Merangkum pendapat Goleman, Izard dan Ackerman, Le Doux,
(Hansen & Zambo 2007) emosi adalah perasaan yang secara fisiologis dan
psikologis dimiliki oleh anak dan digunakan untuk merespons terhadap
peristiwa yang terjadi disekitarnya. Emosi bagi anak usia dini merupakan
hal yang penting, karena dengan emosi anak dapat memusatkan
perhatian, dan emosi memberikan daya bagi tubuh serta mengorganisasi
pikir untuk disesuaikan dengan kebutuhan.
Menurut Suyadi (2010), perkembangan sosial adalah tingkat jalinan
interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman
bermain, hingga masyarakat secara luas. Entri poin dalam pendapatnya,
Suyadi menekankan pentingnya pembekalan interaksi yang baik kepada
anak dalam bersosial bersama orang-orang di sekitarnya.
Senada dengan pendapat di atas, Masganti Sitorus (2017)
menerangkan bahwa perkembangan sosial merupakan kematangan yang
dicapai dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat juga
dimaknai sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma yang berlaku serta meleburkan diri dalam bergaul dan bersosial di masyarakat.Ini semakin menyatakan bahwa setiap individu membutuhkan
orang lain. Kebutuhan akan orang lain tentu tidak pada tataran
'pemanfaatan', atau mencari keuntungan semata dalam bersosial,
melainkan kebutuhan untuk saling melengkapi atas kekurangan masingmasing. Oleh karena itu, pembiasaan akan hal baik, menyikapi sesuatu
dengan bijak, dan internalisasi ketaatan akan norma yang berlaku, patut
dijadikan bekal pada anak dalam proses pematangan perkembangan
sosial.
Lebih lanjut Masganti (2017) menambahkan bahwa kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah muncul sejak usia enam bulan. Saat
itu anak telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih
sayang.
Berdasarkan uraian di atas, dipahami bahwa anak membutuhkan
bimbingan orang dewasa dalam bersosial dan mematuhi norma sosial
yang berlaku. Kebutuhan itu menegaskan bahwa anak menunjukkan
sikap sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dengan orang
lain. Sehingga, perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses
kematangan sosial anak dalam berinteraksi dan mematuhi aturan yang
berlaku di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.Hurlock
(1978:250) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan
seseorang dalam bersikap atau berperilaku dalam berinteraksi dengan
unsur sosialisasi di masyarakat yang sesuai dengan tuntunan sosial.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. kemampuan sosial anak dapat diperoleh dari berbagai
kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah
dirasakan sejak usia enam bulan, ketika anak sudah mampu mengenal lingkungannya .
Berdasarkan uraian di atas, dipahami bahwa perkembangan
emosional merupakan proses pematangan sikap emosional anak dalam
berinteraksi dengan orangtua, teman sebaya, guru, dan masyarakat.
Sehingga, kebutuhan akan pembekalan kematangan emosional ini sangat
penting bagi anak. Karena, kecerdasan emosional berpengaruh besar
terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang.
Perkembangan sosial-emosional adalah kepekaan anak untuk
memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari (Musbikin, 2003). Dalam makna ini, anak diupayakan
pembekalan sikap peka terhadap lingkungan. Bagaimana dalam
berinteraksi anak diberi pemahaman bahwa setiap orang berbeda-beda
dan juga memiliki kesamaan. Oleh karenanya, kesamaan disikapi sebagai
anugerah, pun begitu dengan perbedaan disikapi sebagai nikmat
keragaman dari Sang Pencipta. Sehingga, kematangan sosial-emosional
akan sangat mempengaruhi cara interaksi anak dalam menanggapi setiap
problematika yang dihadapinya.
Hurlock (1991) dan Lazarus (1991), menyatakan bahwa
perkembangan emosi pada anak dipengaruhi oleh dua faktor penting,,
yaitu:
1) maturation atau kematangan Hurlock (1991), memandang pentingnya
faktor kematangan pada masa kanak-kanak terkait dengan masa krisis
perkembangan (critical period), yaitu saat-saat ketika anak siap
menerima sesuatu dari luar.Kematangan yang telah dicapai dapat
dioptimalkan dengan pemberian rangsangan yang tepat
(patmododewo, 1993). Contoh dalam perkembangan emosi,
pengendalian pola reaksi emosi yang diinginkan perlu diberikan
kepada anak guna menggantikan pola emosi yang tidak diinginkan,
sebagai tindakan preventif.
2) Faktor lingkungan belajar. Faktor lingkungan dalam proses belajar,
berpengaruh besar untuk perkembangan emosi, terutama lingkungan
yang berada paling dekat dengan anak khususnya ibu atau pengasuh anak. Thompson dan Lagatutta (2006), menyatakan bahwa
perkembangan emosi anak usia dini sangat dipengaruhi oleh
pengalaman dan hubungan keluarga dalam setiap hari, anak belajar
emosi baik penyebab maupun konsekuensinya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial AUD (Hurlock,1995)
1. Faktor Lingkungan Keluarga
Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar
tentang caracara menyesuaikan diri dengan orang lain.
Kemampuan ini diperoleh anak melalui kesempatan atau
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik
orang tua, saudara, teman sebaya ataupun orang dewasa lainnya.
Dan lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama yang
pertama akan dikenal anak.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses
perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam
mengenal berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan
contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua ini lazim disebut sosialisas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI