muda daripada yang dinyatakan oleh Kohlberg. Bahkan anak seusia 6 tahun telah
mempertimbangkan rasa keadilan hokum, tujuan sosialnya, dan potensi pelanggaran terhadap
kebebasan dan hak individual dalam mengevaluasi apakah hukum tersebut "baik" atau "buruk"
dan apakah hukum tersebut harus ditaati atau tidak.17
Kritik mengklaim bahwa pendekatan kognitif terhadap penalaran moral kurang
memberikan perhatian kepada nilai penting emosi. Aktivitas moral, tidak hanya dimotivasi oleh
pertimbangan abstrak seperti keadilan, tetapi juga emosi seperti empati, rasa bersalah, rasa
sedih, dan internalisasi norma prososial lainnya. Beberapa teoretikus, (Gibbs, 1991 dalam
Diane E. Papalia) mencoba mensintesis pendekatan perkembangan kognitif Kohlberg dengan
peran emosi dan teori wawasan sosialisasi.18 Kohlberg sendiri tidak menyadari bahwa faktor
non kognitif seperti perkembangan emosi dan pengalaman hidup mempengaruhi penilaian