Kekuatan-kekuatan penjajah telah berhasil memecah umat Islam. Menurut Faruqi, seluruh dunia Islam, kecuali di beberapa negara di mana para penguasa siap sendiri bekerja sama dengan musuh, pemerintah penjajah telah menghancurkan seluruh institusi politiknya[6]. Artinya, ketika saatnya tiba untuk pemerintah penjajah mengundurkan diri, mereka akan menyerahkan kekuasaan kepada elite-elite politik pribumi yang telah dipengaruhi Barat. Di dalam kebanyakan kasus kaum muslimin berada pada keadaan demikian karena tak mempunyai formasi-formasi politik yang sanggup menjalankan pemerintahan[7]. Sistem politik di berbagai negara Islam atau mayoritas Islam sudah bercampur tangan dengan sistem politik barat. Islam diyakini tidak memiliki ajaran tentang sistem negara. Islam tidak menyebutkan soal negara ideal, Islam bisa menjadi besar kalau tidak menampilkan wajah politik melainkan wajah moralnya. Atau dengan kata lain, Islam mengutamakan politik sebagai moralitas, bukan sebagai institusi[8].
Dalam wacana politik Islam dikenal tiga paradigma relasi hubungan Islam dan Negara. Pertama, Islam tidak dipisahkan dengan negara, atau disebut paradigma integralistik. Menurut paradigma ini negara merupakan lembaga politik dan sekaligus keagamaan. Menurut tokoh paradigma ini mempunyai tiga dasar keyakinan pokok. Ketiga pokok gagasan tersebut adalah, pertama, Islam adalah agama paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur kehidupan. Kedua, kedaulatan tertinggi ada di kekuasaan Allah. Dan yang ketiga, sistem politik Islam tidak mengenal batas-batas geografis, bahasa dan kebangsaan[9].
Kedua, paradigma ini memandang agama dan pemerintahan berhubungan secara simbiotik, yaitu hubungan timbal balik dan saling membutuhkan. Pemerintah ditempatkan sebagai sarana penunjang perkembangan agama, dan agama diposisikan sebagai pembimbing etika dan moral suatu negara.
Ketiga, paradigma bersifat sekularistik yang menolak pendasaran pemerintahan pada Islam. Menurut tokoh paradigma ini, Islam merupakan entitas keagamaan yang bertujuan untuk mewujudkan komunitas keagamaan yang tunggal, berdasarkan keyakinan dan tidak mengajarkan pembentukan sistem pemerintahan tertentu. Kekuasaan politik bukan karena tuntutan agama melainkan tuntutan sosial dan politik itu sendiri.
Sisi lain, Politik Islam mempunyai pilar-pilar dasar dalam pemerintahan antara lain adalah Kedaulatan di Tangan Syara’(hukum Islam), Kekuasaan di Tangan Umat, Hanya Khalifah yang Berhak Mengadopdi Hukum, Wajib Membai’at Satu Khalifah.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa politik Islam dapat digunakan untuk menguatkan umat Islam, karena al-Maslahah al-Mursalah menempati posisi yang sangat penting dalam diskursus tentang politik Islam yang erat kaitannya dengan komunitas sosial, sehingga terciptalah kemaslahatan umum sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa politik islam adalah cara-cara dalam berpolitik yang sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu sistem politik Islam yang melihat dokumen-dokumen dari Al-Qur‟an ini memuat prinsip-prinsip politik berupa keadilan, musyawarah, toleransi, hak-hak dan kewajiban, amar ma’ruf dan nahi mungkar, kejujuran, dan penegakan hukum.
Jadi dengan sistem dan peraturan-peraturan hukum yang sesuai dengan Al-Qur‟an sudah pasti sistem politik Islam lebih baik dibandingkan dengan sistem Politik yang lain.
- Ekonomi
Al-Faruqi menjelaskan Umat Islam belum maju dan terbelakang, mayoritas buta huruf. Produksi barang dan jasa berada jauh dari kebutuhan, bahkan kebutuhan yang bersifat strategis seperti mak anan-makanan pokok, pakaian, energi dan perlengkapan militer tidak ada negara Islam yang dapat mencukupi kebutuhan tersebut[10]. Artinya kebutuhan umat Islam masih sangat bergantung pada produk dan jasa dari Barat. Bagi orang Barat ketergantungan tersebut sangat menguntungkan mereka. mereka akan selalu berusaha agar kaum Muslimin tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dengan cara menjanjikan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Setelah umat Islam mengantungkan nasib ke kota-kota besar mereka akan bergantung pada makanan-makanan pokok impor dari Barat[11].
Kekayaan yang telah Allah SWT berikan kepada negara Islam sangat memiliki potensi untuk dikembangan secara mandiri seperti minyak, pertanian dan Industri yang dapat mensejahterakan umat Islam di dunia tetapi umat Islam masih kekurangan para ahli dan modal untuk membiayainya.
Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna. Salah satu aspek penting yang terkait dengan hubungan antar manusia adalah ekonomi. Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki prinsip-prinsip yang bersumber Alquran dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut bersifat abadi, seperti prinsip tauhid, adil, maslahat, kebebasan dan tangung jawab, persaudaraan, dan sebagainya.
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.