ke dalam diriku menjadi nyata. 

Semesta menjawab dengan membantu putri kecil Almarhumah Ibu Sumini, mengejar segala yang ingin diraihnya. Meski tertatih, berdiri sendiri saat terjatuh. Menitikkan air mata jika didera kesulitan. Menangis bahagia jika doa ibu yang dikumandangkan sejak dulu kepada Gusti Yang Maha Agung, baru terjawab sekarang. Entah melalui tutur yang dipanjatkan dalam doa pada untaian waktu yang tidak pernah diduga. Diijabah saat ini, diatas kakiku sendiri, aku berdiri. 

Saya masih tak menyangka, meski raganya telah bersama dengan tanah, dialam yang berbeda, beliau tetap berbagi kebahagiaan bersama putri kecilnya. Dalam usia yang sudah memasuki kepala 3, terkadang aku masih saja menangis, merasakan kebahagiaan yang dikirimkan dalam sentuhan yang berbeda. Sebuah hal yang manusiawi, jika aku menginginkan sosok ibu berada disampingku saat suka dan duka mendera. Berbagi kebahagiaan dengannya.

Usiaku masih dini untuk memulai berbagi pada tataran yang tinggi. Aku hanya menjalankan dan mengikuti zona waktu yang telah digariskan saat ini. Jika ingin disepadankan dengan berbagi kebahagiaan sosok ibu dan Pak Direktur, masih jauh bahkan belum seujung kukunya. Masih tidak mampu menandingi banyaknya kebaikan orang di luar sana. 

Bukan bermaksud mendiskreditkan diri dengan kecilnya nilai berbagi yang saat ini saya jalani. Tetapi hal ini menjadi trigger bagi diri saya sendiri untuk memunculkan ledakan supernova yang hebat melalui semangat ibu dan Pak Direktur. Membumbung tinggi bersama dengan terbentuknya energi kebaikan diri melalui berbagi di galaksi bima sakti dan jagad raya. Nilai berbagi yang diberikan oleh ibu mulai dari terlahir hingga saat ini tak bersamanya begitu banyak. 

  1. Berbagi tidak mengenal dimensi, ukuran, ruang dan waktu. 

Hingga saat ini, aku masih mengenal ibu sebagai sosok yang terus berbagi. Sudah sejak lama, setiap keinginannya berbagi dalam kehidupan nyata ini terwujud. 

Sebagai seorang putri kecilnya, aku sudah merasakan berbagi dalam bentuk konsep mendidik dari dirinya. Almarhumah ibu lahir pada 17 April 1955. Meski tak tamat Sekolah Rakyat (SR), ia pun tak bisa membaca dan menulis. 

Satu hal yang istimewa adalah ia mampu mengajarkan putri kecilnya ini membaca, menulis, berhitung bahkan berbagi sampai dengan detik ini kita membaca huruf demi huruf ini jatuh menyentuh kalbu. Dari berbagi kebahagiaan dengan banyak orang, ia menemukan maestro-maestro terbaik yang mendidik putri kecilnya. Tangan-tangan Tuhan dikirimkan melalui indahnya berbagi. 

Sebagai seorang pedagang, almarhumah ibu selalu memberi dalam bentuk materi maupun immateri. Membantu kesulitan orang yang jauh dari keluarga di perantauan. Memberikan makan dan minum untuk mereka yang mencari nafkah untuk keluarganya di kampung halaman. Meski tak jarang, almarhumah ibu sering ditipu. 

Beliau tak pernah patah arang untuk terus berbagi. Memberi sebagian besar dari penghasilannya kepada orang yang membutuhkan. Hal ini sudah pasti atas persetujuan bapak sebagai kepala keluarga. Sebagai pedagang yang menikmati hasil dari keuntungannya, ia tak pernah memakan keseluruhan keuntungan yang ia terima. Sebagian keuntungan digunakan untuk membayar Taman Pendidikan Al Quran (TPA), tempat putri kecilnya belajar melantunkan Kalam Illahi, ayat suci Al Quran. 

Awalnya tempat mengaji ini memungut biaya  setiap bulannya, meski hanya seikhlasnya saja. Setiap tanggal 15 selalu dibagikan selembar buku bayaran untuk disampaikan kepada orang tua masing-masing. Dua bulan berjalan, saat saya baru mengerti huruf Syamsiah dan Qomariah, TPA ini sudah tidak pernah memberikan selembar buku bayaran lagi kepada orang tua, yang berarti mengaji disini gratis. Bahkan Al Quran usang yang sering digunakan oleh Pak Kyai kini berganti menjadi cerah dan baru. 

Anak kecil yang baru mengenal dunia ini, tentunya makin semangat mengaji, ditambah lagi dengan konsep berbagi dan mendidik yang disampaikan sangat mudah dipahami. Materi tentang Tauhid dan mengenal keesaan Tuhan disampaikan secara lugas. Tuturnya sederhana, hanya menyampaikan kalam demi kalam. Hingga putri kecil ini tergerak menghitung besaran nilai ibadah yang ditinggalkan setelah mengenal Tuhan. Hitungan matematisnya adalah dalam sehari, kita menunaikan ibadah solat wajib sebanyak 17 rokaat. 

Saya mengenal konsep Bertuhan pada usia 5 tahun, maka hitungan saya adalah 5 tahun x 12 bulan x 30 hari x 17 rokaat = 30.600 rokaat yang harus ditebus selama masih kecil belum mendapatkan pencerahan. Bergidik saya sendiri setelah menghitungnya. Bagaimana dengan beban ibu? 

Bagaimana dengan beban para pengajar ini jika materi yang disampaikan tidak dijalankan? Melalui tutur dan tindakan berbagi konsep dasar Ketuhanan, saya melafadzkan syahadat dalam keyakinan, menjalankan solat sebanyak rokaat yang saya tinggalkan mulai dari terlahir didunia hingga usia 5 tahun. Meski pada hakikatnya, setelah dewasa ini, saya menyadari betapa keindahan berbagi bukan hanya menyentuh ranah rasa, jiwa tetapi pada hakikat hubungan baik dengan Tuhan. 

Setelah Pak Kyai meninggal, putri Pak Kyai mendatangi rumah kediaman keluarga kami. Ia menyampaikan pesan dari Almarhum Kyai dan rasa syukur terima kasih atas segala bantuan materi dan immateri yang diberikan ke TPA selama ini. Hal tak terduga ketika  teman-teman sepengajian mendatangi ke rumah kami, menciumi tangan ibu dan bapak. 

Air mata yang menggenang tak terbendung, almarhumah ibu berbagi tanpa mengenal batasan. Ia tak mampu membaca, menulis, dan berhitung, tetapi ia mendatangkan seorang guru untuk putri kecilnya melalui berbagi. Entah... pada bagian kehidupan mana lagi kita akan bertemu. Memeluk dan mendekap erat. Merasakan hangatnya kasih sayang abadi sepanjang masa. Setiap kali melintasi TPA itu menuju tempat pembaringan almarhumah ibu, menetes dan berlinang atas segala kenikmatan berbagi yang sampai detik ini masih terkenang.

  1. Dengan Berbagi dapat Menciptakan Tatanan Kehidupan yang Baru

Keluarga kami bukan dari kalangan seorang yang terpelajar. Berbekal dengan tekad untuk mengubah kehidupan lebih baik lagi. Orang tua kami merantau ke Tangerang tepatnya. Saat perekonomian masih cekak. Hanya dua helai kain saja yang dikenakan pada saat itu. 

Tidak ada sanak dan saudara yang dikenal di Tangerang ini. Bukan nekad! Tetapi keteguhan almarhumah ibu, melalui kelembutannya kepada sesama, pada akhirnya mengubah dunia yang terlihat sulit menjadi mudah. Bersyukur, pada saat itu keluarga kami mendapat keajaiban dari berbagi. 

Di Tangerang, keluarga kami dipertemukan dengan seorang keluarga keturunan Tionghoa bernama Malik, nama Tionghoa nya Tan Malik. Keluarga mereka memberikan hunian sementara selama bapak dan ibu mengembangkan usahanya berdagang. Almarhumah ibu mengenalnya dari sapa ringan di pinggiran terminal. 

Entah apa yang dibicarakan, yang pasti bukan bisnis transaksi. Seiring berjalannya waktu, dari hasil berdagang, keluarga kami mampu mewujudkan impian demi impian. Almarhumah ibu merasakan kebaikan berbagi dari keluarga Tionghoa itu. Kemudian Melipatgandakannya dalam bentuk dan wujud yang sama. Memberikan kebutuhan sandang, pangan, papan untuk orang-orang yang merantau ke Kota Metropolitan. Mengais rejeki untuk menghidupi anak istri. 

Tak hanya berhenti sampai disitu, setiap kali kami pulang kampung menemui nenek, kami selalu singgah dan dijamu dengan baik oleh keluarga rantau yang dibantu oleh ibu. Hingga sesaat setelah kepergian ibu menuju ke alam keabadian, ramai sekali orang berkunjung hanya ingin sekedar melepas kerinduan. Bertemu dengan sosok yang menjadi ibu dari semua anak rantau di Tangerang. 

Nyatanya, kerinduan itu tak pernah berujung pada temu. Mereka yang tak pernah mendengar kabar apapun, hanya terkulai lemas. Ibu Angkat mereka sudah pergi untuk selamanya. Perjalanan jauh dari Lampung ke Tangerang hanya untuk bertemu, tetapi hanya pusara namanya saja yang saat ini harus terkenang. Orang asing menjadi keluarga terdekat. Memperpanjang jalinan keluarga melalui berbagi.

Perkenalkan diri saya adalah bagian dari proses berbagi kasih tulus dari sosok ibu. Putri kecil yang diajarkan mengenal Tuhan, kehidupan, alam dan semesta ini melalui agungnya konsep berbagi. Hingga detik ini, saya masih belum bisa mewujudkan diri seperti sosok almarhumah ibu. Berbagi melalui tutur, tindakan dan perangai yang berpengaruh. Masih tertatih menjalani dan membentuk diri. 

Saya bersyukur dikelilingi kebaikan dari sosok-sosok hebat didalam kehidupannya. Menikmati sedikit saja percikan kenikmatan dari berbagi, meski baru sekedar diniatkan saja, belum terlaksana menjadi wujud nyata. Terima kasih ibu... Melalui berbagi kita bertemu, melalui berbagi kita merasakan keabadian.

Teruntuk, Ibu Sumini, di alam keabadian

Dari Putri Kecilnya yang masih menikmati proses berbagi dari alam keabadian

Salam,

Sri Patmi

#jne #jne30tahun #connectinghappiness #30tahunbahagiabersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun