Pembelajaran di sekolah memang sangatlah penting bagi setiap manusia. Karena dengan bersekolah manusia akan menerima ilmu yang berguna untuk dirinya kini dan nanti. Ada sebuah pernyataan yang seringkali terdengar bahwa pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia.
Hal tersebut menunjukan bahwa suatu kegiatan pendidikan/pembelajaran itu bukan hanya menerima ilmu pengetahuan saja tapi mendapatkan pula nilai-nilai karakter positif yang akan diterapkan di lingkungan sosial.
Pada saat ini, kegiatan pendidikan Indonesia mengalami problematika yang sungguh berat dan tak terbayangkan sebelumnya. Masuknya wabah corona virus disease (covid-19) ke Indonesia menyebabkan kegiatan semua warga Indonesia terganggu, termasuk bidang pendidikan. Setelah keberadaannya mulai meluas ke sejumlah kota, kegiatan sekolah diberhentikan sejenak selama dua pekan.
Akan tetapi, hal tersebut tak menunjukkan penurunan bahkan mengalami peningkatan secara signifikan. Kegiatan belajar mandiri atau secara online (daring) gencar dilaksanakan oleh pemerintah, alih-alih sebagai pencegahan penyebaran virus di kegiatan masyarakat yang berkerumun.
Sudah lebih dari satu tahun, wabah ini belum saja hilang dari negara tercinta ini dan semakin membludak kasusnya. Sehingga kegiatan pembelajaran pun masih dilaksanakan secara daring (dalam jaringan). Dari kejadian tersebut menimbulkan respon dari setiap orang tua siswa yang mengeluhkan belajar online.
Keluhan tersebut berasal dari internal dan eksternal yaitu dari siswa, guru dan orang tua. Pada realitanya kebanyakan orang memilih sekolah secara tatap muka saja dibandingkan belajar online. Karena terkendala jaringan, kemampuan orang tua, dan guru yang gagap teknologi.
Maka dari sebuah permasalahan tersebut, pemerintah mempunyai itikad baik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran pada masa pandemi dengan menghadirkan mahasiswa seluruh Indonesia sebagai pengajar muda yang melek teknologi dalam mengejar ketertinggalan. Kampus mengajar merupakan program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) yang diadakan oleh Kemendikbud Ristekdikti.
Diprakarsai oleh Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A yang sering kita kenal dengan Mas Menteri Nadiem Makarim.
“Tujuan diadakannya Kampus Mengajar adalah pertama, untuk menghadirkan mahasiswa sebagai bagian dari penguatan pembelajaran literasi dan numerasi. Kedua, membantu pembelajaran di masa pandemi, terutama untuk SD di daerah 3T. Penyelenggaraan program ini sendiri adalah atas dukungan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)” tutur Nadiem Makarim dalam dikti.kemdikbud.go.id.
Pendaftaran program ini dibuka untuk seluruh mahasiswa Indonesia tak berpaku pada PTN saja tapi PTS ikut serta di dalamnya. Jumlah mahasiswa yang lolos pada kampus mengajar angkatan 1 adalah 14.000 orang dan saya salah satu mahasiswa yang terpilih.
Program ini diluncurkan tidak secara cuma-cuma, mahasiswa yang mengikuti kampus mengajar diberi beberapa penghargaan yaitu diantaranya uang saku sebesar Rp 1.200.000/bulan, sertifikat, dan perolehan 12 sks yang dapat dikonversi ke dalam mata kuliah di masing-masing kampus mahasiswa.
Kampus Mengajar angkatan 1 berjalan selama tiga di mulai dari 22 Maret 2021 sampai 25 Juni 2021. Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan tiga pilihan yang diajukan ketika mendaftar. Saya sendiri terpilih menjadi pengajar di SDN Legok Pego yang berlokasi di Kampung Legok Pego Desa Drawati Kecamatan Paseh.
Sekolah ini bertempat di atas gunung bisa dikatakan tempat yang tertinggal yang diberi sebutan sekolah di atas awan. Hal ini sejalan dengan fokus kampus mengajar ditujukan untuk sekolah-sekolah di daerah 3T.
SDN Legok Pego merupakan sekolah dasar yang berdiri di tengah-tengah kehidupan warga kampung legok pego. Satu-satunya lembaga pendidikan formal tingkat dasar untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang berusia 6-12 tahun.
Bangunan sekolah ini berdiri pada tanah hibah yang diberikan oleh orang yang dermawan. Tampak pada gambar , sekolah ini terdiri dari tiga ruang kelas, satu ruang perpustakaan, dan satu ruang kepala sekolah beserta guru.
Jumlah siswa kelas 1-6 berkisar kurang lebih 90 orang yang mana siswa tersebut berasal dari kampung Legok Pego tidak ada dari daerah lain. “Siswa yang datang ke sekolah terkadang membawa adik karena orang tuanya pergi bertani.
Di sisi lain, siswa tidak bersekolah karena pergi bertani sehingga suasana kelas sepi hanya di isi oleh beberapa siswa saja. Selain itu juga, ketika masa panen tiba siswa yang sedang bersekolah pun orang tua datang ke kelas dan meminta izin kepada guru wali yang sedang mengajar untuk mengajak anaknya memanen tanaman di kebun.
Apa boleh buat, guru membiarkannya keluar kelas karena tidak punya leluasa untuk melarangnya. Dari beberapa kejadian tersebut dapat tergambarkan siswa di sini tingkat ketertarikan bersekolah itu sangat kurang, karena pikiran mereka sudah berorientasi kepada uang.
Pikiran singkat mereka bahwa mendapatkan uang tidak perlu menggunakan pendidikan yang tinggi. Tetapi bekerja di kebun secara mandiri dapat menghasilkan uang supaya menambah pendapatan keluarga”, kata Bapak Engkos selaku Kepala Sekolah SDN Legok Pego (4 April 2021).
Kondisi pandemi covid-19 justru memperlambat pembelajaran yang mengharuskan siswa belajar mandiri dari rumah. Berbeda dengan pembelajaran di SDN Legok Pego mempunyai strategi pembelajaran tersendiri untuk mengganti tugas online. Pembelajaran tidak bisa diadakan secara daring akibat dari kurangnya media elektronik yang dimiliki siswa dan jaringan sinyal yang susah didapat.
Maka dari itu, sekolah ini menerapkan pembelajaran tatap muka terbatas yaitu siswa datang ke sekolah untuk mengambil tugas untuk dikerjakan dan pada hari selanjutnya pada minggu itu jawaban dari tugas itu dikumpulkan, itu berlanjut sampai berakhirnya semester genap kemarin. Pembagian jadwal datang ke sekolah yaitu kelas 1 dan 2 pada hari senin dan sabtu, kelas 3 dan 4 pada hari selasa dan kamis sementara kelas 5 dan 6 pada hari rabu dan kamis.
Selama kampus mengajar berlangsung, pembelajaran diadakan secara tatap muka namun durasi waktu mengajarnya berselang tiga jam. Dari pembelajaran awal yang telah dilakukan terdapat banyak catatan penting untuk diperbaiki. Tingkat literasi siswa dari semua kelas masih rendah, ditemukan sejumlah siswa di kelas tinggi proses membacanya dikatakan masih kurang.
Apalagi literasi pada kelas rendah sangat banyak yang harus diperbaiki, didapati banyak siswa yang lupa nama-nama huruf sehingga harus kembali diulang dari awal. Fokus utama pada program kampus mengajar yaitu giat membangun semanagat literasi dan mengembangkan kemampuan numerasi siswa.
Melihat kondisi tersebut pengajaran terhadap literasi semakin ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan siswa SDN Legok Pego dengan siswa SD lainnya. Kemampuan ini berguna bagi siswa, demi kemajuan hidupnya di masa yang akan datang.
Siswa kelas rendah belum difokuskan mengikuti pembelajaran tematik tetapi fokus kepada perbaikan literasi dan numerasi siswa yang menggunakan materi pembahasan pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Indonesia.
Sedangkan, kelas tinggi sudah diperkenalkan dengan namanya teknologi yang memudahkan mereka dalam mencari sumber belajar dan ilmu selain dari buku. Pembelajaran tematik telah mampu diterapkan dan diikuti pada siswa kelas tinggi.
Disamping itu, menumbuhkan semangat belajar pada siswa itu sangat penting. Kita dan guru seringkali memunculkan berbagai macam meode dan media agar membuat siswa lebih giat mengikuti pembelajaran di sekolah.
Tapi semua perlu peran orang tua yang mendukung anaknya bersekolah dengan baik. Kebanyakan orang tua acuh menjadikan anak menyepelekan namanya “belajar”. Dengan demikian, meskipun seorang guru memberikan motivasi yang banyak jika siswanya tidak diberi motivasi oleh orang tuanya pasti tidak akan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H