"Bu... kenapa kolak ini banyak sekali ampasnya?" teriak Pak Martono saat menikmati suapan pertama dari semangkuk kolak pisang.
"Ampas bagaimana maksudmu Pak?"
Pak Martono memperlihatkan kumpulan serabut warna gelap berada di ujung sendoknya. Lelaki itu mencoba membersihkan sisa ampas yang tersangkut di sela giginya dengan memakai lidah dan meludahkannya ke lantai.
"Kolak ini tidak enak, gula arennya sangat pahit. Memangnya beli dimana gula aren ini?"
"Aku beli gula aren buatan Daeng Takko."
"Aneh sekali... kenapa gula aren Daeng Takko begini rasanya. Cuhhh..."
Pak Martono meninggalkan sisa kolak di dalam mangkuk. Rasa penasaran memaksa Bu Martono mencicip sedikit kuah kolak. Ternyata benar kata suaminya, kolak itu terasa pahit dan banyak ampas singgah di lidahnya. Perempuan itu kebingungan dan berjalan menuju ke dapur sambil mengangkat mangkuk berisi sisa kolak.
*
Ternyata bukan hanya Pak Martono yang komplain tentang kualitas gula aren milik Daeng Takko. Sebagian besar ibu-ibu lainnya juga mengalami hal serupa.
"Daeng Takko...assalamu alaikum," terdengar suara seorang perempuan dari arah pintu rumah. Naimah- istri Daeng Takko segera keluar dari dapur menuju ke sumber suara.