Ramadhan bulan penuh berkah bagi umat muslim. Namun berkahnya tidak hanya melimpahi para penganut agama Islam itu saja, saya yang non muslim ikut menerima ketiban rejeki dari seorang teman muslim.Â
Ini cerita tentang pertemanan, kebaikan hati dan keikhlasan. Kisah tentang beberapa teman lama yang dipertemukan kembali di bulan ramadhan ini. Ceritanya saya fokuskan kepada 3 orang yaitu Ro, Rum dan saya sendiri.Â
Ro adalah teman lama saya. Kami dipertemukan disebuah SMP negeri Salatiga, 39 tahun lalu. Ro yang berperawakan kecil berasal dari sebuah desa di pinggir kota Salatiga.Â
Saat itu  kami duduk di kelas yang sama di kelas satu, bersama anak anak lain berjumlah 3o-an yang berasal dari berbagai latar belakang. Â
Ada berlatar belakang keluarga mampu dan sebaliknya, ada yang berasal dari desa seperti Ro, tetapi lebih banyak yang tumbuh besar di kota Salatiga. Kami juga meyakini agama yang berbeda beda.Â
Saya, Ro dan beberapa teman lain bergaul akrab seakan akan membentuk sebuah kelompok. Bisa jadi karena perawakan kami yang kecil beserta tingkah laku yang lugu, kami akrab karena senasib.Â
Penampilan kami sangat bersahaja. Seragam putih biru yang kadang tidak diseterika, sepatu hitam polos murahan dan memakai tas seadanya.Â
Namun ditengah kesederhanaan itu, gelak tawa kami selalu menghiasi ruang kelas dan halaman sekolah. Apalagi saat pulang sekolah, kami sekelompok anak anak SMP ini, berjalan kaki pulang bersama sama diiringi canda tawa.Â
Seperti banyak digambarkan di sinetron sinetron, jaman itu di sekolah kami juga ada grup grup tertentu.Â
Para anak gaul bergabung dengan sesama anak gaul. Yang cantik atau ganteng membentuk kelompok sendiri. Anak anak yang aktif di sekolah sedikit berjauhan dengan anak anak biasa. Adapula kelompok hobiis yaitu mereka mereka yang mempunyai hobi sama;misalnya sepak bola.Â
Tak ketinggalan grup para anak ndugal, istilah kami untuk mereka mereka yang bandel. Anak anak itu sering secara sembunyi sembunyi bolos bersama lalu main atau belajar merokok.Â
Saya dan Ro masuk dalam kelompok yang biasa saja. Anak anak yang tidak gaul, berwajah standar, tak mempunyai hobi khusus juga bukan anak bandel.Â
Namun demikian, kami menikmati masa SMP dengan bahagia. Belajar dan berteman dengan riang gembira. Naksir cewek sesama SMP, tapi tidak berani mengungkapkannya.Â
Kegembiraan dan kebahagiaan itulah yang masih membekas hingga kini, saat ketika umur kami sudah setengah abad dan Ro menjadi seorang Jenderal TNI.Â
Ya... Ro yang anak desa, culun, berprestasi biasa saja, mungkin juga pernah naksir teman SMPnya, sekarang sudah menjadi seorang Jenderal.Â
Pencapaian yang mengagetkan sekaligus mengagumkan.Â
Selepas SMP, saya dan Ro bertemu kembali di SMA yang sama namun beda kelas. Saat kelas satu, kami masih berperawakan sama, pendek, kecil dan item. Namun menginjak kelas 2, tubuh Ro tumbuh lebih tinggi walaupun masih sama sama kurus.Â
Kami masih berteman baik walau beda kelas. Prestasi Ro juga membaik. Dia menjadi salah satu anak yang dikenal pandai dikelasnya.Â
Setelah lulus SMA, sampai bertahun tahun kemudian saya dan Ro tak bertemu lagi. Saya hanya diberitahu teman teman lain bahwa Ro diterima di Akabri. Kami benar benar putus kontak karena saat itu belum ada Handphone. Namun saya masih ingat rumah Ro karena bersama teman teman pernah berkunjung kesana.Â
Cerita selanjutnya tentang Rum. Dia lebih suka dipanggil demikian walaupun punya nama yang sangat indah.Â
Rum adalah salah satu cewek idola di sekolah kami. Wajahnya ayu dengan perawakan ramping dan tingkah laku yang halus selayaknya puteri keraton. Kalau tak salah ingat, Rum menyandang gelar Rr (Roro) yang berarti dia punyah trah keraton.Â
Awalnya saya tak terlalu mengenal Rum. Saya tidak pede dengan kondisi diri yang pas pasan baik ekonomi, wajah maupun prestasi. Sementara waktu itu Rum bagaikan bulan dilangit yang tak akan bisa diraih. Apalagi Rum berasak dari keluarga mampu, berangkat dan pulang sekolah diantar mobil sedan ayahnya. Saya tidak ingat apakah saat itu berani bicara sepatah dua patah kata dengan dara ayu itu.Â
Namun ketika kelas 3 dan kami berada di kelas yang sama, saya semakin mengenal Rum. Kami beberapa kali duduk berdampingan satu meja di bagian belakang.Â
Saya menjadi tahu bahwa Rum agak pendian. Saya juga tahu bahwa hatinya baik karena sering meminjamkan alat tulis kepada temannya. Pun dengan status idola dan ekonomi berkecukupan, dia tidak sombong, mau bergaul dengan kami kaum pas pasan. Namun demikian, saya tetap tidak pede untuk mengakrabkan diri dengannya.Â
Selepas SMP, saya dan Rum tidak pernah bertemu lagi karena kami beda SMA. Tak ada kabar berita mengenai RUM yang saya ketahui.Â
Baru ketika kuliah di Satya Wacana Salatiga, saya beberapa kali bertemu Rum. Rupanya dia bekerja di salah satu fakultas disana.Â
Saya hanya bisa menyapanya saja tanpa berani ngobrol lama lama. Rum masih saja memancarkan wajah ayunya. Dia masih tak tak banyak bicara.Â
Banyak mahasiswa yang membicarakan dan naksir Rum. Mereka bertanya tanya tentang Rum kepada saya ketika mereka tahu bahwa saya teman SMPnya. Saya tidak bisa menjawab banyak, tetapi merasa bangga pernah menjadi teman seorang dara idola.Â
Lama kemudian, sampai belasan tahun, saya tidak pernah bertemu dengan Ro dan Rum. Selepas kuliah saya merantau ke berbagai kota di Indonesia.Â
Pertemuan kembali dengan mereka terjadi saat diadakan reuni SMP beberapa tahun lalu. Kami bertiga sudah berubah status dan penampilanmya. Jika tidak memperkenalkan diri kembali kepada teman lain, mungkin banyak yang tidak saling mengenali.Â
Penampilan Ro banyak berubah. Tubuhnya bertambah gemuk namun terlihat tegap. Suaranya juga berbeda, jika dahulu agak cempreng dan sering cengengesan, kini vokalnya terdengar keras dan tegas. Saya memakluminya, dunia keprajuritan sudah mengubah Ro menjadi sosok yang seperti itu.Â
Kami tidak sempat berbicara banyak. Reuni sekolah adalah saat dimana teman teman ingin bercerita banyak dan mencari tahu kabar teman temannya. Suasanya pasti ramai dan banyak terdengar gelak tawa.Â
Saya melihat Ro duduk lesehan bersama teman teman lain. Saat itu kabarnya Ro sudah berpangkat kolonel, tetapi dia tetap bersikap biasa saja. Ro tak mendominasi pembicaraan juga tak menjadi pusat perhatian.Â
Rum turut juga dalam reuni itu. Saya hanya sempat bersalaman dan berbasa basi sedikit karena kami kemudian bergabung dengan teman teman lain. Saya di kelompok laki laki, Rum bersama para perempuan.Â
Setelah reuni itu, saya tidak bertemu kembali dengan Ro dan Rum. Ro bertugas diluar pulau sementara Rum juga tidak tinggal di Salatiga. Saya tidak bergabung dengan teman teman dalam grup WA maupun lain sehingga tak banyak informasi kegiatan mereka yang saya tahu.Â
Namun demikian, beberapa kali saya mendapatkan informasi bahwa Ro mengundang dan mentraktir teman teman jika datang ke Salatiga. Dia selalu ingin bertemu dengan teman sekolahnya. Entah kenangan indah semasa sekolah apa yang dialami Ro sehingga dia selalu rindu bertemu dengan teman teman lamanya.Â
Sementara mengenai Rum, saya tidak tahu kabar tentang dia. Mungkin karena tidak terlalu akrab, kami jadi putus kontak.Â
Cerita diatas kemudian terjalin lagi di bulan Ramadhan tahun ini.Â
Beberapa hari lalu, masuk pesan dalam WA saya. Seseorang bernama Rum memperkenalkan diri kembali sebagai teman satu alumi SMP.Â
Awalnya saya tidak begitu percaya dengan pesan tersebut. Maklum saja sekarang ini banyak tawaran promosi dan  penipuan yang dengan berpura pura sebagai teman lama.Â
Dalam pesan selanjunya Rum menyebut nama Ro dan menyampaikan ada titipan sesuatu dari beliau. Saya masih curiga dan malah bertambah karena Rum menanyakan alamat dan ingin bertemu di rumah saya.Â
Ketika kami sepakat malam itu akan bertemu dengan teman teman lain di satu tempat, kecurigaan saya langsung hilang. Tempat pertemuannya di sebuah warung milik teman lain.Â
Malam itu kami berkumpul bersama beberapa teman. Banyak cerita yang kami sampaikan dan kami dengar. Suasana sangat akrab tanpa sekat. Kami seakan akan berubah kembali seperti dulu menjadi anak anak SMP.Â
Rum tampak berbeda.Â
Dia sekarang banyak bicara dan lebih ceria. Semua teman diajaknya bicara dan bercanda. Saya tidak tahu apa yang terjadi dalam kehidupan Rum.
Saat akan berpisah, Rum memberi saya sebuah amplop.Â
"Ini tali asih ari Ro, tolong diterima. Aku diberi tugas beliau untuk menyampaikannya juga kepada teman teman lain" begitu bisik Rum. Saya mengucap syukur dan terima kasih. Ro membagi rejekinya kepada saya walaupun saya non muslim.Â
Dalam pertemuan selanjunya saya baru mendapat informasi lebih banyak.Â
Di bulan Ramadhan ini, Ro ingin berbagi berkah rejeki kepada teman teman lamanya. Tak memandang jenis kelamin, agama, akrab atau tidak, cari sebanyak banyaknya dan bagikan.Â
Kebetulan Rum punya misi pribadi menjalin persaudaraan dan silaturahmi kembali dengan teman teman SMPnya. Belasan tahun lamanya dia berusaha mencari dan menjalin kontak kembali. Sudah ada puluhan teman yang terhubung satu sama lain. Rum menjadi sosok yang sangat berjasa untuk itu.Â
Dua keinginan mulia itu kemudian menjadi kolaborasi yang membawa berkah bagi kami semua. Berkah bagi yang memberi rejeki, menyalurkan dan yang menerima. Ada doa, syukur terima kasih dan pertemanan yang terjalin kembali.Â
Pertemanan memang indah. Walaupun hal itu terjadi sudah puluhan tahun lamanya, tetapi jika masa itu dijalani dengan riang gembira, kenangannya takkan bisa dihilangkan.Â
Dan Ramadhan tahun ini merekatkan kembali pertemanan kami.Â
Ramadhan memang bulan penuh berkah.Â
Salatiga 260422.103
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H