Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers. Cerpen pertama Kartini Dari Negeri Kegelapan menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen (Defamedia, Mei 2023); Predikat Top 15 Stories (USK Press, Agustus 2023); Juara II Sayembara Cerpen Pulpen VI (September 2023); Juara II Lomba Menulis Cerpen Bullying (Vlinder Story, Juni 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Agustus 2024); Juara III Lomba Menulis Cerpen The Party's Not Over (Vlinder Story, Agustus 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Oktober 2024). Novel yang telah dihasilkan: Baine (Hydra Publisher, Mei 2024) dan Yomesan (Vlinder Story, Oktober 2024). Instagram: @srifirnas; personal website https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan Dari Sungai

26 Januari 2025   01:43 Diperbarui: 27 Januari 2025   08:45 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Prasejarah Leang-Leang (Sri Nur Aminah, 2022)

"Kamu telah membuat Salim menderita," suara Puni terdengar sangat aneh, serak dan tidak bersahabat. Mak beringsut mundur ketakutan melihat kilatan marah dalam bola mata adikku. Puni  menunjuk wajah Mak.

"Karena kamu, Salim meninggal gantung diri...."

Aku sangat terkejut mendengar kata-kata Puni. Siapakah lelaki bernama Salim?

Tiba-tiba tubuh Puni terhempas ke atas kasur dengan mata membelalak.  Hatiku bergolak ingin bertanya kepada Mak tentang sosok bernama Salim, namun kondisi Mak yang kacau balau membuatku urung melakukannya. Sepanjang malam aku berbaring di samping Puni sambil memeluknya erat. Badannya menggigil dan mengeluarkan keringat dingin. Kulihat Mak sangat gelisah. Dia duduk gemetar di sudut kamar sambil menangis ketakutan. Aku memejamkan mata, mencari akal memecahkan misteri ini.

*

Mentari masih bersembunyi di balik gunung saat aku berjalan menuju ke rumah Daeng Kawali, dukun perempuan yang tinggal di pinggir kampung. Tidak kuhiraukan hawa dingin yang menembus jaket kumal peninggalan Bapak yang menempel di badanku. Tanpa ragu kuketuk pintu rumah Daeng Kawali. Tidak lama kudengar langkah kaki menuju ke pintu.

"Ada apa Pia? Wajahmu terlihat sangat pucat..." suara Daeng Kawali membuyarkan lamunanku. Perempuan tua itu membiarkanku masuk ke dalam ruang tamunya yang berbau dupa.

"Adikku sakit, ikutlah ke rumah bersamaku."

"Memangnya adikmu kenapa?"

Segera kuceritakan kejadian semalam, termasuk suara adikku meminta tolong dari sungai.

"Tampaknya adikmu telah diganggu oleh penghuni sungai. Mari kita lihat keadaannya," Daeng Kawali mengunci pintu rumahnya dan menuruni tangga. Aku segera mengikuti langkah Daeng Kawali. Dia membawa sebuah tas berisi piranti untuk pengobatan. Saat tiba di rumah, Daeng Kawali tertegun melihat wajah Puni yang memerah bagai kepiting rebus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun