Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers. Cerpen pertama Kartini Dari Negeri Kegelapan menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen (Defamedia, Mei 2023); Predikat Top 15 Stories (USK Press, Agustus 2023); Juara II Sayembara Cerpen Pulpen VI (September 2023); Juara II Lomba Menulis Cerpen Bullying (Vlinder Story, Juni 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Agustus 2024); Juara III Lomba Menulis Cerpen The Party's Not Over (Vlinder Story, Agustus 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Oktober 2024). Novel yang telah dihasilkan: Baine (Hydra Publisher, Mei 2024) dan Yomesan (Vlinder Story, Oktober 2024). Instagram: @srifirnas; personal website https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Antagonis Dari Kebun Aren

17 Januari 2025   23:28 Diperbarui: 18 Januari 2025   04:13 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pondok gula aren (Sri NurAminah, 2013)

"Wa alaikum salam, silahkan masuk Bu Martono," ajak Naimah kepada tamunya namun perempuan itu tampak sangat marah. Dia mengerucutkan bibir tipisnya.

"Kembalikan uang pembeli gula arenmu ini," Bu Martono membanting kantong kresek itu ke lantai rumah. Bongkahan gula aren terserak di hadapan Naimah.

"Kenapa gula aren kami Bu?"

"Gulamu sangat jelek, pahit sekali dan banyak ampasnya. Kalau menjual jangan hanya mencari untung tapi pikirkan kualitasnya."

"Ya Allah... selama ini kami selalu menjual gula yang paling bagus."

"Banyak sekali bicaramu. Sekarang kembalikan uangku," Bu Martono memberikan kode supaya Naimah mengembalikan uang yang telah diberikannya. Penuh isak tangis, Naimah masuk ke dalam kamar dan keluar membawa beberapa lembaran rupiah di tangannya.

"Kalau dagang, jangan uang saja di otakmu. Pikirkan juga lidah kami yang makan gula arenmu," Bu Martono merampas lembaran uang dan mengentakkan kakinya meninggalkan rumah itu diiringi isak tangis Naimah.

"Ada apa ribut-ribut di luar?" Daeng Takko bertanya lirih saat melihat istrinya masuk ke dalam kamar.

"Tidak ada apa-apa," elak sang istri.

"Jangan bohong, kudengar tadi suara perempuan marah tentang gula aren. Kenapa dia?" terdengar gelegar suara Daeng Takko memarahi istrinya.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun