Bagi Pak Direktur tak masalah, ia tak pernah kehilangan essensi berbagi. Ia sudah merasakan suka duka berbagi, diantaranya adalah :
1. Tidak disukai banyak orang karena menjunjung tinggi kejujuran dan apa adanya.Â
Yuk sama-sama kita bertanya kepada diri sendiri! Pernahkah rayuan demi rayuan mendarat di telinga kalian? Hanya untuk membujuk dan mendapatkan simpati dengan bualan? Tentunya semua sudah merasakan. Lain halnya dengan Pak Direktur, hitam dan putihnya akan dikatakan kepada yang bersangkutan.Â
Tak peduli suka atau tidak. Bagi orang yang dapat menyaring unsur kebaikan untuk masuk dalam dirinya, hal ini akan membawa perubahan baik. Bagi orang yang tak mampu mengolahnya dengan baik, menganggap hal yang disampaikan adalah negatif. Kita bukan manusia di ruang kelas lagi. Membawa buku pelajaran, mengerjakan PR, mendengar guru. Saya mengingat sebuah pesan dari Kihajar Dewantara, jadikan setiap tempat itu sekolah dan jadikan setiap orang itu adalah guru.Â
Disinilah saya mengkaji makna qauniyah kehidupan. Pak Direktur adalah maestro kehidupan. Ia tak segan-segan mengupas segala kejadian dari perspektif pengetahuan. Ia bukan hanya memiliki makrokosmos, tetapi menciptakan sebuah harmoni cosmos. Sekali lagi, saya harus angkat topi atas segala kegigihannya.Â
Pedihnya berbagi ia rasakan dalam bentuk kebencian dari sekitarnya. Tapi ia tak pernah mendikte kepada manusia jika berbagi itu pedih dan sulit ketika harus berbenturan dengan banyak kepentingan didalamnya. Membebaskan setiap manusia memilih dan memikul beban berbagi. Mengapa beban?Â
Apapun bentuk berbagi, jika dijalankan tanpa adanya ketulusan dan keikhlasan. Ditambah lagi jika harus berurusan dengan sesuatu yang beririsan seperti ego dan kepentingan, hal ini akan terasa berat.  Lantas, itu semua membuat kita semua menyerah? Jika tak mampu memberi, tunjukkanlah sederhananya konsep berbagi dalam bentuk cerminan perangai diri. Jadilah seorang manusia pembaca lapar dan haus pengetahuan. Dengan demikian, kita sudah berbagi kepada diri sendiri. Memperlakukan diri tak ubahnya seperti samudera luas yang tak mengenal batas.
2. Kehilangan sebagian besar waktunya karena harus mendidik dan mengutamakan kepentingan orang lainÂ
Kepentingan apa yang dimaksud? Bukan kepentingan pribadi untuk mencari titik lemah lawan lalu membuatnya sebagai peluang untuk memukul mundur lawan. Justru Pak Direktur memberikan pelajaran berharga dalam bentuk pemahaman. Ia memberi pencerahan untuk membangun kesadaran manusia.Â
Disini, sudah banyak sekali orang yang diajarkan mengerti tentang dunia yang tak hanya selebar daun kelor saja. Luasnya pemahaman dunia disajikan dalam miniatur kehidupan sederhana. Jika harus memandang luasnya dunia untuk kita bisa memberi, jangkauan mata manusia takkan sanggup menggapainya.Â
Seperti sebuah kaleidoskop, ia menampilkan dengan membumi dan sederhana. Segala perspektif dimunculkan. Bukan lagi atas kepentingan pribadi, karena ia tak pernah dibayar dalam setiap kegiatan memberi dan berbagi. Bukan satu atau dua orang yang sudah ia ajarkan, tetapi banyak orang tak dikenal pada akhirnya mencari dirinya.Â