Mohon tunggu...
Sri Handoko Sakti
Sri Handoko Sakti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN STEI RAWAMANGUN JAKARTA

HOBY MUSIC, MEMBACA , HIKING

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gratifikasi sebuah Problema

12 September 2024   00:13 Diperbarui: 12 September 2024   00:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Masa Orde Lama (1945-1966)

Pada masa awal kemerdekaan, penegakan hukum terkait korupsi, termasuk gratifikasi, belum menjadi prioritas utama. Pemerintahan lebih fokus pada upaya membangun negara yang baru merdeka, dan isu-isu gratifikasi serta korupsi belum mendapatkan perhatian besar. Namun, praktik gratifikasi sudah mulai muncul dalam lingkungan birokrasi dan pemerintahan, meskipun belum ada regulasi yang spesifik mengaturnya.

2. Masa Orde Baru (1966-1998)

Pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, korupsi dan gratifikasi semakin meluas dan menjadi bagian dari sistem birokrasi. Meskipun pemerintah Orde Baru membentuk berbagai badan anti-korupsi, seperti Komisi Empat (dibentuk tahun 1970) dan Operasi Tertib (Opstib) pada 1977, penanganan korupsi termasuk gratifikasi tidak efektif karena adanya pembiaran dan keterlibatan elite politik serta militer. Pada era ini, gratifikasi dalam bentuk pemberian hadiah kepada pejabat negara sering kali menjadi praktik yang umum, bahkan seolah-olah dilegalkan dalam praktik birokrasi. Banyak pejabat negara menerima pemberian berupa uang, barang, atau fasilitas lainnya sebagai imbalan atas layanan yang diberikan.

3. Reformasi (1998-sekarang)

Reformasi 1998 menjadi titik balik dalam upaya penanganan korupsi, termasuk gratifikasi. Krisis ekonomi dan jatuhnya Orde Baru membuat masyarakat menuntut pemerintahan yang bersih dari korupsi. Periode ini ditandai dengan berbagai reformasi hukum dan kebijakan anti-korupsi, termasuk pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.

4. Pembentukan Regulasi Khusus tentang Gratifikasi

Setelah KPK didirikan, gratifikasi menjadi salah satu fokus utama dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK memperkenalkan pengaturan khusus terkait gratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang ini, gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan tidak dilaporkan dalam jangka waktu 30 hari dianggap sebagai suap dan masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Untuk mendukung hal ini, KPK juga mengeluarkan berbagai panduan dan pedoman terkait pelaporan gratifikasi, termasuk kewajiban bagi penyelenggara negara untuk melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang mereka terima. Ini merupakan langkah penting dalam menciptakan pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.

5. Pelaporan Gratifikasi dan Pendidikan Publik

Seiring dengan perkembangan teknologi, KPK memperkenalkan sistem pelaporan gratifikasi secara online yang mempermudah penyelenggara negara dalam melaporkan pemberian yang diterima. Selain itu, KPK terus melakukan kampanye edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan penyelenggara negara tentang pentingnya pelaporan gratifikasi.

KPK juga mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan gratifikasi yang diterima pejabat negara. Hal ini bertujuan untuk membangun budaya anti-korupsi yang lebih kuat dan mengurangi praktik gratifikasi dalam pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun