Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers. Cerpen pertama Kartini Dari Negeri Kegelapan menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen (Defamedia, Mei 2023); Predikat Top 15 Stories (USK Press, Agustus 2023); Juara II Sayembara Cerpen Pulpen VI (September 2023); Juara II Lomba Menulis Cerpen Bullying (Vlinder Story, Juni 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Agustus 2024); Juara III Lomba Menulis Cerpen The Party's Not Over (Vlinder Story, Agustus 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Oktober 2024). Instagram: @srifirnas; personal website https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Panggilan Dari Kebun Kopi

14 Januari 2025   14:43 Diperbarui: 14 Januari 2025   14:43 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://easy-peasy.ai/ai-image-generator/images/ethiopian-woman-coffee-farmer-harvesting-lush-landscape

"Orang suka membeli kopi luak karena adanya zat ajaib yang berada di dalam perut luak mengubah rasa kopi menjadi sangat enak seperti yang dijual oleh Ambe'."

Indang mengangguk paham.

Suara angin mendesau terdengar seperti bisikan Indo' di telinganya. Indang memandang lesu koper dan barang lainnya yang teronggok di sudut kamar. Dia terlalu sibuk menerima kedatangan tamu menyatakan duka cita sehingga semua barangnya terbengkalai. Sebagai anak yang berbakti, Indang harus pulang kampung melepas kepergian Indo' untuk selama-lamanya. Indang memandang hamparan pekarangan melalui jendela kamar. Semua rumah tetangga masih  temaram. Beberapa bagian tertentu mengepulkan asap putih ke langit, pertanda dapur telah memulai aktivitasnya. Poni Indang awut-awutan, jatuh menjurai masuk ke mata nan sembab, penanda khas perempuan yang baru mengalami duka berkepanjangan. Kursi, meja dan pernak pernik bekas acara pemakaman sudah menghilang dari pekarangan Tongkonan. Semua kerabat dan handai taulan telah pulang ke rumah masing-masing membawa kenangan manis tentang Indo'.  Indang mengambil bantal dan mencium aroma wangi tubuh Indo' di situ. Seburuk apapun tingkah Indang dan saudara-saudaranya, Indo' selalu membuka tangannya memberi maaf, bagaikan sebuah samudera tidak bertepi. Ini adalah rumah tempat Indo' dan Ambe' membesarkan anak-anaknya. Derap kaki kecil Indang bersama kakak dan adiknya menghentak lantai kayu Tongkonan menimbulkan keriuhan. Sebuah masa indah yang tidak mungkin terulang. Indang memandang foto Indo' dan Ambe' terpajang indah di dinding kamar. Senyuman manis tidak pernah usai tersungging di wajah perempuan yang telah tertidur abadi. Indang menghela nafas dan menundukkan kepala dalam keheningan pagi. Secuil rasa kehilangan membuat air matanya mengalir perlahan. Sebuah rasa tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata saat kehilangan orang yang sangat disayangi.

"Indang... ayo makan," terdengar teriakan Tanta Sali dari arah dapur. Sebelum ayam berkokok, perempuan penjaga rumah Tongkonan itu telah memulai rutinitasnya. Tanta Sali meracik bumbu  segar menggunakan peralatan masak yang diwariskan oleh pendahulunya. Dapur rumah itu masih menganut budaya tradisional dengan tungku pembakaran memakai kayu. Di sudut dapur terdapat tumpukan kayu bakar. Tali kawat yang berada di atas tungku menjadi tempat Tanta Sali menggantung jagung kering, bawang merah, lombok besar, dendeng aneka daging berasal dari upacara pemakaman Indo' dan berbagai rempah lainnya di dalam tampah bambu. Om Rundu, suami Tanta Sali bertanggung jawab mengumpulkan kayu bakar yang digunakan untuk memasak. Di belakang rumah terdapat kebun kelapa milik Ambe' menyediakan banyak limbah digunakan untuk memasak. Wangi masakan dan denting piranti dapur menyapa langkah Indang saat masuk ke dapur. Wajah Tanta Sali terlihat lelah bersimbah peluh. Dia meniup arang supaya tetap membara. Harum tumis daging kecap memenuhi udara. Di sudut dapur yang hangat meringkuk si Belang, kucing betina peliharaan Indo' mulai mogok makan sejak kematian majikannya.

"Cuci tanganmu dan ambil piring di sana. Makanan sudah kutata di meja," terdengar instruksi dari perempuan bertubuh tambun yang merupakan adik bungsu Indo'. Indang merengut. Setelah sekian puluh tahun, perintah Tanta Sali tidak berubah, seperti instruksi untuk bocil yang masih bau kencur. Lupakah Tanta Sali bahwa tahun ini umurnya sudah 23 tahun, umur seorang perempuan di kampung yang sudah layak menjadi seorang pengantin.

Indang menyendok sayur tuttu ke piringnya. Sayur buatan Tanta Sali memang selalu bikin nagih, hari ini menunya adalah rajangan daun singkong penuh parutan kelapa muda disebut sayur tuttu. Bahannya tidak perlu membeli ke pasar karena tersedia di kebun belakang rumah. Dia juga mengambil ikan kering goreng dan pantallo lendong (semacam rawon terbuat dari belut) yang menjadi favorit Indang sejak kecil. Setelah membaca doa, Indang mulai makan. Memang sedap nian  masakan Tanta Sali saat hawa dingin melanda.

"Kau mau kemana hari ini?" Tanta Sali masuk membawa tumis daging kecap dan menaruhnya di meja. Indang menyuap nasi merah ke mulutnya. Dia meresapkan rasa itu ke otaknya sebelum menjawab pertanyaan Tanta Sali.

"Sejak Indo' sakit, kebun kopi di dekat hutan tidak terurus lagi. Om Rundu juga terkena kamateang (rematik) sehingga sulit berjalan ke tempat jauh," perempuan gemuk itu mendesah. Matanya memandang langit-langit rumah Tongkonan yang dipenuhi ukiran khas Toraja.

"Aku akan mengelola kebun kopi itu. Apakah di sana masih ada pohon cengkehnya?"

"Iya, masih ada tapi kurang terawat. Di sela-sela pohon cegkeh, Om Rundu menanam alpukat mentega. Terakhir dia ke sana sudah ada beberapa biji buah muda  baru terbentuk. Semoga saat ke sana kau dapat memanen alpukat dan apa saja untuk di bawa pulang ke rumah."

Setelah menyelesaikan makannya, Indang segera berkemas menuju ke kebun kopi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun