Masyarakat pernah gempar dan sangat prihatin mendengar berita ditemukannya jenazah Angeline. Seorang anak berusia delapan tahun yang sebelumnya dinyatakan hilang dari rumahnya.
Kasus memilukan dan sangat menyayat hati yang menimpa Angeline merupakan tragedi kehidupan anak di negeri ini yang kondisinya seperti puncak gunung es. Masih banyak anak-anak lain yang kondisi penuh duka nestapa bahkan terancam jiwanya.
Jika dicermati, akar persoalan bermula dari diadopsinya Angeline dengan prosedur yang asal-asalan atau liar. Adopsi liar terhadap anak di kemudian hari akan menimbulkan persoalan serius dan sangat menyengsarakan anak.
Proses adopsi terhadap Angeline oleh pria berkebangsaan Jerman yang berumah tangga dengan wanita setempat dilakukan tanpa prosedur hukum yang benar. Bahkan terkesan diberikan begitu saja oleh orang tua kandung Angeline akibat kesulitan ekonomi yang membelit dirinya.
Kondisi Angeline semakin sengsara dan kritis setelah bapak angkatnya meninggal dunia dan si ibu angkat mulai mengalami masalah ekonomi. Akibatnya, Angeline dipaksa melakukan pekerjaan orang dewasa untuk memelihara ternak.
Dalam keseharian, masalah kesehatan dan keselamatan jiwa Angeline diabaikan oleh ibu angkatnya. Dirinya benar-benar terlantar lahir dan batin tanpa ada pihak yang berusaha menolongnya.
Kasus Angeline merupakan pelajaran yang sangat penting terkait dengan proses adopsi. Pengangkatan anak yang lazim disebut adopsi merupakan lembaga hukum yang dikenal sejak lama dalam budaya masyarakat Indonesia tetapi hingga kini masih sarat masalah.
Ada berbagai motif orang melakukan pengangkatan anak, sehingga mengadopsi seorang anak perlu prosedur dan tidak bisa dilakukan secara liar atau dengan asal-asalan.
Perlu meninjau lagi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur adopsi anak yang lebih ketat. Peraturan mengenai tata cara dan akibat hukum dari pengangkatan anak masih banyak kelemahan dan mudah dikelabui bagi pihak-pihak yang bermaksud jahat.
Eksistensi adopsi di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum sempurna, sehingga masalah adopsi masih merupakan problema bagi masyarakat, terutama dalam masalah yang menyangkut ketentuan hukumnya.
Masih proses adopsi anak harus menjadi perhatian serius. Ketentuan tentang eksistensi lembaga adopsi masih bias disana-sini. Perlu penegakkan Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No 4 Tahun 1979, yang berbunyi "pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak".