Mohon tunggu...
Sri Handoko Sakti
Sri Handoko Sakti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN

HOBY MUSIC, MEMBACA , HIKING

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi, antara Harapan dan Kenyataan

9 September 2024   21:27 Diperbarui: 9 September 2024   21:27 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabinet Koalisi: Misalnya, Kabinet Sjahrir (1945-1947) dan Kabinet Hatta (1948-1949) yang didukung oleh koalisi partai besar seperti PNI, Masyumi, dan PKI. Namun, ketidakstabilan politik akibat koalisi yang mudah pecah menjadi salah satu faktor yang mendorong peralihan ke sistem presidensial pada 1959.

2. Era Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Pada tahun 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mengembalikan Indonesia ke UUD 1945, yang secara efektif mengubah sistem pemerintahan menjadi presidensial. Pada masa ini, koalisi politik formal tidak lagi memainkan peran penting karena peran dominan Sukarno yang menggabungkan kekuatan politik dalam "Nasakom" (Nasionalis, Agama, Komunis). Nasakom menjadi bentuk "koalisi ideologis" antara tiga elemen utama dalam politik Indonesia saat itu: nasionalis, agama, dan komunis.

3. Era Orde Baru (1966-1998)

Pada era Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, sistem politik di Indonesia didominasi oleh Golongan Karya (Golkar) yang berkuasa hampir tanpa oposisi. Koalisi partai-partai hampir tidak ada karena sistem politik yang sangat terpusat dan terkontrol oleh negara. Partai-partai politik yang ada, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), tidak memiliki ruang untuk membentuk koalisi yang efektif. Pada masa ini, Golkar lebih berfungsi sebagai mesin politik negara.

4. Era Reformasi (1998-sekarang)

Setelah jatuhnya Soeharto pada 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang ditandai dengan liberalisasi politik, kebebasan pers, dan multipartai. Sistem politik kembali membuka ruang bagi koalisi antarpartai, terutama dalam pemilihan presiden dan parlemen. Pemilu pertama pada era reformasi 1999 diikuti banyak partai, dengan lima partai besar: PDI-P, Golkar, PKB, PAN, dan PPP. Pada pemilu ini, PDI-P memenangkan suara terbanyak, tetapi karena sistem presidensial, Megawati Soekarnoputri harus membentuk koalisi dengan partai-partai lain untuk membangun dukungan politik. Sejak pemilihan presiden langsung dimulai pada 2004, koalisi partai menjadi sangat penting untuk mendukung calon presiden. Koalisi dibentuk untuk memobilisasi dukungan dari berbagai partai, mengingat tidak ada satu partai yang bisa meraih mayoritas suara.

Koalisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY): Pada pemilu 2004 dan 2009, SBY membentuk koalisi dengan partai-partai seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PAN. Koalisi ini membantunya memenangkan pemilu dua kali. Kemudian ke dua adalah Koalisi Jokowi yang pada pemilu 2014 dan 2019, Jokowi membentuk koalisi yang solid dengan partai-partai besar seperti PDI-P, Partai Golkar, dan NasDem. Koalisi besar ini memungkinkan pemerintahan Jokowi memiliki stabilitas politik yang lebih baik. Di parlemen sendiri  koalisi tetap menjadi alat penting untuk meraih kekuasaan. Partai-partai yang gagal memenangkan pemilihan presiden biasanya membentuk koalisi oposisi untuk menyeimbangkan kekuasaan.

5. Perkembangan Koalisi di Masa Kini

Koalisi politik di Indonesia pada masa kini ditentukan oleh kalkulasi strategis, terutama terkait dengan Pemilu 2024. Partai-partai terus membangun koalisi baik untuk mendukung calon presiden maupun untuk mengamankan kursi di DPR. Tren koalisi yang ada saat ini lebih pragmatis daripada ideologis, di mana partai-partai sering berkoalisi untuk mencapai tujuan politik jangka pendek, termasuk memperoleh kekuasaan eksekutif.

Koalisi dalam pemerintahan sendiiri memiliki berbagai dampak yang dapat mempengaruhi stabilitas dan efektivitas pemerintahan. Berikut adalah beberapa dampak negatif dan positif dari koalisi itu sendiri, diantaranya adalah :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun