"Iya tunggu," setengah berlari Pak Abidin membuka pintu rumahnya.
"Bapak harus bertanggung jawab, lihat anak saya menjadi sakit gegara mendengar suara burung hantu melintas di atas rumah kami malam ini," Mak Onah menunjukkan anak lelaki kecilnya yang gemetar ketakutan dalam gendongannya.
"Memangnya anakmu sakit apa?"
"Dia mulai seperti ini karena mendengar suara burung hantu milik Rahmat."
"Ah masa? Mana ada burung hantu milik Rahmat berkeliaran malam-malam begini," Pak Abidin  meraba kening anak lelaki dalam gendongan Mak Onah, suhu tubuhnya normal dan tidak ada kelainan.
"Suamiku melihat Rahmat melepaskan burung hantu di kebun kelapa sawitmu. Ada rumahnya juga disana."
"Anakmu tidak apa-apa, Onah. Berikan saja segelas minuman hangat, mungkin dia terkejut karena mimpi buruk. Bapak dan Ibu lainnya silahkan pulang ke rumah masing-masing. Hari sudah larut malam."
Pak Abidin segera menutup pintu rumahnya dan berjalan ke dalam kamarnya.Â
Pak Abidin mendatangi Rahmat yang sedang berada di kebun kelapa sawit.  Tangan Rahmat memegang  kantong kresek dan sebuah buku catatan.
"Siapa yang menyuruhmu membuat rumah burung hantu di kebun kelapa sawitku?"Â
"Ini ide saya Pak."