Mohon tunggu...
Sri Dewi
Sri Dewi Mohon Tunggu... Konsultan - Nama Sri Dewi

Nama Sri Dewi tempat tgl lahir Bagan Batu 09 Oktober 1997, hobi membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Buku "Filsafat Teras" sebagai Tamparan Keras untuk Mental Tangguh Masa Kini

11 Agustus 2022   06:18 Diperbarui: 11 Agustus 2022   06:27 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku yang kini diterjemahkan dan di sederhanakan oleh seorang penulis asal Indonesia HENRY MANAMPIRING yaitu BUKU FILOSOFI TERAS ini berasal dari YUNANI ROMAWI KUNO, yang juga sebuah buku filsafat. 

Dengan gaya bahasa nya yang nyentrik dan sederhana sehingga mudah untuk dipahami. Tidak heran membuat buku ini pernah menjadi salah satu buku yang laris di pasaran bahkan buku ini pernah dijuluki sebagai NATIONAL BEST SELLER. 

Seperti sebuah kalimat yang ampuh di dalam dunia Coppywriting  berbunyi " JIKA TULISAN MENCIPTAKAN PERSEPSI GAMBAR MENGHASILKAN ILUSTRASI "

Buku ini sepertinya sangat ideal karena selain tulisannya yang sangat berkesan namun di dalamnya juga dilengkapi dengan sebuah gambar yang membuat imajinasi kita semakin terasah, sembari membayangkan gambar tersebut. 

Yang paling menarik Ketika kita membuka halaman buku ini kita disuguhkan dengan kalimat pertama yang berbunyi " If you live according to what other think, you will never be rich." Kurang lebih begini artinya "Jika anda hidup sesuai dengan apa yang difikirkan orang lain, anda tidak akan pernah kaya."  

Wah terdengar tajam memang baru baca sudah ada sindiran keras tapi ya jika di pikir-pikir ada benar nya juga, banyak dari kita yang terkadang apa yang kita yang lakukan berdasarkan persepsi dari orang lain seperti kita tidak punya keyakinan apa yang kita lakukan tanpa mendengar dari pandangan orang lain. Kita merasa takut salah langkah alhasil kita jadi tidak percaya diri dengan kemampuan yang kita miliki. Alih-alih menyalahkan diri sendiri.

DI BAB PERTAMA Buku ini membahas mengenai Survei Khawatir Nasional atau The Cost of Worrying.

Berdasarkan Survei khawatir Nasional, banyak dari kita yang merasa khawatir dalam menjalani hidup, dengan dua dari tiga responden merasa khawatir secara umum. 

Baik berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar salah satu contohnya yaitu kecemasan yang kita alami baik karena masalah ekonomi maupun social politik. 

Karena sejatinya kondisi psikis berkaitan dengan kesehatan tubuh kita.  Jika dalam menjalani aktivitas kita didalam keseharian kita terbiasa hidup dengan cemas  dan stress untuk jangka waktu yang cukup panjang, maka tubuh kita juga beradaptasi dengan rentang waktu tersebut.

DI BAB KEDUA Buku ini membahas mengenai Sebuah Filosofi yang Realistis.

Mungkin banyak orang beranggapan bahwa buku filsafat itu sangat bertentangan dengan islam ataupun agama tertentu selain semua nya bersifat semu dan semua pandangan nya sangat bertentangan dengan Alam, namun tidak demikian dengan buku Filosofi Teras meskipun bagian dari sebuah filsafat atau sering disebut Stoisisme namun buku ini sangat relevan dengan kondisi manusia zaman sekarang. Dan sebagai sebuah filsafat Stoisisme bisa melengkapi cara kita menjalani hidup meskipun Stoisisme juga bukan agama kepercayaan. 

Stoisisme mengandung banyak ajaran dan nilai-nilai universal yang sering kita dengar dari filosofi lainnya, baik nilai budaya maupun agama. 

Selain itu tujuan dari Filosofi Teras yaitu meskipun kita hidup dengan segala emosi negatif namun bisa untuk dikendalikan, dan hidup dengan kebajikan (virtue /arte) atau bagaimana kita hidup dengan sebaik-baik nya manusia.

DI BAB KETIGA ini membahas Hidup Selaras dengan Alam. Dapat disimpulkan bahwa jika manusia ingin menginginkan hidup yang lebih baik maka manusia harus hidup selaras dengan alam. 

Hidup selaras dengan Alam yang dimaksud yaitu kita harus sebaik-baiknya menggunakan nalar, akal sehat, rasio, karena itulah yang membedakan manusia dengan hewan. 

Filosofi Teras percaya bahwa segala sesuatu di Alam ini saling terkait (Interconnected), termasuk yang di dalamnya dan segala peristiwa yang terjadi di dalam hidup kita. 

Melawan atau mengingkari apa yang telah terjadi artinya keluar dari keselarasan dengan Alam. Dan keluar dari keselarasan dengan Alam adalah pangkal dari sebuah ketidakbahagiaan.

DI BAB KEEMPAT Ada Dikotomi Kendali yang dapat disimpulkan untuk belajar tidak mengingini hal-hal yang diluar kendali. Karena segala hal diluar kendali kita adalah indifferent, tidak berpengaruh terhadap baik tidaknya hidup kita. 

Sebagian dari indifferent ini lebih diinginkan (preferred), sebagian lagi tidak diinginkan (unpreferred). Tetap waspada dengan Tirani Opini orang lain akan hidup kita. 

Mengerti dikotomi kendali tidak sama dengan pasrah pada nasib. Baik tidaknya hidup kita hanya bisa dinilai dari hal-hal dibawah kendali kita. Iya meskipun kita tahu bahwa Kekayaan, Kesehatan, Kecantikan, Ketenaran, bisa kita usahakan, namun tidak menjamin untuk tidak diambil dari hidup kita karena semua itu hanyalah sebuah titipan yang kapan pun bisa diambil kepada sang pemiliknya.  

DI BAB KELIMA Membahas Mengenai Mengendalikan Interpretasi dan Persepsi. Iya karena pada dasarnya manusia kerap kali disusahkan bukan oleh hal-hal atau peristiwa yang terjadi, tetapi berdasarkan sebuah opini yang muncul dari fikiran kita akan sebuah peristiwa yang terjadi menimpa kita. 

Pernahkah ketika kita mengalami sebuah peristiwa yang tidak kita inginkan, sering timbul sebuah penilaian otomatis yang muncul, dan jika tidak rasional, maka penilaian otomatis ini memicu emosi negatif.  

Namun kita memiliki kemampuan untuk tidak menuruti penilaian /value judgment otomatis tersebut, kita mampu menganalisis sebuah peristiwa /objek dengan rasional, khususnya untuk memisahkan antara yang fakta objektif dari penilaian /opini subjektif kita.  

Dan sebuah jurus jitu yang saya ingat di Bab ini yaitu langhkah-langkah dengan kalimat S-T-A-R ( Stop-Think & Assess-Respond ) yang dapat kita praktikan saat kita mulai merasakan emosi negative. Selamat mencoba ya. . . . .

DI BAB KEENAM Ini membahas mengenai Memperkuat Mental bagaimana kekhawatiran dan kecemasan kita lebih banyak yang akhirnya tidak terjadi, ada banyak hal-hal negatif Dallam hidup ini yang sebenarnya remeh dan tidak perlu dibesar-besarkan. 

Premeditatio malorum adalah teknik memperkuat mental dengan membayangkan semua kejadian buruk yang mungkin terjadi dalam hidup kita. Yang artinya bagaimana kita menyikapi semua kejadian yang terjadi dalam hidup kita ini tetapi tetap berfikit rasional.  

Gue jadi contoh begini ketika kamu sedang makan buah ketimun tapi tanpa terasa kamu mendapatkan rasa yang sangat pahit meskipun kamu sudah berhati-hati untuk memilih buah mentimun tersebut tapi masih ada saja kamu kedapatan. 

Jika kamu berfikir secara rasional kamu tidak akan menyalahkan kenapa kamu dapat buah tersebut, mungkin saja kamu bisa langsung membuangnya tanpa harus mengomel-ngomel sendiri.

DI BAB KETUJUH Membahas mengenai Hidup di antara Orang yang menyebalkan. Filosofi Teras sangat menaruh perhatian pada hubungan antarmanusia. Karena para filsuf Stoa percaya bahwa nature manusia adalah makhluk social. 

Namanya juga dalam kehidupan social kita kerap ditemukan dengan orang-orang yang membuat kita marah atau kecewa. Jika kamu merasa tersinggung dengan sikap atau perbuatan orang lain terhadap kamu. Itu sepenuhnya salah kita sendiri. 

Orang yang melakukan perbuatan menyebalkan karena tidak tahu (ignorant), justru seharusnya dikasihani dan diajari, bukan dimarahi. Karena kemarahan itu lebih merusak daripada kemarahan itu sendiri.

DI BAB KEDELAPAN Menghadapi Kesusahan dan Musibah. Dalam Filosofi Teras "Musibah dan Kesusahan adalah opini / value judgement ynag ditambahkan oleh kita. 

Meskipun musibah, bencana, dan kesusahan yang sering menimpa sering kali berada diluar kendali kita, respon kita atasnya sepenuhnya ada ditangan kita sendiri. Filsuf Stoa melihat kesusahan sebagai sumber kekuatan.

DI BAB KESEMBILAN Menjadi Orang Tua. Tidak sedikit di zaman sekarang yang masih usia remaja sudah menyandang sebagai orang tua. Lebih tepatnya Mama muda ada yang berhasil ada pula yang gagal, semua tergantung dari bagaimana seseorang itu mau belajar mengontrol emosi dan mengendalikan diri dari egois. Wajar kelabilan itu tidak bisa dipungkiri pada  usia remaja. 

Di bab ini mengingatkan dengan sang penulis sendiri iya. 10 tahun yang lalu saya hidup dalam penuh kebimbangan dan berusaha untuk mencari jati diri. Terlahir dari keluarga Broken Home bukanlah pilihan yang saya inginkan. 

Berpisah dari orang tua juga bukan hal yang saya impikan. Hidup harus menumpang ditempat orang juga bukan sebuah harapan. Hidup disepelekan dan direndahkan mungkin jadi kenangan yang tidak terlupakan. 

Semua kejadian dan peristiwa yang terjadi dalam hidup Saya berasal dari luar kendali saya. Mungkin saya berhak marah kala itu dan menyalahkan sang pencipta kenapa saya harus terlahir kedunia ini jika harus mengalami ini semua. 

Berjalan nya waktu saya menyadari bahwa saya bisa kok tumbuh seperti anak-anak lain nya meski tanpa dapat kasih sayang langsung dari orang tua. Saya mencoba melakukan hal-hal yang positif salah satunya  mengikuti kegiatan keagamaan. Dan ekstrakulikuler lainnya. 

Saya mencoba untuk selalu berfikir positif dan jadi orang yang menyenangkan. Justru dengan sikap yang saya tunjukan menjadi karakter diri saya. 

Bahkan orang-orang disekeliling saya sangat menyukai kehadiran saya. Dan bahkan banyak orang yang ingin mengangkat saya sebagai anak dan keluarga mereka. 

Prestasi disekolah juga membuat orang-orang tercengang dan tidak percaya bagaimana mungkin anak seorang broken home bisa berprestasi dan memiliki sikap yang baik. Mungkin sedikit saya simpulkan dari pengalaman yang saya alami sendiri. 

Sejak kecil saya selalu memperhatikan apapun yang dilakukan oleh orang tua saya, yang saya tahu ibu saya adalah orang yang rajin, cerdas, mandiri, energik, ramah, dan suka bersosialisasi, mudah berbaur. Dan yang saya lihat Ayah saya adalah orang yang sangat rapih, Baik, sangat dermawan. 

Namun tidak ada rumah tangga yang berjalan sempurna. Akan ada sisi dalam kekurangan nya. Apalagi jika ada orang ketiga dalam sebuah rumah tangga mungkin berpisahlah adalah jalan satu-satunya jika tidak ingin dipoligami. 

Namun ketika orang tua saya berpisah tidak sedikitpun saya kehilangan kasih sayang dari ibu saya. Begitu banyak nasehat yang diberikan oleh Ibu saya kepada anak-anaknya. 

Mulai dari hal sederhana hingga hal yang mungkin belum pantas kami pelajari sebagai anak-anak yakni Kehidupan yang keras. Sejak saat itu saya bertekad bahwa saya harus menjadi orang yang pemberani. tidak mudah menyerah. 

Dan saya juga tidak akan menyalahkan kedua orang tua saya mengapa harus berpisah. Dan lebih menerima semua itu berasal dari dalam kendali saya. Itulah yang dinamakan Persepsi dan pengendalian diri di dalam bukunya yang berjudul Filosofi Teras.

Sumber diambil dari Buku filosofi teras dan diadaptasi oleh penulis dengan bahasa sendiri yang seadanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun