HUJAN sangat deras melanda kota Luminastra, bagaikan sebuah baskom raksasa ditumpah dari langit. Seorang perempuan muda berumur sekitar delapan belas tahun berada di jalan setapak penuh lumpur. Dia mengenakan baju lusuh dan berlari kebingungan mencari tempat berteduh. Punggungnya terasa sangat pegal menggendong keranjang berisi talas dan aneka dedaunan lain untuk dijadikan obat penahan lapar. Tanpa diduga, memanen talas seorang diri menyebabkan dia kemalaman dan terjebak di dalam hujan deras dalam perjalanan pulang  ke rumah. Daerah tempatnya bertinggal memang minim asa berkepanjangan.  Aroma horor luar biasa kental menguar ke seluruh kota. Angin dingin dan rintik hujan berhembus menyebar ketakutan sampai ke tempat jauh. Sejak Zarek Nocturne dan komplotannya berkuasa, semua penghalangnya disihir menjadi tikus bergigi biru yang menjadi budak di istana sang penguasa dzalim. Zarek Nocturne menyulap rumah berbahan kayu hitam berlapis emas menjadi sebuah istana fantastis. Bangunan besar itu bertengger manis di antara batang pohon sialang nan kokoh, satu-satunya pohon tertinggi di tempat itu. Batang pohon sialang sungguh luar biasa karena mampu mencapai ketinggian sekitar 25 m dengan diameter lebih dari 100 cm. Pohon sialang dihuni oleh koloni lebah maut yang menjadi penjaga setia Zarek Nocturne. Siapapun yang berani menyusup ke dalam istana melawan Zarek Nocturne pasti mati disengat lebah maut dan bangkainya dibuang ke tanah.
Himeko, nama perempuan muda yang membawa keranjang berisi talas di punggungnya. Dia adalah putri pasangan Uno Wooden, pengusaha farm yang bertinggal di  Luminastra, sebuah kota kecil sejuk berada di kaki pegunungan nan anggun. Menurut cerita para leluhurnya, sebelum kedatangan Zarek Nocturne, daerah bernama Luminastra merupakan lingkungan sangat subur  dan penduduknya hidup di dalam damai penuh kemakmuran. Luminastra adalah pusat perdagangan dan pertukaran kebudayaan antar kota yang berada di sekitarnya. Kondisi itu berubah drastis setelah kedatangan sang penguasa kejam bernama Zarek Nocturne.
Zarek Nocturne yang menjadi pemimpin Luminastra bertubuh tinggi besar, berdagu belah dengan rambut ikal gondrong sebahu. Sorot matanya sangat dingin dengan bola mata hitam pekat sedalam sumur tak bertuan. Dia mempunyai kemampuan mumpuni mengendalikan alam kegelapan dan sangat lihai memainkan sihir. Zarek Nocturne sukses membumihanguskan tanah subur Luminastra menjadi lautan pasir tandus yang menyengsarakan penduduknya. Saat ini Luminastra hanya dapat ditanami padi emas yang menjadi upeti tahunan untuk Zarek Nocturne. Kondisi penduduk Luminastra sangat memprihatinkan dan kurang gizi karena benar-benar berselimut awan kegelapan. Sebagai penyambung hidup, penduduk Luminastra memakan umbi talas bercampur garam, bubuk lada dan dedaunan yang menjadi tumbuhan pengganggu di ladang padi emas milik Zarek Nocturne.
Di dalam suasana dingin mencekam dan basah kuyup, Himeko terus berjalan memanggul keranjang berisi talas. Samar-samar di kejauhan dilihatnya sebuah bangunan gelap. Gadis itu menggosokkan matanya berkali-kali, apakah matanya salah lihat? Ini adalah oase seuprit yang selalu dilintasinya saat ke ladang padi emas. Mengapa oase itu sekarang berubah menjadi sebuah bangunan? Kilatan petir menyilaukan mata dan hembusan kabut tebal semakin mengaburkan pandangan. Himeko memandang jemari tangannya yang telah berkerut dan menghitam. Dia harus segera menemukan tempat berlindung. Ditariknya nafas kuat-kuat, dia terus menyemangati dirinya menuju bangunan yang berada di hadapannya.
Ternyata bangunan itu adalah sebuah lumbung tua yang tidak terpakai. Sebagian besar atap dan temboknya telah runtuh. Suasana gelap gulita menambah seram pemandangan. Himeko mengalahkan rasa takutnya dan terus berjalan menuju ke pintu lumbung. Bahunya telah terluka akibat gesekan kulit dengan jalinan tali keranjang talas yang dibawanya. Dia memikirkan ibu dan ayahnya yang telah menunggu kedatangannya di rumah. Talas di punggungnya adalah pengganjal perut untuk makan malam. Sehari sebelumnya, ayah Himeko menembak seekor rusa liar yang tanpa sengaja memasuki pekarangan rumah. Setelah dikuliti, daging rusa berlumur bubuk lada dan garam kasar segera diasap dalam gudang penyimpanan kayu bakar. Ibunya telah berencana membuat steak dan iga rusa bakar untuk makan malam mereka. Itulah sebabnya Himeko berinisiatif pergi memanen talas dan dedaunan layak makan yang tumbuh di ladang sebagai pelengkap rencana tersebut. Namun apa daya, hujan deras telah menghancurkan mimpi keluarga Wooden untuk makan malam bersama seperti yang telah direncanakan.
*******
Suasana dingin dan gelap mencekam menemani langkah kaki Himeko yang berjalan mengelilingi ruangan lumbung kosong melompong. Tiba-tiba Himeko terperosok ke dalam  sebuah lubang. Gadis itu merasakan tubuhnya terisap masuk ke dalam perut bumi. Semua yang dilaluinya terasa sangat cepat, berputar tanpa kendali dan dia terhempas ke tepi sungai  bergelora. Keranjangnya hancur dan talasnya berhamburan entah kemana. Himeko beringsut mundur melihat gelegak air sungai di hadapannya setinggi beberapa meter dan seakan ingin menelan dirinya. Dia beringsut mundur ketakutan dan  merapikan kancing bajunya yang terbuka. Himeko mencoba  berjalan menyusuri jalan setapak gelap yang berada di hadapannya. Daerah itu sungguh asing dan menimbulkan ketakutan luar biasa dalam hatinya. Tiba-tiba terdengar teriakan keras dari arah belakangnya.
"Itu dia, perempuan yang telah mencuri Bola Emerald milik Yang Mulia Zarek Nocturne. Ayo segera kita tangkap dia. Hadiah pundi emas dan makanan lezat telah menanti kita saat membawa kembali Bola Emerald," pekik seorang lelaki bertubuh kate. Himeko menoleh dan sangat terkejut melihat rombongan lelaki berpakaian serba hitam dan memakai ikat kepala merah berlari di belakangnya. Langkah mereka bagaikan deru ban menggiling jalan yang dilaluinya. Himeko menjerit ketakutan, dia segera berlari sekuat tenaga menghindari kejaran para lelaki itu. Tiba-tiba Himeko merasakan tubuhnya sangat ringan, kakinya tidak lagi menginjak tanah. Dia melayang bagai kapas meninggalkan para pengejarnya yang kebingungan. Tubuh mungilnya menembus awan yang membawanya menuju ke sebuah tempat tidak diketahuinya. Dirasakannya sepoi angin dingin membelai rambut, wajah dan cuping hidungnya.
Himeko telah berhasil melarikan diri dari kejaran beberapa orang tidak dikenal. Di bawa oleh kekuatan gaib, gadis itu mendarat di sebuah padang rumput penuh bebungaan. Dia memasuki sebuah  tempat dipenuhi begitu banyak pohon dan semak. Sinar matahari terlihat menyilaukan mata. Himeko terpekik jerit saat menjumpai beberapa jenis serangga yang tampak asing baginya. Dia mengenal seekor serangga mempunyai cula mirip badak yang seringkali merusak tanaman kelapa di kebun milik ayahnya. Himeko berjalan perlahan  menyusuri padang rumput di bawah belaian sang surya. Dia bingung mengapa berada di tempat yang begitu terang setelah sebelumnya berada dalam lorong sangat gelap dan menakutkan. Dia menepuk pipinya berkali-kali untuk memastikan bahwa dirinya tidak bermimpi. Dirasakannya angin sedingin es menerpa mukanya dan wusss.... di hadapannya telah berdiri seorang lelaki tua mengenakan jubah putih berkilau. Ikat kepalanya serupa dengan warna bajunya. Janggutnya juga berwarna putih, terlihat panjang dan rapi. Lelaki aneh itu memberi salam padanya. Himeko ketakutan melihatnya.
"Nona jangan kuatir, kedatanganmu telah lama kutunggu di sini."
"Kamu mengenal diriku?" dia bertanya heran. Lelaki itu tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya dengan hormat.
"Selamat datang di Amarta, negeri segala kedamaian. Kamu adalah penyelamat kami dari kejahatan Zarek Nocturne."
"Kamu mengenal Zarek Nocturne?" Himeko bertanya takjub yang dijawab dengan anggukan pasti.
"Namaku Wolfram, aku adalah penyihir putih, guru Zarek Nocturne. Dia adalah murid pengkhianat yang telah menghancurkan padepokan milikku. Semua muridku terbunuh karena dia ingin merebut Bola Emerald untuk memperpanjang umurnya."
"Aha... aku ingat sekarang. Tadi aku dikejar serombongan lelaki karena dituduh mencuri Bola Emerald milik Yang Mulia Zarek Nocturne. Siapakah para lelaki itu?"
"Mereka adalah pengawal Zarek Nocturne yang telah menghancurkan semua milikku. Mereka mengincar barang  ajaib yang terdapat di dalam sakumu," lelaki itu menunjuk ke saku milik Himeko. Gadis itu segera merogoh sakunya dan terkejut melihat sebuah bola ajaib yang memancarkan cahaya warna hijau.
"Inikah Bola Emerald yang diinginkan oleh Zarek Nocturne?"
Lelaki itu menganggukkan kepalanya.
"Mengapa barang ini ada padaku?" Himeko bertanya tidak mengerti.
"Tampaknya kamu harus bersalin rupa dahulu. Kamu terlalu kotor untuk duduk di meja makanku," segera Wolfram menjentik udara dan Himeko telah mengenakan sepasang pakaian bersih lengkap dengan sepatunya. Himeko terpekik takjub melihat dirinya telah mengenakan sebuah gaun panjang berkilauan.
"Bagaimana engkau melakukannya Wolfram?"
"This is a magic," Wolfram menjawab sambil tersenyum.
"Mari kita makan di sana," Wolfram melangkah masuk ke dalam pondok yang berada di tepi padang rumput. Lelaki tua itu mengambil tempat duduk di sebuah meja yang penuh dengan aneka hidangan lezat. Mata Himeko berbinar melihat makanan menggugah selera. Perutnya seketika merasa keroncongan. Sebelumnya dia hanya makan beberapa potong talas rebus dan dendeng rusa goreng sebagai lauknya makan siang.
"Silahkan dimakan hidangan ini untuk memulihkan tenagamu," penuh keramahan Wolfram menyodorkan sebuah piring dan Himeko memilih hidangan yang disukainya.
*******
      Setelah menyantap hidangan  nikmat, Wolfram segera membuat secangkir lemon tea untuk Himeko. Gadis itu mengucapkan terima kasih.
"Begini Nona, tugasmu adalah mengirimkan Zarek Nocturne ke alam baka."
"Kamu jangan bercanda Wolfram, kekuatan Zarek Nocturne sangat dahsyat. Aku hanya perempuan lemah, tidak punya kemampuan untuk melawannya."
"Kamu telah menjadi pilihan untuk melawan angkara murka yang menimpa negeri Amarta."
"Kamu yakin aku dapat mengalahkan Zarek Nocturne?"
Wolfram mengangguk bijak dan mengelus janggut panjangnya.
"Di dalam ramalan masa depan negeri kami, kejahatan seorang Zarek Nocturne hanya dapat ditaklukkan oleh seorang gadis suci bernama Himeko Wooden, berasal dari kota Luminastra. Dia adalah titisan Dewi Bulan. Kamu paham sekarang maksudku?"
"Sudah berapa lama Zarek Nocturne berkuasa di sini?"
"Lima ratus tahun," Wolfram menjawab pendek dan menghela nafasnya.
"... Zarek Nocturne telah menghancurkan padepokanku dan seluruh negeri Amarta. Semua daerah yang dikuasainya berada dalam kegelapan."
"Wow... ternyata hal yang sama juga menimpa kota Luminastra saat aku tinggalkan. Zarek Nocturne telah menghancurkan kehidupan keluarga kami dan semua orang di sana."
      Himeko menghela nafasnya yang terasa sesak. Dilihatnya cahaya mentari masuk melalui jendela dan menghangatkan ruangan.
"Katamu Zarek Nocturne menebarkan kegelapan, mengapa rumahmu mendapat cahaya matahari?" Himeko bertanya bingung melihat situasi di sekeliling Wolfram yang terang benderang penuh kehangatan.
"Itu adalah cahaya kebenaran yang menyinari negeri Amarta. Kejahatan Zarek Nocturne tidak mampu mematikan kebenaran yang bakal datang mencabut nyawanya."
Jawaban Wolfram membuat Himeko takjub.
"Luar biasa juga ilmu kakek tua ini," gumam Himeko dalam hatinya. Dia segera menyeruput isi cangkirnya. Sungguh nikmat lemon tea menghilangkan penat dan dahaganya. Dia ingin menambah isi cangkirnya dengan lemon tea, tiba-tiba....
.... bersambung ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H