Mentho/Lentho berbentuk agak gepeng berwarna coklat. Biasanya ada kacang tolo yang terlihat dipermukaannya. Bahannya dari parutan singkong dan kacang tolo yang dihancurkan kemudian digoreng.Â
Satu hal yang memuat saya terkenang sampai saat ini adalah meminta bonus ketika membeli soto. Bonusnya berupa kuah banyak dan kepala ayam kampung jago.Â
"Mbah Marto, nyuwun dudohe sing kathah kaleh ndase ayam". Artinya : Mbah Marto, minta kuah yang banyak dan kepala ayamnya.Â
Saya kemudian mengulurkan rantang loreng hijau sebagai wadahnya. Supaya berhasil memintanya dengan mata dan wajah yang memelas. Waktu itu saya memang masih kecil, masih murid SD.Â
Mbah Martho orangnya baik hati. Jika masih ada kepala ayamnya pasti kami diberi. Kadang satu kadang lebih.Â
Kalau kepala ayamnya hanya satu, saya selalu rebutan dengan kakak. Mulai dari bentak bentakan, sampai tangis tangisan. Pertengkaran dilakukan demi asyiknya ngrikiti (menggerogoti) kepala ayam jago.Â
Namun jangan berharap jika meminta bonus di pagi hari, belum tentu kepala ayamnya diberi. Mungkin kepala ayamnya di rebus lama dulu untuk diambil sari sarinya.Â
Makanya kalau saya beli soto Esto, biasanya siang hari. Waktu yang pas adalah sekitar jam 1 menjelang tutup warung.Â
Bonusnya tidak hanya kepala ayam jago tetapi juga cekernya. Kecambahnya juga sering diberi banyak. Apa ini yang menyebabkan keluarga saya subur beranak? Kecambah kan lambang kesuburan...Â
Kepala ayam Jago soto Esto juga memberi cerita sendiri. Saya tahu pasti itu ayam kampung jago dari jenggernya. Jaman dulu belum ada ayam potong negeri. Semua sajian ayam pasti dari ayam kampung. Itu sebabnya kuliner dulu lebih nikmat dari sekarang. Bumbu dan ayamnya dari bahan alami.Â