"Aku tidak mau menikah dengan Anto," terdengar pekik Nanna.
"Mengapa kamu menolak? Undangan telah disebar luas, mau ditaruh dimana muka Mak dan Bapakmu?" Naimah, Maknya Nanna- jejeritan mendengar anak gadisnya tiba-tiba membatalkan pernikahan dengan lelaki pilihan orang tuanya.
"Aku berubah pikiran Mak," Nanna membuang mukanya menatap hamparan ladang jagung milik Bapak dari balik jendela kamar.
"Ada apa ini?Kamu sendiri yang bersedia menerima lamaran Anto. Jangan membuat malu keluarga besar kita."
"Ternyata Neneknya Anto mengidap penyakit kandala (penyakit kusta dalam bahasa Makassar) sampai nyaris gila karena penyakit itu. Aku keberatan anak-anakku tertular penyakit kutukan yang menimpa keluarga Anto."
"Hah?Darimana kamu mendapat kabar itu?" terdengar suara terkejut Mak.
"Mak tidak perlu menahu darimana sumbernya. Sekarang aku mengerti mengapa Anto selalu menolak jika aku ingin menemui Neneknya. Ternyata ada apa-apanya keluarga calon pasanganku ini..."
"Kamu tidak boleh memutuskan sepihak, keluarga harus berunding dahulu karena kami sudah menerima lamaran Anto. Pernikahanmu tinggal menghitung hari. Semua undangan sudah disebar, Daeng Imam sudah setuju menikahkan kalian di masjid, tukang masak sudah siap peralatan tempurnya..."
"Aku tidak peduli semua persiapan itu. Aku ingin menyelamatkan anak-anakku dari penyakit kandala."
"Dengarlah Nanna, calon suamimu punya banyak uang. Â Kamu abaikan saja Neneknya yang sakit kandala. Pernikahan ini harus terlaksana supaya kamu dapat menguasai harta milik Anto."