Konsep keluarga bahagia era saat ini sedang bergeser karena masalah kependudukan kian kompleks. Semakin banyak keluarga yang terbentuk dengan cara adopsi anak. Proses adopsi masih sering terhalang dengan masalah krusial terkait dengan proses hukum dan stigma masyarakat yang bias.
Mewujudkan keluarga sempurna (perfect family) yang sering digambarkan dalam masyarakat telah menciptakan standar yang kurang realistis, terutama bagi anak-anak yang masuk keluarga dengan cara adopsi. Pola asuh anak adopsi acap kali menjadi rumit bahkan menimbulkan hal-hal yang fatal.
Dalam kondisi kependudukan saat ini, terutama di negara maju, peristiwa adopsi anak menjadi sering terjadi. Di Indonesia masalah adopsi juga belum menemukan jalan yang mulus. Hal tersebut akan mempengaruhi pola asuh anak-anak yang diadopsi. Maupun pola asuh anak-anak yang kini sedang berada di panti asuhan.
Salah satu gambaran kompleksitas pola asuh anak adopsi bisa kita simak dalam serial yang berjudul "Perfect Family".
Serial Korea ini berkisah tentang dua sahabat yang tinggal di panti asuhan, Sun Hui (Park Ju Hyun) dan Su Yeon (Choi Ye Bin). Bagi mereka yang tinggal di panti asuhan, saat diadopsi keluarga angkat bagaikan menemukan permata harapan yang disebut dengan rumah.
Ada harapan besar bahwa mereka akan menemukan keluarga yang sempurna. Keluarga yang bisa memberikan cinta tanpa syarat, kasih sayang yang sejati, dan rasa aman. Namun, di muka bumi ini ternyata Keputusan mulia yang bertajuk adopsi, ternyata bukan selalu menjadi dongeng yang berakhir bahagia. Tidak jarang justru berakhir pilu dan penuh haru biru.
Tidak seperti Su Yeon yang gagal diadopsi karena fisiknya, Sun Hui dianggap beruntung oleh Su Yeon karena diadopsi oleh keluarga kaya dan sempurna. Namun diadopsi oleh orangtua yang kaya dan harmonis ternyata bukan jaminan kebahagiaan.
Menyimak cerita serial "Perfect Family" ada episode yang sangat menyentuh sisi kemanusiaan kita. Dalam lakon itu ketika ada bekas luka di kepala akibat kebakaran membuat Su Yeon ditolak calon keluarga angkatnya.
Adopsi idealnya didasarkan pada cinta dan niat tulus untuk memberikan anak rumah yang aman. Namun, beberapa orang tua angkat secara sadar atau tidak sadar lebih memilih anak yang rupawan, dengan fisik yang sempurna.
Faktor pilihan tersebut acap kali dipengaruhi oleh keinginan untuk membentuk keluarga yang terlihat sempurna di mata masyarakat. Sikap tersebut, meskipun tidak diakui secara terbuka, namun menunjukkan bias yang dapat mempengaruhi keputusan adopsi.