- PENDAHULUAN
Penelitian ini mengungkapkan tidak adanya peraturan hukum baku berlaku nasional tentang reklamasi di pantai maupun di laut, mengingat bahwa sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang melaksanakan reklamasi di pantai daerah masing-masing, contoh selain di Jakarta, reklamasi sudah dilakukan di Semarang, Bengkulu, Manado, Makasar, Bali. Adapun dasar hukum yang dipakai masih sebatas peraturan daerah yang mana reklamasi di pantai atau di laut mempunyai dampak terhadap daerah sekitarnya, yang boleh jadi daerah tersebut dibawah koordinasi provinsi lainnya. Ini membuktikan adanya kekosongan hukum dalam pelaksanaan pembangunan reklamasi, dibuktikan dengan belum adanya kepastian hukum berlaku nasional dalam bentuk peraturan-peraturan yang berisi berbagai prasyarat dari instansi terkait pelaksanaan reklamasi. Selain untuk mewujudkan kepastian hukum, juga menghindari dampak negatif reklamasi dimasa yang akan datang, mengingat reklamasi adalah suatu kegiatan yang mengubah ekosistem menjadi suatu lingkungan baru karena adanya penimbunan tanah di pantai atau di laut, sehingga tercipta suatu daratan dan lingkungan baru. Sehingga menurut peneliti, sudah selayaknya dibuat peraturan baru yang berisi semua kepentingan-kepentingan instansi terkait reklamasi, walaupun sementara ini peraturan daerah masing-masing yang dipergunakan, tanpa memperhatikan bahwa  reklamasi di pantai atau di laut mempunyai efek/imbas terhadap lingkungan disekitarnya apakah masih disekitar wilayah daerah masing-masing atau di provinsi lainnya.Â
Â
 Peneliti melihat bahwa reklamasi dapat dsebut suatu reformasi pengadaan tanah, karena reklamasi adalah usaha atau suatu kegiatan pengadaan tanah/lahan dengan cara melalui pengurugan dipantai atau dilaut. Menurut peneliti tentunya reklamasi tersebut juga berkaitan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara No. 22/2012, Tambahan Lembaran Negara No. 5280). Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 berisi pengadaan tanah melalui tanah yang sudah ada, sedangkan Reklamasi pengadaan tanah melalui pengurugan laut. (reklamasi dapat disebut juga suatu metode/cara baru/ pembaharuan /reformasi) dalam hal kegiatan/upaya pengadaan tanah untuk kepentingan umum.Â
Â
Dalam pelaksanaannya, reklamasi diatur dalam peraturan yang berbeda-beda antara satu  wilayah dengan wilayah lainnya. Selain itu juga terjadi tumpang tindih kewenangan antara instansi yang terkait, sehingga peneliti menemukan bahwa belum adanya kepastian hukum bagi pelaksana pembangunan reklamasi di Indonesia, terutama di Jakarta Utara.  Sebagai contoh, ada beberapa ketentuan mengenai Reklamasi yang diatur dalam penggalan perundang-undangan, yaitu:Â
Â
- UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 34, Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
- Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
- Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030; dan
- Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Â
Dalam perjalanannya, Menteri Kelautan dan Perikanan RI mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menurut penulis ada ketidakharmonisan antara sektor yang terkait dengan reklamasi. Dengan dikeluarkannya Permen No. 17/PERMEN-KP/2013 tentu ada dampak hukum terhadap ijin yang sudah diberikan Gubernur DKI Jakarta kepada para pengembang reklamasi. Dengan adanya tumpang tindih kewenangan antar instansi terkait pada pelaksanaan reklamasi, maka hal ini membuktikan bahwa dalam upaya pengadaan tanah melalui reklamasi belum ada kepastian hukum dalam arti belum adanya peraturan-peraturan dalam pelaksanaan reklamasi yang bersifat nasional. Dengan adanya hal ini terlihat adanya disharmonisasi kewenangan vertical antara instansi terkait reklamasi.Â
Â
Dalam hal tersebut diatas, didalam hukum administrasi negara, menurut Soehardjo, pemerintah mempunyai fungsi, penugasan, kewenangan dan kewajiban masing-masing departemen pemerintahan untuk meneliti ketentuan-ketentuan dan mengatur cara apa tindakan aparatur pemerintahan sesuai dengan kewenangan masing-masing.Â