Kalimat edan dari mulut Ilham terasa bagaikan ledakan petir di siang bolong namun kutahan diriku dalam diam seribu bahasa. Tiba-tiba...
"Itu Kak, kupu-kupunya terbang ke arah hutan. Aku menunjuk seekor kupu-kupu besar berwarna hitam dengan bercak kuning pada sayapnya."
"Tunggui aku disini..."
Lelaki perkasa itu segera berlari mengejar kupu-kupu yang kulihat. Dia mengayunkan jaringnya dan berhasil menangkap seekor kupu-kupu di dalamnya. Aku terpukau melihat gerakan indah Ilham saat menangkap kupu-kupu. Begitu luwes dalam pandangan mataku.
"Jangan bengong saja, ambil kupu-kupunya, ntar keburu rusak sayapnya."
"Itu apa Kak?" aku menunjuk sebuah kantong plastik di tangan Ilham.
"Aku dapat gundukan serasah baru untuk Astrid saat menegejar si cantik ini. Lumayanlah menambah koleksi fauna tanah yang dicarinya."
Aku kembali mendengus kesal. Dengan kasar kumasukkan kupu-kupu itu ke dalam killing bottle berisi kapas beralkohol.Â
"Kamu kenapa sih? Dari tadi monyong saja kalau kusebut nama Astrid. Jangan-jangan kamu..."
"Aku kurang nyaman mendengar nama Astrid selalu disebut setiap kali kita ketemu."
"Astrid kan temanmu, dia bukan siapa-siapaku loh."