Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Masih Tetap Menunggu

3 Februari 2022   18:56 Diperbarui: 3 Februari 2022   19:00 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber gambar:https://3.bp.blogspot.com/

"Brak".....Inaya membanting pintu kamarnya. Dia benamkan kepalanya diatas bantal diatas tempat tidurnya sambil sesenggukan menangis. Dia tengkurap. Air mata mengucur deras dari kedua matanya.

Dia mengutuk dirinya sendiri. Dia juga benci kepada dirinya sendiri, kenapa dia tidak berterus terang kepada Farid perihal perasaannya. Dia begitu memegang teguh prinsip, jika seorang wanita tabu bila harus mengungkapkan perasaan suka serta cintanya kepada lawan jenisnya. Selama ini dia hanya menunggu. Ya, dia selalu menunggu suatu saat Farid akan mengungkapkan perasannya juga kepada Inaya.

Ibunya yang sedang memasak didapur kaget mendengar pintu kamar yang dibanting.

"Inaya...," panggil ibunya.

"Kamu kenapa?," lanjutnya

Meskipun mendengar panggilan ibunya, tapi Inaya sengaja tidak menyahutnya. Inaya takut bila ibunya akan mengkhawatirkannya.

Pikiran Inaya kembali melayang ke peristiwa beberapa tahun yang lalu. Awal perkenalan Inaya dengan Farid. Saat itu Farid datang melamar ke tempat Inaya bekerja. Penampilan Farid yang sederhana serta rapi cukup menyita perhatian Inaya. Rambutnya pendek dengan sedikit poni diatas keningnya. Sesekali dia menyibakkan rambut poninya yang agak panjang. Inaya senang sekali mencuri pandang, memandangi Farid yang sedang berbicara. Farid adalah seorang lelaki gentle lulusan pergurun tinggi ternama di kota Surabaya.

Yang terjadi selanjutnya adalah, antara Farid dan Inaya laksana dua sejoli. Dimana ada Farid bisa dipastikan disitu pasti ada Inaya. Saat istirahat, saat makan, mereka selalu berdua. Inaya sudah merasa sangat nyaman saat menghabiskan waktu berdua.

Farid seringkali bercerita tentang keluarganya, kehidupannya, juga masa kecilnya. Inaya sering hanya sebagai pendengar setia dan selalu mendengarkan semua curhat yang dilontarkan Farid. Inaya sungguh salut atas ketegaran Farid. Ternyata Farid terlahir dari keluarga broken home. Ayah dan ibunya bercerai saat Farid masih balita. Farid ikut ayahnya, sedangkan adik satu-satunya ikut ibunya. Farid tinggal bersama seorang ibu tiri. Meskipun tidak sekejam dalam film-film, tapi tentu tidak sama antara kasih sayang seorang ibu kandung dengan ibu tiri.

Inaya sudah sangat mengenal keluarga Farid, meskipun hanya dalam cerita.

Selama dua tahun mereka bersama dalam satu tempat kerja. Sesuatu yang buruk terjadi pada tempat kerja mereka, hingga harus di take over oleh owner yang lain. Owner yang baru memberi kesempatan kepada seluruh karyawan, untuk tetap bekerja bersama mereka atau memilih untuk keluar.

Hingga suatu hari.

"In, aku memutuskan untuk pulang ke Surabaya," ucap Farid suatu pagi.

"Ayah menginginkan aku pulang dan bekerja disana," lanjutnya.

Inaya terdiam. Hingga dipenghujung kebersamaan mereka, tak ada satu komitmenpun terucap.

"Pulanglah, kalau itu memang sudah menjadi tekad dan keputusanmu," jawab Inaya.

"Kamu sendiri bagaimana?,"tanya Farid.

"Aku akan mencoba bertahan untuk sementara waktu dulu. Aku lihat bagaimana nanti," lanjutnya.

Dan benar, keesokan harinya, Farid pamit untuk pulang ke kampung halamannya. Inaya mengantar Farid sampai ke terminal bus kota.

Inaya masih bertahan ditempat kerjanya selama enam bulan. Dan memang, Inaya merasa hari-harinya hampa tanpa ada Farid didekatnya. Komunikasi masih intens mereka lakukan. Mereka masih sering telfon, whatsapp maupun video call.

Dan, akhirnya, Inaya juga memutuskan untuk pulang. Tak lupa Inaya menyampaikan kepada Farid serta pamit kepadanya...........

Hari-hari pertama dirumah dijalaninya dengan rasa membosankan. Inaya belum menemukan pekerjaan yang sesuai dengan minat serta kompetensinya. Dan, akhirnya, terbersit dalam fikirannya untuk membuka les privat bagi siswa mulai SD sampai SMA. Cukup menyenangkan. Hatinya sedikit terhibur. Setiap akhir pekan mereka menyempatkan diri untuk saling say hello.

Suatu pagi..

"Kring...."

Terdengar dering telefon genggam milik Inaya.

"Hallo..." terdengar suara di seberang.

"Hai," sapa Inaya dengan riang. Suara yang sudah seminggu ini dinanti akhirnya muncul juga.

Inaya enggan menelfon Farid terlebih dahulu, karena lagi-lagi demi rasa gengsinya.

"Gimana kabarnya, Naya?," suara diseberang menyapa.

"Aku baik-baik saja," Jawab Inaya senang.

"InsyaAllah besuk aku sudah mulai bekerja," suara Farid memberi kabar.

"Syukur alhamdulillah. Aku ikut senang mendengarnya,"jawabku.

Dan...hari-hari berlalu. Inaya menunggu hari demi hari. Yang dinanti tak pernah lagi memberi kabar.

Bulan demi bulan. Dan tahunpun berganti. Sudah genap dua tahun Inaya menanti, tapi tak pernah ada berita diterimanya. Sampai datang seorang lelaki yang berniat mengkhitbahnya. Hati Inaya belum bisa melupakan Farid seutuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun