Tak ketinggalan grup para anak ndugal, istilah kami untuk mereka mereka yang bandel. Anak anak itu sering secara sembunyi sembunyi bolos bersama lalu main atau belajar merokok.Â
Saya dan Ro masuk dalam kelompok yang biasa saja. Anak anak yang tidak gaul, berwajah standar, tak mempunyai hobi khusus juga bukan anak bandel.Â
Namun demikian, kami menikmati masa SMP dengan bahagia. Belajar dan berteman dengan riang gembira. Naksir cewek sesama SMP, tapi tidak berani mengungkapkannya.Â
Kegembiraan dan kebahagiaan itulah yang masih membekas hingga kini, saat ketika umur kami sudah setengah abad dan Ro menjadi seorang Jenderal TNI.Â
Ya... Ro yang anak desa, culun, berprestasi biasa saja, mungkin juga pernah naksir teman SMPnya, sekarang sudah menjadi seorang Jenderal.Â
Pencapaian yang mengagetkan sekaligus mengagumkan.Â
Selepas SMP, saya dan Ro bertemu kembali di SMA yang sama namun beda kelas. Saat kelas satu, kami masih berperawakan sama, pendek, kecil dan item. Namun menginjak kelas 2, tubuh Ro tumbuh lebih tinggi walaupun masih sama sama kurus.Â
Kami masih berteman baik walau beda kelas. Prestasi Ro juga membaik. Dia menjadi salah satu anak yang dikenal pandai dikelasnya.Â
Setelah lulus SMA, sampai bertahun tahun kemudian saya dan Ro tak bertemu lagi. Saya hanya diberitahu teman teman lain bahwa Ro diterima di Akabri. Kami benar benar putus kontak karena saat itu belum ada Handphone. Namun saya masih ingat rumah Ro karena bersama teman teman pernah berkunjung kesana.Â
Cerita selanjutnya tentang Rum. Dia lebih suka dipanggil demikian walaupun punya nama yang sangat indah.Â
Rum adalah salah satu cewek idola di sekolah kami. Wajahnya ayu dengan perawakan ramping dan tingkah laku yang halus selayaknya puteri keraton. Kalau tak salah ingat, Rum menyandang gelar Rr (Roro) yang berarti dia punyah trah keraton.Â