Untuk merealisasikan gagasannya tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, al-Faruqi meletakkan pola pemikiran fondasi epistemologinya pada prinsip tauhid. Al-Faruqi menegaskan bahwa prinsip tauhid harus menjadi landasan atau fondasi utama dalam upaya pengembangan ilmu dalam Islam yang terdiri lima macam kesatuan.
- Keesaan Allah
Keesaan Allah, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang menciptakan dan memelihara semesta. Penyebab yang pertama dan terakhir dari segala sesuatu.
- Kesatuan Alam Semesta
 Kesatuan ciptaan, bahwa semesta yang ada ini baik yang material, psikis, spasial (ruang), biologis, sosial maupun estetis, adalah kesatuan yang integral. Masing-masing saling kait dan saling menyempurnakan dalam ketentuan hukum alam (sunnatullah) untuk mencapai tujuan akhir tertinggi, Tuhan. Namun, bersamaan dengan itu, Dia juga menundukkan alam semesta untuk manusia, sehingga mereka bisa mengubah polanya dan mendayagunakannya demi kesejahtaraan umat[37].
- Kesatuan Kebenaran dan Pengetahuan
Kebenaran bersumber pada realitas, dan jika semua realitas berasal dari sumber yang sama, Tuhan, maka kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Apa yang disampaikan lewat wahyu tidak mungkin berbeda apalagi bertentangan dengan realitas yang ada, karena Dialah yang menciptakan keduanya. Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran ini sebagai berikut, (1) bahwa berdasarkan wahyu, kita tidak boleh membuat klaim yang paradoksal dengan realitas. Pernyataan yang diajarkan wahyu pasti benar dan harus berhubungan dan sesuai dengan realitas. Jika terjadi perbedaan atau bahkan pertentangan antara temuan sainsdan wahyu, seorang muslim harus mempertimbangkan kembali pemahamannya atas teks atau mengkaji ulang data-data penelitiannya. (2) Bahwa dengan tidak adanya kontradiksi antara nalar dan wahyu, berarti tidak ada satupun kontradiksi, perbedaan, atau variasi antara realitas dan wahyu yang tidak terpecahkan. (3) Bahwa pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-bagiannya tidak akan pernah berakhir, karena pola-pola Tuhan tidak terhingga.
- Kesatuan Hidup
Menurut Faruqi, kesatuan hidup terdiri dari tiga yaitu (1) Amanah Tuhan, berupa hukum alam (sunnatullah) dengan segala regularitasnya yang memungkinkan diteliti dan diamati, materi; (2) khilafah, berupa hukum moral yang harus dipatuhi, agama. Kedua hukum ini berjalan seiring, senada dan seirama dalam kepribadian seorang muslim. Konsekuensinya, tidak ada pemisahan antara yang bersifat spiritual dan material, antara jasmani dan ruhani; (3) Syari’ah, hubungan islam dengan aspek kehidupan.[38]
- Kesatuan Manusia
Tata sosial Islam, menurut Faruqi, adalah universal, mencakup seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Kelompok muslim tidak disebut bangsa, suku atau kaum melainkan umat. Pengertian umat bersifat trans lokal dan tidak ditentukan oleh pertimbangan geografis, ekologis, etnis, warna kulit, kultur dan lainnya, tetapi hanya dilihat dari sisi taqwanya. Meski demikian, Islam tidak menolak adanya klasifikasi dan stratifikasi natural manusia ke dalam suku, bangsa dan ras sebagai potensiyang dikehendaki Tuhan. Yang ditolak dan dikutuk Islam adalah faham ethnosentrisme, karena hal ini akan mendorong penetapan hukum, bahwa kebaikan dan kejahatan hanya berdasarkan ethnisnya sendiri, sehingga menimbulkan berbagai konflik antar[39].
Sebagai penggagas utama ide Islamisasi ilmu pengetahuan, Al-Faruqi memberikan gambaran tentang bagaimana Islamisasi itu dilakukan. Al-Faruqi menetapkan lima program sasaran dari rencana kerja Islamisasi ilmu, yaitu:
- Penguasaan disiplin ilmu modern.
- Penguasaan khazanah Islam.
- Menentukan relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu.
- Mencari cara untuk melakukan sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu-ilmu modern.
- Mengarahkan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rancana Allah swt[40].
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
Â