Hal ini menambah beban emosional bagi anak-anak adopsi seperti Su Yeon, yang seharusnya dicintai seperti apa adanya tanpa syarat dan ketentuan berupa penampilan fisik.
Masalah adopsi di muka bumi ini bisa dibilang serupa tetapi dengan skala ekonomi keluarga yang tidak sama. Anak perempuan yang diadopsi sering kali berada dalam posisi yang cukup suli dibandingkan dengan lelaki.
Bukan cuma karena status mereka sebagai anak adopsi, tapi juga karena tuntutan sosial yang mengharapkan mereka tampil dan bersikap sesuai dengan standar tertentu.
Di tengah masyarakat yang masih patriarki, perempuan sering dinilai dari penampilan fisik. Contohnya, Su Yeon yang gagal diadopsi hanya karena penampilannya. Ini menunjukkan bahwa standar kecantikan dan bias gender masih merasuk ke dalam proses adopsi.
Di sisi lain, Sun Hui yang diadopsi oleh keluarga kaya terlihat lebih beruntung, tapi dia juga harus menghadapi tekanan besar dalam bentuk pola asuh anak agar menjadi anak sempurna. Dia tidak sekedar dituntut mengikuti nilai-nilai keluarga angkatnya. Dirinya juga dilanda perasaan terasing karena tahu dia bukan bagian biologis dari keluarga itu.
Banyak anak perempuan adopsi seperti Sun Hui berusaha keras untuk memenuhi standar sempurna yang dibebankan pada mereka. Kerap kali mesti mengorbankan perasaan dan identitas mereka sendiri dalam prosesnya.
Keputusan adopsi anak adalah mulia namun masih mengandung masalah pelik. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa pasangan yang tidak dapat memiliki anak lebih memilih untuk tidak punya anak daripada mengadopsi. Adopsi anak masih menjadi pilihan terakhir.
Beberapa takut anak tersebut akan memiliki lebih banyak masalah perilaku, emosional, atau akademis. Lainnya khawatir bahwa orang tua kandung akan berubah pikiran dan mengambil kembali anak tersebut.
Anak adopsi sering kali merasa seperti orang asing dalam keluarga mereka. Terutama ketika mereka tidak sepenuhnya mengetahui latar belakang adopsi mereka atau ketika adopsi tersebut dirahasiakan.
Kisah Su Yeon dan Sun Hui dalam serial "Perfect Family" hanyalah sedikit gambaran dari kenyataan yang dihadapi oleh banyak anak adopsi di muka bumi ini.
Di Indonesia, kehidupan anak-anak adopsi juga masih diwarnai duka nestapa. Masih hangat dalam ingatan kita terkait peristiwa anak adopsi yang bernama Angeline.