Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nikmat Itu Harganya Cuma Segini

8 Desember 2021   11:57 Diperbarui: 8 Desember 2021   12:17 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makanan mahal pasti enak tetapi makanan enak belum tentu nikmat. 

Buat saya enak dan nikmat itu beda. Enak itu rasanya, nikmat adalah cara mengkonsumsinya. 

Pagi itu saya sarapan dengan nasi oseng sawi putih dan mangut tahu. Paduan sarapannya adalah minum teh jeruk/lemon tea hangat. Semua itu saya nikmati saat jajan di sebuah warung kecil di dekat pasar Blauran Salatiga. 

Rasa masakan bagi sebagian orang mungkin biasa saja, tetapi karena sang pemilik warung dan suaminya adalah mantan tetangga saya, masakan yang biasa menjadi nikmat karena perbincangan kami yang tiada henti. 

Saya dan sang suami sama sama hobi mancing di RAWA PENING, setiap kali bertemu, obrolan tentang asyiknya mancing selalu topik utamanya. Tak henti henti dan tak bosan bosan. 

Maka sarapan saya menjadi semakin nikmat; ada teman, ada obrolan tetapi tak ada aturan cara makan, lama makan dan tempat makannya. 

Saya makan sambil nongkrong di kursi plastik dipinggir jalan. Tak takut akan kesehatan yang akan terganggu karena banyak asap dan debu melayang layang.

Hampir 2 tahun saya sering jajan disitu, belum pernah saya sakit perut karena makanannya. Yang ada sakit perut karena serakah melahap apa yang tersaji. 

Warung itu kalau pagi memang rame, banyak bakul pasar yang sarapan atau sekedar minum teh disitu.  Mereka rata rata kenal satu sama lain, sehingga pelanggan yang keluar masuk akan saling sapa. 

Jangan tanyakan siapa nama lengkap masing masing, kebanyakan kami tak tahu nama aslinya. 

Saya dikenal sebagai Mas Gojek. Ada pula Pak Ndut, penjual nasi goreng yang jago merias. Pun Mbah No lelaki tua yang setia menemani istrinya berjualan di pasar. Banyak pula laki laki lain, tua muda, berpakaian rapi atau hanya memakai kaos robek robek yang setia nongkrong di warung ini. 

Para perempuan biasanya hanya disebut Yu. Yu Nah, Yu Yem, Yu Tun dan Yu Yu yang lain. Jika sudah tua mereka akan di panggil Mbok atau Mbah. Kebanyakan dari mereka datang dari desa desa di seputar Salatiga, sehingga panggilan dan namanya masih bernuansa desa. 

"Lho, arep dikancani kok malah lungo" (Lho, mau ditemani kok malah pergi) kata Mbah No kepada Pak Ndut. 

" Aku wis wareg Mbah.." (Aku sudah kenyang Mbah) Jawab Pak Ndut sambil beranjak dari tempat duduknya. 

"Wareg apane.. ngombe teh thok kok iso wareg.." (kenyang apaan, cuma minum teh kok bisa kenyang), balas Mbah No. 

"Wareg ndelok sing dodol Mbah. Ket mau bokonge megal megol ngulek sambel neng ngarepku.. " ( kenyang melihat penjualnya Mbah. Dari tadi pantatnya goyang goyang membuat sambel di depanku). 

Tahu dirinya disebut sebut, Yu Ti, demikian nama pemilik warung, langsung nyeletuk, "Sambelku semakin digoyang semakin enak Pak Ndut. Lha iyo tho, sambelku enak tenan..?"

" Yo.. Pancen enak. Soale yen nggawe sambel ora usah nganggo uyah, cukup ketetesan kringete sing nyambel, wis asin roso sambel trasi.." (Ya, memang enak. Soalnya kalau membuat sambel, cukup kena tetes keringat yang bikin, sambelnya sudah asin berasa sambel terasi), saya ikut komentar menambah suasana jadi meriah

"Ha ha ha.. " Kamipun tertawa bersama. 

Kami adalah kumpulan rakyat jelata. Keakraban yang terjadi tidak didahului dengan perkenalan formal. Cukup nimbrung obrolan tanpa sekat dan membedakan kasta. 

Bergaul dengan Mbok Mbok pedagang pasar banyak untungnya. Jika musim buah buahan, saya sering memesan mangga, pisang, nangka atau buah lainnya. 

Sudah tentu harga diberikan jelas lain dengan pembeli biasa. Bukan harga teman lagi tapi sudah harga saudara, jauh lebih murah. Buah yang yang diberikan juga sudah pasti pilihan. 

"Iki mangga suluhan Mas, dijamin manis" Kata Yu Yem saat saya memesan mangga. 

"Ambil dari pohon sendiri", tambahnya. 

Mangga suluhan berarti mangga yang sudah tua baru dipetik, terkadang malahan sudah masak dipohon. 

Rasa mangga suluhan pasti manis, beda dengan mangga kodian (dalam kotak) yang dikirim dari daerah lain. Tak jarang mangga 'impor' itu masih muda sudah dipetik untuk memenuhi kuota. 

Maksudnya; jika satu truk muat 5 ton dan mangga tua/matang yang tersedia hanya 4 ton, maka yang 1 ton diambil dari mangga apa saja yang ada. Masih muda pun tetap dikirimkan karena tetap laku juga. Paling tidak untuk para pecinta rujak dan ibu ibu yang hamil muda. Jika tak pandai memilih, maksud hati pingin mangga yang manisan malah dapat mangga rujakan. 

"Nah kalau milih durian atau semangka matang itu caranya sama. Diketuk ketuk dan ditimbang timbang dengan tangan. Jika di ketuk terdengar bunyi dung dung seperti ada ruang kosong didalamnya, berarti buahnya sudah masak".

"Kalau ditimbang timbang dengan tangan itu dicari yang ringan. Semangka dan durian yang ringan itu kadar airnya sudah sedikit. Itu artinya juga sudah matang" Demikian penjelasan Yu Yem. 

Saya manggut manggut tanda mengerti. Ibaratnya Yu Yem itu seorang praktisi, bukan konseptor atau teoritikus. Penjelasannya pasti benar karena didasari pengalamannya yang panjang berjualan buah buahan. 

Memang kalau saya beli semangka atau durian dipinggir jalan, penjualnya selalu mengetuk dan diangkat angkat untuk mengetahui tingkat kematangan buah tersebut.

Khusus durian, buah berduri itu juga dicium cium di ujung dan pangkalnya. Hasil ciumannya bisa mengetahui buah itu sudah matang apa belum, rasanya manis, pahit atau pahit manis. Hanya pedagang berpengalaman yang bisa menentukan kualitas dan kematangan buah yang dijualnya dari perlakuan diatas. 

Banyak ilmu yang saya dapat dari Mbok mbok itu. Tak hanya soal buah, cara memilih sayur yang bagus dan daging yang masih baik juga mereka bagikan. 

Informasi tentang harga harga dipasar termasuk sembako juga sering kami perbincangkan. Kalau soal yang itu, saya lebih banyak bertanya atau mendengatkan saja. 

Namun jika sudah menyangkut persoalan lain macam covid, vaksin, politik, kebijakan pemerintah, giliran saya yang memberi penjelasan. 

Banyak diantara mereka yang tak paham dengan persoalan itu. Maka seringkali infomasi yang mereka terima adalah hoaks.

Dulu yang mereka tahu vaksin itu haram, vaksin itu bisa mematikan sehingga banyak yang takut dan menolak. Setelah saya beri penjelasan yang masuk akal disertai sumber sumbernya yang bisa dipercaya, baru mereka menjadi paham. 

Saya bisa memaklumi keadaan itu. Karena aktivitas harian mbok mbok bakul adalah bangun tiap pagi, kulakan dagangan, menjualnya kembali, pulang ke rumah kumpul keluarga dan tidur lagi. Tak banyak waktu yang bisa mereka gunakan untuk kegiatan lain. 

Perbincangan seperti itu yang sering mewarnai sarapan pagi saya. Nasi sepiring dan teh jeruk hangat rasanya tak cukup menemani hangatnya obrolan dan senda gurau kami. 

Perjumpaan tetap harus diakhiri. Setelah masing masing merasa cukup mengiri perut, kami akan saling pamitan. 

Esok hari akan ada waktu untuk saling bercerita kembali. Mungkin topiknya akan berbeda. Bukan lagi soal sayur dan buahan buahan, tetapi soal gadis yang bunuh diri karena hubungan terlarangnya dengan seorang polisi. 

Sebelum pamitan saya bertanya kepada Yu Darti, 

"Sarapanku entek piro Yu? Sego sayur, iwak mangut, tahu, ngombene teh jeruk anget" (Sarapanku habis berapa? Nasi, sayur, ikan mangut, tahu dan lemon tea hangat) 

Setelah menggerak gerakan jari dan komat kamit bibirnya untuk menghitung, Yu Darti menjawab, 

"Sewelas ewu wae" (Sebelas ribu saja) 

Ternyata nikmatnya sarapan saya plus dapat ilmu, plus dapat saudara, plus candaan hingga hilangnya stress di kepala, cuma membayar sebelas ribu saja. 

Itulah enaknya menjadi rakyat jelata. 

Salatiga 081221.70

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun