*
Ternyata penolakan Nanna di saat menghitung hari pernikahan dipicu oleh ejekan Jama tanpa sengaja menyebut Nenek Labbang- nama Neneknya Anto menderita penyakit kandala. Saat itu Nanna dan Jama asyik bermesraan di pondok yang berada di tengah kebun kedelai milik ayah pemuda itu. Jama tertawa terbahak-bahak menggoda kekasihnya.
"Sebenarnya aku sangat sedih bakal kehilangan dirimu Jama."
"Kamu tidak akan kehilangan diriku, asalkan kamu mau mengikuti semua arahanku..."
Nanna mengernyitkan keningnya, bingung mendengar permintaan Jama.
"Arahan apa itu?"
"Kamu menikah dengan Anto dan hubungan kita tetap berjalan seperti biasa. Aku pikir pondok bambu ini selalu merindukan kehadiran dirimu bersamaku. Hahahahaha..." tawa Jama menggelegar mengejutkan gerombolan burung pipit yang hendak hinggap di titian bambu. Nanna memandang penuh senyum lelaki yang duduk di sebelahnya. Dia sudah lama kenal dengan Jama dan menyukai perangai culas yang dipunyai lelaki itu. Hari ini Jama terlihat sangat tampan dengan kemeja dan celana jeans 'cakar' yang dibelinya di pasar Toddopuli. Cakar adalah istilah untuk pakaian bekas impor yang dibawa masuk ke kota Makassar. Perempuan itu menghela nafas, membiarkan angin kebun membelai wajahnya yang berbedak dan gincu tebal warna menyala.
"Ceritanya aku tetap menikah dengan Anto, begitu maksudmu?"
"Tepat sekali."
"Bagaimana dengan hubungan kita?"
"Kita tetap lanjut bertemu seperti biasa, tapi kamu harus membawa pembeli rokok setiap kali berjumpa denganku di sini," Jama menggerakkan  ibu jari dan telunjuknya secara bersamaan. Nanna tertawa lebar.