"Sebaiknya Kak Ilham jangan lagi datang menjemputku karena Astrid pasti butuh bantuanmu," aku berjalan menjauh meninggalkan pemuda itu yang kebingungan melihat tingkahku.
"Justru aku ke sini karena kuatir melihatmu berurusan dengan kupu-kupu yang berada di sarang monyet. Jangan sampai kamu diserang monyet kelaparan atau monyet nifas. Kamu menahu bahayanya ketemu monyet baru beranak? Nanti tubuhmu habis dikunyah induk monyet kelaparan. Mau?"
Aku terperangah, isi otakku yang tercemar polusi cemburu sungguh di luar nalar.
"Kamu tahu, Astrid atau siapapun tidak pernah menyuruhku menjemputmu. Aku datang karena aku care padamu. Hutan ini penuh bahaya tidak terduga. Kamu mengerti maksudku kan?"
"Bagaimana dengan Astrid? Tampaknya dia juga menyukaimu," aku mempertegas kehadiran Astrid di antara kami. Ilham meringis sambil menghembuskan nafasnya.
"Bagaimana kamu menahu Astrid menyukaiku. Dia sudah punya pacar ahli serangga dari Inggris. Â Tampaknya sahabatmu itu kurang ngeh dengan produk lokal," Ilham tertawa kencang tanpa beban.
"Hayolah Meg, selain Astrid, apa lagi yang membuat kamu cemburu?"
Aku tersenyum masam mendengar komentar tandasnya.
"Awas ya, kamu jangan membuat kabar hoax tentang Astrid, aku marah nih," ancamku sambil membelalakkan mata. Cowok itu tidak gentar, malah semakin keras tertawa melihat tingkahku.
"Kamu terlalu serius jadi orang. Ayolah kita pulang, semoga perjalanan lancar menuju ke Makassar. Aku paling benci berurusan dengan truk kontainer yang melintas di tempat ini." Ilham melihat arloji di pergelangan tangannya, dilihatnya sekilas ke langit yang bakal melabuhkan awan gelap. Diperbaikinya posisi jaring serangga dan kotak plastik berisi sampel kupu-kupu yang sudah nangkring di atas motornya.
"Sini kuantar kamu pulang sebelum hujan turun," terdengar suara petir menggelegar di kejauhan.