"Are you sure, Yucel?"
Sebuah ciuman kembali mendarat di kening Andita. Segera perempuan itu memeluk erat pinggang Yucel dan menumpahkan tangisnya ke dada sang lelaki.
"I love you too, Yucel"
Andita memejamkan matanya, membiarkan angin dingin Belanda menerpa wajahnya yang penuh air mata bahagia. Dia merasakan kembali bibir lembut Yucel mencium keningnya. Berulang kali bibir hangat itu membelai wajah Andita. Perlahan Andita membuka matanya yang basah, dilihatnya Yucel tersenyum. Lelaki itu tampak sangat bahagia.
"Do you know, I am working hard for our future. I apologise sometimes delayed our appointment because I wanna give the best for you," bisiknya dengan perlahan di telinga Andita.
"I bought the silver ring from my salary. I hope you like it. I apologise, all of my manner to you. I am ready meet your family,"
Andita kembali meletakkan wajahnya di dada Yucel yang bidang. Dia sudah lupa kemarahannya pada Yucel. Otaknya  sibuk merangkai kabar bahagia untuk Bunda dengan menyensor beberapa bagian tertentu. Dia sangat kuatir sang Bunda terkena serangan jantung dadakan gegara mendapat kabar Yucel sukses mengoyak-ngoyak wajah anaknya di tengah hutan Otterlo.
Mereka kembali berjalan beberapa meter menyusuri tembok hasil kreasi pekerja seni. Andita masih shock, dia sibuk dengan pikirannya dan membiarkan Yucel memeluknya dengan erat. Yucel sangat memahami sikap diam Andita karena kejadian tadi memang sangat mengagetkan, terutama untuk perempuan sensitif seperti Andita. Yucel merasa begitu bahagia, pilihannya sangat tepat. Inilah realitas bahwa perempuan pilihan hati Yucel belum pernah tersentuh oleh tangan lelaki manapun. Di ujung tembok yang menjadi saksi kisah cintanya, Yucel kembali memberinya kecupan di kening, mata dan belakang telinga Andita. Tiba-tiba perempuan itu merasakan sekujur tubuhnya  menggigil hebat dan terasa panas membara, padahal suhu saat itu sangat dingin. Dia menutup matanya menikmati sensasi panas yang menggelegak dalam darahnya. Alhasil,  tas dan log book Andita telah jatuh ke tanah hutan. Pikiran sadar Andita sudah terbang jauh sekali, dia melupakan sapi bahan penelitiannya yang harus segera diselesaikan laporannya, kewajiban mengumpulkan koleksi janin sapi cacat dalam laboratorium plus omelan panjang lebar Bundanya jika menahu dia berciuman dengan lelaki bukan muhrim.
Mereka terus dan terus memadu kasih di bawah hujan rintik yang turun membasahi hutan nan sepi. It so romantic, kisses under rainy day. Tiba-tiba Andita menghentikan ciuman Yucel karena dia melihat Petra dan Vivienne telah berdiri menunggu di kejauhan. Kedua bocil itu merengek kedinginan dan meminta Yucel membelikan susu coklat hangat dan permen kesukaannya. Yucel segera membawa mereka ke kafe museum. Andita merasa dirinya  sangat lelah naik turun jalan setapak. Dia sudah tidak berselera lagi melihat berbagai makanan yang terhidang di atas meja. Tampaknya dia sudah kenyang oleh ciuman Yucel saat berada di tengah hutan. Namun Yucel memaksanya untuk meminum susu coklat panas sebagai penambah energi. Dengan penuh sayang Yucel meminumkan susu coklat ke mulut Andita. Setelah itu dia meminum sisanya sampai habis. Â
Masih didengarnya ajakan Yucel untuk melihat lukisan bunga matahari milik van Gogh yang dipamerkan di dalam museum. Saat Yucel mengkonfirmasi ke petugas, ternyata pengunjung sudah tidak diperkenankan lagi masuk ke museum karena sudah waktunya ditutup pada hari itu. Setelah puas makan cheese croissant dan minum hot milk chocolate, Petra dan Vivienne berlari menuju kanvas kosong. Mereka melukis menggunakan kuas elektrik berbagai warna. Andita berdiri menunggui kedua bocil itu melukis mengikuti pikirannya. Sepasang pasutri manula berhenti mengamati lukisan karya Vivienne.
"Your daughter will be a best artist with her painting," puji sang ibu Londo dan menyalami tangan Andita. Lagi-lagi pujian sebagai ibu kedua bocil bergaung di telinga Andita.