Pejabat pemerintah setempat kemudian mengumpulkan para tokoh agama dan masyarakat. Mereka membuat beberapa program untuk mengantisipasi agar konflik tidak terjadi di kecamatan kami.Â
Secara khusus, melihat kedekatan saya dengan para anak muda, Pak Camat meminta saya untuk melakukan melakukan pendekatan kepada mereka.Â
Sebelumnya, dengan berbekal pengetahuan tentang 'Peace Building' (membangun perdamaian), organisasi kami sudah melakukan kegiatan yang melibatkan beberapa suku disana. Kami lakukan lewat olahraga dan budaya.Â
Karena saya banyak dikenal dengan 'anggukan' maka lebih mudah untuk menjembatani pertemuan antar pemuda dari berbagai suku.Â
Saya mendatangi kelompok pemuda dari suku yang berbeda, mendiskusikan pentingnya kerukunan. Biarlah konflik di kabupaten sebelah menjadi konflik mereka, kita tidak perlu terpengaruh dan membela membabi buta. Obrolan dilakukan dalam suasana santai sambil mendengarkan musik metal.Â
Kegiatan ramai ramai yang kami lakukan adalah piknik bersama. Kami pergi ke sebuah pantai hanya untuk bersantai sambil saling berkenalan. Masing masing suku diminta untuk membawa bekal masing masing untuk disantap bersama sama.Â
Saat kami pulang, mereka banyak yang bercerita bahwa acara tersebut sangat asyik karena mereka bisa saling berkenalan. Padahal selama ini mereka sering berpapasan. Berada ditempat yang sama. Tetapi mereka merasa segan karena berbeda suku, bahasa dan agama.Â
Saya tidak tahu apakah karena musik metal yang menyatukan kami. Yang saya tahu, karena anggukan kepala, kami jadi saling kenal dan memahami. Bahwa tak kenal maka tak sayang. Sudah sayang tak mudah terjadi pertikaian.Â
Beberapa waktu kemudian saya harus pamit kepada mereka. Saya memutuskan untuk pulang ke Jawa namun tetap bekerja di organisasi yang sama. Tidak ada lambaian tangan dan linangan airmata.Â
Saya hanya berharap bahwa mereka tetap rukun rukun saja. Menyadari bahwa perang itu tiada guna.Â
Selama beberapa tahun saya masih mengikuti perkembangan situasi di wilayah tersebut.Â