Indonesia adalah negara kepulauan beriklim tropis di Asia Tenggara yang memiliki sumber daya alam dan keanekaragaman hayati berpotensi luar biasa dalam mengembangkan keanekaragaman pangan.
Timbulnya masalah rawan pangan karena perubahan iklim, laju urbanisasi, dan pergeseran pola konsumsi masyarakat memerlukan pendekatan secara inovatif dan berkelanjutan.
Salah satu kunci mencapai ketahanan pangan secara berkesinambungan terletak pada integrasi nilai budaya dan kearifan lokal yang telah ada sebelumnya.Â
Kearifan lokal bercocok tanam dapat menjadi pendorong dalam mengembangkan praktik pertanian berkelanjutan dan menjaga keanekaragaman pangan.Â
Kebudayaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke sangat beragam mencakup berbagai praktik pertanian telah diwariskan dari generasi ke generasi.Â
Masyarakat lokal menyebar di berbagai daerah di Indonesia memiliki deeply knowledge tentang berbagai tanaman lokal dan teknik budidaya secara ramah lingkungan.
Sebagai ilustrasi adalah kebiasaan turun ke sawah yang dilakukan petani Bugis di daerah Sulawesi Selatan.
Kaum pelaut yang terkenal dengan keberaniannya mengarungi samudra selalu mengikuti anjuran leluhur yang tertuang di dalam Lontara Pananrang.
Sebagai bahan informasi, Lontara Pananrang adalah kumpulan catatan leluhur masyarakat Bugis yang dipercaya mengajarkan tentang iklim dan waktu paling baik memulai aktivitas cocok tanam berdasarkan hitungan bulan Qamariah.
Panduan ini mengajarkan petani mengenal perubahan cuaca dan menggunakannya sebagai perangkat untuk mengurangi serangan Organisme Pengganggu Tanaman di lahan budidayanya.
Sikap ini mencerminkan nilai sosial dan kearifan lokal masyarakat dikaitkan dengan praktik rotasi tanaman, tumpang sari, penggunaan pupuk organik, dan pemeliharaan keanekaragaman hayati yang sangat penting dalam menjaga rantai makanan pengatur keseimbangan ekosistem.Â
Salah satu keuntungan dari teknik rotasi tanam dan tumpang sari adalah: adanya diversifikasi pangan, peningkatan income dan nutrisi masyarakat.
Lahan yang tersedia dioptimalkan sedemikian rupa untuk memperoleh pendapatan peningkat kesejahteraan.
Terkait dengan ketahanan pangan, kegiatan Forum Bumi yang diselenggarakan oleh Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia mengangkat topik ketahanan dan keanekaragaman pangan di Indonesia dengan menghadirkan empat orang narasumber.Â
Salah satu narasumber adalah Bapak Ifan Martino, S.Si, MS menjabat sebagai Koordinator Bidang Pangan, Direktorat Pangan dan Kementerian BPN/BAPPENAS.Â
Di dalam pemaparannya, beliau mengemukakan bahwa ekosistem pertanian di Indonesia telah mengalami degradasi karena terjadi perubahan iklim, efek rumah kaca dan penggunaan pupuk belum sesuai rekomendasi.
Petani Indonesia yang dominan beraktivitas di lahan sawah telah mengalami kekeringan berkepanjangan karena climate change sehingga suplai air menjadi terbatas.Â
Solusi yang dapat dilakukan dalam menangani masalah tersebut adalah membangun sistem irigasi sederhana untuk memenuhi kebutuhan air tanaman selama masa pertumbuhan.
Penggunaan pupuk dengan mengabaikan anjuran rekomendasi juga memberikan dampak buruk pada tanaman.Â
Contohnya adalah: tanaman padi yang diberikan pupuk urea melampaui dosis menyebabkan tanaman terlihat lebih hijau dan subur.
Tetapi imbasnya adalah: batang mudah rebah, dinding sel menipis, gampang terserang oleh Organisme Pengganggu Tanaman khususnya serangga hama dan mikroba penyebab penyakit.
Kondisi pertanaman yang berbeda di setiap daerah menyebabkan perbedaan jenis tanaman yang dibudidayakan, contohnya pertanaman padi sawah dibandingkan dengan pohon sagu di kawasan timur Indonesia.
Perlu diingat bahwa keanekaragaman pangan di bumi Nusantara bukan hanya tentang variasi makanan, tetapi juga mencerminkan identitas budaya.
Setiap daerah memiliki makanan khas dan menjadi bagian penting dari warisan budaya.Â
Contohnya adalah masakan kapurung terbuat dari bola sagu dicampur ikan dan sayuran, banyak disajikan di daerah Luwu dan Palopo di Sulawesi Selatan.Â
Sekilas bola sagu kapurung mirip dengan papeda berasal dari Maluku dan Papua.
Sebagai gambaran nyata, sejak lama masyarakat nelayan yang hidup di pesisir Sulawesi Selatan juga memanfaatkan ikan, cumi-cumi, kerang, telur ikan dan aneka boga bahari lainnya sebagai sumber income dan nutrisi untuk keluarga.Â
Hal yang sama dijumpai di Maluku saat anda menikmati papeda dengan masakan ikan kuah kuning yang bahannya berasal dari produk bahari.Â
Kondisi ini menunjukkan secara nyata kemampuan adaptasi masyarakat terhadap lingkungan dan mengolah sumber daya tersedia di daerah dengan kemampuannya masing-masing.Â
Mengembangkan keanekaragaman pangan tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan dengan menciptakan lebih banyak pilihan sumber makanan penuh nutrisi yang dapat dikonsumsi masyarakat.
Kita semua sepakat bahwa asupan penuh nutrisi sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak yang menjadi calon generasi emas negara Indonesia.
Namun demikian, ketahanan dan keanekaragaman pangan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan.
Urbanisasi secara cepat menyebabkan berkurangnya lahan pertanian karena alih fungsi lahan menjadi perumahan dan menghilangnya kearifan lokal.Â
Hutan semakin langka karena maraknya pembalakan liar menyebabkan perubahan iklim mengancam produksi pangan dengan kehadiran serangga hama kebal dengan semprotan pestisida.Â
Selain itu, penangkapan ikan secara tidak terkendali dan menggunakan pukat harimau sangat mengancam keanekaragaman hayati yang hidup di lautan.Â
Tidak dapat dipungkiri bahwa akulturasi budaya secara global menyebabkan pola konsumsi masyarakat menjadi semakin homogen, dengan meningkatnya ketergantungan pada makanan berbasis terigu dan beras yang berpotensi mengurangi keanekaragaman makanan lokal.
Ketergantungan ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor terigu sebagai bahan baku pembuatan roti, pasta, cake dan lain-lain.
Di dalam upaya meningkatkan diversifikasi pangan, sangat perlu mempromosikan kembali makanan lokal dan teknik pertanian tradisional berbasis kearifan lokal ramah lingkungan. Beberapa strategi dapat diterapkan yaitu:
1) Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman pangan dengan memanfaatkan boga bahari dan praktik pertanian berkelanjutan. Program yang mengintegrasikan pengetahuan lokal dengan ilmu pertanian modern dapat membantu memperkuat ketahanan pangan.
Contohnya adalah: terdapat mitos melarang anak kecil makan ikan karena menyebabkan cacingan. Mitos ini berpotensi menyebabkan malnutrisi untuk anak tumbuh kembang karena daging ikan mengandung Omega 3 yang sangat baik untuk pertumbuhan otak;
2) Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan, termasuk insentif untuk petani yang menerapkan praktik ramah lingkungan. Kebijakan ini harus memperhatikan keanekaragaman lokal dan kebutuhan masyarakat;
3) Memberikan dukungan kepada petani lokal untuk melestarikan dan mengembangkan varietas tanaman lokal. Tersedia pasar lokal dapat membantu petani menjual produk hasil panen dan meningkatkan pendapatan;
4) Mengenalkan aneka pangan lokal kepada anak-anak sekolah dengan cara sekali dalam seminggu para siswa membawa bekal dari rumah dan dimakan bersama teman-temannya di dalam kelas;
5) Meningkatkan literasi dan pengetahuan anak sekolah dengan adanya buku ajar tentang pangan lokal yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia;
6) Menerapkan teknologi ramah lingkungan dalam pertanian yaitu: pemanfaatan bioteknologi untuk budidaya tanaman dan meningkatkan hasil tanpa merusak lingkungan danÂ
7) Pelestarian tradisi dengan cara menghidupkan kembali dan mempromosikan kuliner lokal sebagai bagian dari identitas budaya. Festival makanan dan produk lokal dapat menjadi cara efektif untuk menarik perhatian masyarakat terhadap keanekaragaman pangan.
Secara umum kearifan lokal mempunyai peran sebagai pelestari tradisi dan mendorong meningkatnya inovasi.
Integrasi nilai-nilai budaya dalam praktik pertanian modern dapat menciptakan pendekatan lebih holistik.Â
Konsep gotong royong yang mendalam dalam masyarakat Indonesia dapat diterapkan dalam komunitas pertanian untuk saling membantu dalam proses bertani dan berbagi hasil panen.Â
Masa depan ketahanan dan keanekaragaman pangan di Indonesia sangat tergantung pada kemampuan Pemerintah dan institusi terkait untuk mengintegrasikan budaya dengan praktik inovasi pertanian berkelanjutan.Â
Pemanfaatan pengetahuan lokal, memberdayakan petani, mempromosikan makanan tradisional berbagai daerah dapat menciptakan sistem pangan mampu bertahan terhadap tantangan global dan memperkuat identitas budaya.Â
Diversifikasi pangan dan kearifan lokal memelihara lahan secara ramah lingkungan menjadi salah satu fondasi utama dalam memastikan ketahanan dan keanekaragaman pangan secara berkelanjutan di Indonesia (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H