Saya dikenal sebagai Mas Gojek. Ada pula Pak Ndut, penjual nasi goreng yang jago merias. Pun Mbah No lelaki tua yang setia menemani istrinya berjualan di pasar. Banyak pula laki laki lain, tua muda, berpakaian rapi atau hanya memakai kaos robek robek yang setia nongkrong di warung ini.Â
Para perempuan biasanya hanya disebut Yu. Yu Nah, Yu Yem, Yu Tun dan Yu Yu yang lain. Jika sudah tua mereka akan di panggil Mbok atau Mbah. Kebanyakan dari mereka datang dari desa desa di seputar Salatiga, sehingga panggilan dan namanya masih bernuansa desa.Â
"Lho, arep dikancani kok malah lungo" (Lho, mau ditemani kok malah pergi) kata Mbah No kepada Pak Ndut.Â
" Aku wis wareg Mbah.." (Aku sudah kenyang Mbah) Jawab Pak Ndut sambil beranjak dari tempat duduknya.Â
"Wareg apane.. ngombe teh thok kok iso wareg.." (kenyang apaan, cuma minum teh kok bisa kenyang), balas Mbah No.Â
"Wareg ndelok sing dodol Mbah. Ket mau bokonge megal megol ngulek sambel neng ngarepku.. " ( kenyang melihat penjualnya Mbah. Dari tadi pantatnya goyang goyang membuat sambel di depanku).Â
Tahu dirinya disebut sebut, Yu Ti, demikian nama pemilik warung, langsung nyeletuk, "Sambelku semakin digoyang semakin enak Pak Ndut. Lha iyo tho, sambelku enak tenan..?"
" Yo.. Pancen enak. Soale yen nggawe sambel ora usah nganggo uyah, cukup ketetesan kringete sing nyambel, wis asin roso sambel trasi.." (Ya, memang enak. Soalnya kalau membuat sambel, cukup kena tetes keringat yang bikin, sambelnya sudah asin berasa sambel terasi), saya ikut komentar menambah suasana jadi meriah
"Ha ha ha.. " Kamipun tertawa bersama.Â
Kami adalah kumpulan rakyat jelata. Keakraban yang terjadi tidak didahului dengan perkenalan formal. Cukup nimbrung obrolan tanpa sekat dan membedakan kasta.Â
Bergaul dengan Mbok Mbok pedagang pasar banyak untungnya. Jika musim buah buahan, saya sering memesan mangga, pisang, nangka atau buah lainnya.Â