Mohon tunggu...
Sri Handoko Sakti
Sri Handoko Sakti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN STEI RAWAMANGUN JAKARTA

HOBY MUSIC, MEMBACA , HIKING

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gratifikasi sebuah Problema

12 September 2024   00:13 Diperbarui: 12 September 2024   00:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

7. Kode Etik dan Kode Perilaku Penyelenggara Negara

Beberapa lembaga negara memiliki kode etik dan kode perilaku yang mengatur penerimaan gratifikasi oleh para penyelenggara negara. Kode etik ini menjadi panduan bagi penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya dengan integritas dan akuntabilitas.

Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap gratifikasi dan memberikan landasan hukum yang jelas bagi para penyelenggara negara dan pegawai negeri agar dapat menghindari penerimaan gratifikasi yang melanggar hukum. Praktik gratifikasi dalam pemerintahan Indonesia memiliki dampak yang luas dan serius terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut beberapa dampak signifikan yang muncul dari gratifikasi, serta cara penanggulangannya:

  • Korupsi Sistemik Gratifikasi sering kali menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi sistemik, di mana pemberian imbalan atau hadiah kepada pejabat publik dapat memengaruhi keputusan-keputusan penting. Ini berdampak buruk pada kualitas pelayanan publik karena keputusan yang diambil lebih dipengaruhi oleh keuntungan pribadi daripada kepentingan masyarakat.
  • Penurunan Kepercayaan Publik Ketika gratifikasi terjadi secara luas, masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah dan lembaga publik. Mereka akan merasa bahwa penyelenggaraan pemerintahan lebih condong melayani kepentingan pribadi pejabat daripada kepentingan umum. Hal ini dapat mengurangi partisipasi publik dalam proses pemerintahan dan memicu ketidakpuasan sosial.
  • Inefisiensi Birokrasi Praktik gratifikasi sering kali menyebabkan inefisiensi dalam birokrasi. Pegawai negeri yang menerima gratifikasi cenderung memperlambat proses administrasi untuk mendapatkan lebih banyak "imbalan". Akibatnya, pelayanan publik menjadi lamban dan tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
  • Kesenjangan Sosial dan Ekonomi Gratifikasi dapat memperparah kesenjangan sosial dan ekonomi karena sumber daya negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru dialokasikan secara tidak merata. Pejabat yang menerima gratifikasi cenderung memberikan akses kepada kelompok yang mampu memberikan hadiah, sehingga kelompok yang tidak mampu menjadi semakin terpinggirkan.
  • Kerugian Negara Gratifikasi berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara. Aset-aset yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat yang terlibat dalam praktik gratifikasi. Kerugian ini juga berkontribusi pada lambatnya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum Penegakan hukum yang tegas sangat penting dalam menanggulangi gratifikasi. Pemerintah dan lembaga penegak hukum seperti KPK perlu meningkatkan pengawasan serta menegakkan aturan yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gratifikasi yang tidak dilaporkan harus segera diusut, dan pejabat yang terlibat harus diberikan sanksi yang tegas (Katadata).

Sosialisasi dan Pendidikan Anti-Korupsi Edukasi kepada masyarakat dan pegawai negeri sangat penting dalam menekan praktik gratifikasi. KPK sering kali melakukan kampanye dan sosialisasi terkait pentingnya melaporkan gratifikasi dan bahaya korupsi. Program ini harus ditingkatkan, terutama dengan memasukkan materi anti-gratifikasi dalam kurikulum pendidikan.

Sistem Pelaporan Gratifikasi Penyediaan sistem pelaporan gratifikasi yang mudah diakses dan anonim sangat penting dalam mendorong pegawai negeri untuk melaporkan gratifikasi yang mereka terima. Sistem online yang telah dikembangkan oleh KPK, seperti Aplikasi Gratifikasi Online (GOL), dapat dimanfaatkan untuk mempercepat proses pelaporan dan pengawasan.

Transparansi dalam Administrasi Publik Meningkatkan transparansi dalam administrasi dan pengambilan keputusan dapat mengurangi peluang terjadinya gratifikasi. Misalnya, proses tender atau pengadaan barang dan jasa harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipantau oleh publik. Hal ini akan mencegah terjadinya praktik gratifikasi dalam proyek-proyek pemerintah.

Penguatan Etika dan Kode Perilaku Pejabat Publik Setiap pejabat publik harus tunduk pada kode etik dan kode perilaku yang mengatur penerimaan gratifikasi. Lembaga pemerintah perlu memastikan bahwa setiap pejabat memahami dan mematuhi aturan tersebut. Penerapan sanksi etik yang tegas juga perlu dilakukan bagi mereka yang melanggar kode etik. Dengan mengatasi masalah gratifikasi melalui pendekatan regulasi, pendidikan, dan transparansi, diharapkan praktik ini dapat diminimalisir dan pemerintahan yang lebih bersih dan akuntabel dapat terwujud di Indonesia.

Diakhir pmerintahan presiden Jokowi Isu mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang "dikerdilkan" atau dianggap mengalami penurunan kekuatan di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berkaitan dengan sejumlah perubahan dan kebijakan yang diambil dalam beberapa tahun terakhir. Puncak dari permasalahan berawal dari kasus perjalanan Kaesang sana anak presiden sebagaimana disebutkan di atas memberi ruang kepada publik dan masyarakat luas untuk mempertegas dan mempermasalah kebijakan gratifikasi ini apalagi kemudian dikaitkan dengan fungsi KPK sebagai Lembaga yang dianggap berpihak kepada pemerintah dibandingkan dengan rakyat.   Beberapa hal utama yang sering disebut-sebut sebagai bentuk pengkerdilan Lembaga KPK ini adalah :

  • Revisi Undang-Undang KPK (UU No. 30 Tahun 2002): Pada tahun 2019, terjadi perubahan signifikan dalam UU KPK melalui UU No. 19 Tahun 2019. Perubahan ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai upaya untuk mengurangi kewenangan KPK. Beberapa perubahan yang dianggap kontroversial antara lain:
  • Pembentukan Dewan Pengawas dimana Dewan Pengawas diberi wewenang untuk mengawasi dan menilai tindakan KPK, termasuk hak untuk memberikan nasihat dan peringatan. Hal ini dinilai dapat menghambat independensi KPK.
  • Pembatasan Penyadapan dimana Perubahan ini mengatur lebih ketat mengenai penggunaan alat penyadapan, yang dianggap dapat membatasi kemampuan KPK dalam melakukan penyelidikan.
  • Kewenangan Penyidikan: Perubahan juga mempengaruhi kewenangan penyidikan dan penuntutan, yang dianggap dapat mempengaruhi efektivitas penegakan hukum oleh KPK.
  • Proses Seleksi Pimpinan KPK dan Pengangkatan pimpinan KPK di bawah pemerintahan Jokowi dilakukan melalui mekanisme yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Proses ini seringkali mendapat kritik karena dianggap tidak sepenuhnya transparan atau karena calon pimpinan yang terpilih dianggap tidak memiliki rekam jejak yang memadai dalam pemberantasan korupsi.
  • Kasus-Kasus Kontroversial pada beberapa kasus atau keputusan yang diambil oleh KPK dalam beberapa tahun terakhir juga sering menjadi sorotan. Ada yang berpendapat bahwa adanya intervensi politik atau tekanan terhadap KPK mempengaruhi kinerjanya dalam menangani kasus-kasus besar.
  • Isu Pendanaan dan Sumber Daya dimana ada kekhawatiran mengenai alokasi anggaran dan sumber daya untuk KPK yang dianggap tidak memadai, yang dapat mempengaruhi kemampuan KPK dalam menjalankan tugasnya secara efektif.

Beberapa perubahan dan isu tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pengamat anti-korupsi bahwa KPK mungkin mengalami penurunan kekuatan dan efektivitas dalam melawan korupsi. Pemerintah dan pendukung perubahan, di sisi lain, berpendapat bahwa perubahan tersebut diperlukan untuk meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi KPK. Dalam pemerintahan baru nanti masyratakat banyak berharap terhadap pemberantasan korupsi dan penyalah gunaan jabatan. Memang dibutuhkan keberanian pemipin Prabowo untuk memberantasnya, sehingga kredibiltas negara kita akan meningkat dan

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun