Mohon tunggu...
Sri Fatma Hidayah
Sri Fatma Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Saya mulai senang menulis sejak SMP dan mulai memiliki kehendak untuk mengembangkan ketika masuk dunia perguruan tinggi. Saya memiliki ketertarikan dengan topik topik seperti sastra, bahasa, budaya, sosial hingga pendidikan. Melalui blog ini, saya ingin membagikan tulisan-tulisan saya untuk dapat dibaca lebih banyak pihak dan untuk saling bertukar pikiran dan opini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konon Sial, Pernikahan Anak Kesatu dan Ketiga: Sebuah Pementasan Drama oleh Mahasiswa Satrasia UPI

26 Juni 2023   11:45 Diperbarui: 26 Juni 2023   12:03 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eyang Ajeng yang begitu memegang kepercayaan masyarakat Jawa tentang petaka bagi anak pertama dan ketiga menikah mengakibatkan Ajeng dan Bima memutuskan untuk pergi dan hidup berdua tanpa sosok keluarga. Hidup serba sederhana harus Ajeng rasakan ketika memutuskan untuk tinggal berdua hanya dengan Bima, tetapi Ajeng tidak pernah mengeluhkan hal itu, meski kehidupannya dahulu serba mewah dan berkecukupan bersama keluarganya. Cintalah yang selalu hadir dan menguatkan mereka.

Tak lama setelah berita kehamilan Ajeng, Bima jatuh sakit dan meninggal dunia. Bima meninggalkan Ajeng, calon bayinya dan keluarganya. Ajeng diliputi perasaan sedih, rindu, dan sepi. Namun, karena cintanya pada sang suami- Bima, ia tetap berusaha menjalani hidupnya dengan baik, menjaga kandungannya dengan sepenuh hati, selalu mengenang dan tetap mencintai Bima hingga tak terbatas ruang dan waktu.

Tokoh dan Aktor

Pementasan drama Siji dan Telu" ini memiliki tiga belas tokoh dari mulai tokoh inti, hingga tokoh-tokoh pendukung. Diajeng Sekar Ayu dan Bima Setiadi merupakan pemeran utama yang menjadi pusat atau center cerita drama ini. Mereka adalah sepasang kekasih yang diceritakan mendapat petaka imbas dari keputusan mereka melanggar aturan adat Jawa. Aktor yang memerankan tokoh Ajeng tampak begitu serasi dengan Bima. Tokoh Ajeng diperankan oleh perempuan tinggi, cantik dengan badan yang bagus. Serasi dengan tokoh Bima yang juga diperankan oleh laki-laki yang berperawakan tinggi, tampan, bersuara berat, dan tampak begitu dewasa. Ketika salah seorang penonton bertanya mengapa mereka bisa begitu serasi di atas panggung, mereka mengaku telah berlatih membangun chemistry sejak awal memulai latihan berbulan-bulan yang lalu. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama, seperti ketika jam makan siang, mereka sering menyegajakan untuk menghabiskan makan siang berdua, semata-mata untuk menumbuhkan chemistry antara keduanya.

Kemudian yang tak kalah penting, tokoh inilah yang menjadi kunci dari awal mula kemunculan konflik dalam drama ini. Eyang, sosok yang dituakan di keluarga Diajeng Sekar Ayu yang tidak lain merupakan neneknya sendiri. Diceritakan bahwa tokoh Eyang ini begitu memegang teguh kepercayaan masyarakat Jawa, sehingga keluarga Ajeng cenderung kolot. Hal inilah yang menjadi alasan megapa keluarga besar Ajeng tidak merestui pernikahan Ajeng dan Bima. Aktor yang memerankan tokoh Eyang begitu piawai memerankan sosok wanita tua bertongkat yang teguh pendirian dan sudah sakit-sakitan. Ia mahir mengubah suaranya agar dapat menyerupai suara seoarang perempuan tua.         Bima merupakan anak sulung yang memiliki saudara perempuan bernama Bintari. Bintari ternyata juga merupakan sahabat dekat Ajeng. Bintarilah satu-satunya saudara yang masih terus menjalin hubungan dengan Ajeng dan Bima. Bintari pula yang menjadi sarana penyampaian berita ketika Ajeng hamil. Hanya Bintari lah yang dapat mengerti dan tidak menentang hubungan pernikahan Ajeng dan kakaknya.  

Lalu ada Ayah Ajeng yang selalu dipanggil dengan sebutan Romo. Bersama dengan Ibu Ajeng yang selalu bijaksana dalam mengambil keputusan. Ayah dan Ibunya Ajeng merupakan orang tua yang bijak dan dewasa. Namun, Ibu Ajeng memiliki trauma yang disebabkan oleh peristiwa kehilangan putranya yang kedua. Ketika ada hal yang memancing ingatannya, ia bisa menjadi sangat histeris bila kembali mengingat musibah itu.

Selain dari tokoh-tokoh ini, masih banyak tokoh pendukung cerita, seperti Bude Ajeng, Mas Salah, Ibunda Bima, Pak RTdan lain-lain. Setiap tokoh dalam drama ini memiliki karakternya masing-masing. Dan para aktor berhasil menyampaikan karakteristik setiap tokoh kepada para penonton.

Sebagian besar aktor yang bukan berasal dari keluarga Jawa atau tidak berdomisili di sana, mengaku kesulitan saat mencoba bertutur dengan aksen Jawa. Namun, seluruh pemain dan tim saling bekerja sama untuk membiasakan diri untuk menggunakan bahasa Jawa dalam bercakap sehari-hari selama masa latihan berlangsung. Inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan mereka menampilkan persembahan drama bernuansa budaya Jawa.  

Kerja sama para aktor yang bersinergi menuangkan setiap detail ide dalam naskah ke dalam set panggung pertunjukan patut diacungi jempol.

Alur

Naskah ini beralur konvensional. Alur maju dalam drama ini membuat pementasan drama mudah dipahami para penonton. Setiap babak dipentaskan dengan runtut/progresif mulai dari babak awal, tengah sampai akhir. Alur cerita berkembang secara linier dari mulai babak awal yang memperkenalkan para tokoh dengan implisit menggunakan metode dramatik, lalu masuk ke babak di mana mulai muncul konflik hingga terakhir, babak resolusi.

Karena drama ini dibawakan secara kronologis, penonton dapat mengikuti perkembangan cerita dan dapat dengan mudah terlibat secara emosional ke dalam cerita. Penonton juga dapat menangkap perkembangan atau transformasi karakter, konflik, dan resolusi secara runtut. Alur ini juga memungkinkan penonton untuk memahami adanya hubungan sebab-akibat dalam cerita, sehingga dapat memberikan pengalaman yang memuaskan dalam menyaksikan pementasan drama.

Latar dan Properti

Latar dalam pertunjukkan drama ini berupa set panggung yang telah dirancang sedemikian rupa supaya dapat sesuai dengan latar yang tertulis dalam naskah dramanya. Latar mencakup elemen visual dan fisik yang mendukung atau mewakili tempat dan waktu di mana adegan drama tersebut terjadi. Drama ini menggunakan tiga latar tempat saja yang hanya dibedakan oleh elemen properti seperti pintu, gorden, furniture dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun