Angin dingin pagi hari terasa menggigit ke dalam tulang saat Indang tiba di kebun kopi. Dilihatnya dangau peninggalan Ambe'Â masih bertahan, walaupun catnya sudah luntur. Daun kopi menghijau segar dan masih basah terkena sisa embun. Buah kopi hijau dan merah muncul bersilangan pada cabang, diselingi bunga berwarna putih.
"Om Rundu... apa ini?" teriak Indang dan mengangsurkan sesuatu ke hadapan Om Rundu.
"Oh itu tai luak," jawaban Om Rundu membuat Indang spontan membuang dompolan biji kopi itu ke tanah.
"Ah... kau ini, pamali membuang emas ke tanah."
"Om bagaimana sih? Katanya tai luak, makanya saya buang ke tanah," Indang menyeringai jijik melihat Om Rundu memungut kotoran luak yang berserakan di bawah pohon kopi sambil bersiul riang.
"Nanti kau lihat bagaimana hebatnya harta karun ini setelah kuolah di rumah," terdengar ceria suara Om Rundu.
Sore harinya Indang sedang menikmati pisang goreng saat Om Rundu datang membawa teko berisi kopi nan harum.
"Wangi benar kopi itu. Beli dimana Om?"
"Lah... ini biji kopi yang tadi kita bawa dari kebun."
"Biji kopi dari kebun?" Indang bertanya cemas. Jangan-jangan....
Wajah Indang terlihat pucat pasi.