Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist. I believe my fingers...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tembok Cinta #1 (Tuhan, Aku Ingin Bersama Yucel)

4 Maret 2023   13:34 Diperbarui: 4 Maret 2023   13:38 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri NurAminah (Otterlo Forest, The Netherlands, Maret 2016)

Hari Minggu setelah breakfast, Andita berjalan perlahan menuju ke kafe favoritnya yang menyediakan oliebollen kesukaannya. Ini adalah Dutch doughnut yang bentuknya bulat, berisi kismis, potongan buah apel yang dicampur dengan bubuk kayu manis. Setelah diangkat dari penggorengan ditabur dengan gula halus. 

Oliebollen  ini sangat nikmat disantap ditemani secangkir teh panas. Sebelum duduk di tempat favoritnya yang berada di sudut dengan pandangan menghadap ke jalan, Andita menghampiri resepsionis, memberitahukan bahwa dia sedang menunggu seseorang yang akan datang menemuinya. 

Andita segera memesan seporsi oliebollen dan teh panas dan berjalan ke kursi favoritnya. Andita mengeluarkan ponsel dan sebuah buku harian dari tasnya. Buku itu adalah log book perjalanannya bersama Yucel yang dipenuhi dengan tanda lope-lope, coretan dan guntingan foto berbagai lokasi yang telah mereka eksplorasi bersama. 

Dia  sangat ingat di kafe  ini Yucel mentraktirnya semangkuk besar es krim rasa vanilla bercampur potongan oreo. Rasanya es krimnya sungguh luar biasa, bertabur susu nan lezat dipadu potongan oreo coklat dan porsi besar pula. Berdua mereka menghabiskan es krim itu sambil tertawa lepas karena porsi makanan di Belanda memang disesuaikan dengan kemampuan makan orang-orangnya. 

Dari pengalaman semangkuk besar es krim yang pernah dimakannya bersama Yucel, hal inilah membuat Andita selalu memesan porsi es krim untuk kinderen alias anak-anak karena lambungnya yang mungil  tidak mampu menampung es krim terlalu banyak. Dari makan es krim bareng, disitulah Andita merasakan perhatian ekstra dari Yucel seiring waktu yang terus berjalan. Tidak pernah ada kata-kata cinta yang terlontar dari pertemuan mereka berikutnya (walaupun Andita berharap mendengar keajaiban itu dari mulut Yucel). Tanpa sadar Andita telah merasakan bayangan Yucel mulai mengacaukan pikirannya. Hatinya mulai merindu mendengar suara Yucel. Apakah ini yang dinamakan cinta?

Ponselnya berdenting perlahan mengabarkan sebuah pesan manis dari Yucel, my sweety I will arrive. Lelaki itu dan 'anaknya' akan tiba di kafe pada jam 09.30 am. Mereka sedang dalam perjalanan berkendara menaik mobil. Andita melihat jam tangannya. Masih ada waktu 30 menit untuk menarik nafas panjang sebelum menerima kenyataan Yucel adalah lelaki 'beristri'. Duh kenyataan ini sungguh luar biasa kejam rasanya. Ternyata hujan turun dengan deras, sekencang batinnya yang menangis membayangkan realitas dia telah menjalin hubungan dengan seorang pria beristri. 

 Batin Andita berguncang hebat, nafasnya terasa sesak. Ingin rasanya berlari menerobos air hujan di luar sana menuju ke suatu tempat untuk bersembunyi. Namun dia sudah berjanji harus tegar menghadapi kenyataan. Andita memutuskan hari itu adalah penentuan status  Yucel secara jelas dalam kehidupannya. Selama ini lelaki berkulit terang itu sangat tertutup bercerita tentang diri dan keluarganya. Andita menghela nafasnya dengan sangat berat. Rasanya dia tidak sanggup menerima kenyataan ini.

Langit masih berwarna biru, mentari pagi menyembul malu-malu dari balik awan. Andita melihat sebuah mobil berwarna hitam parkir di dekat kafe. Dari dalamnya turunlah lelaki yang disayanginya secara diam-diam. Sambil memegang payung, lelaki itu membuka pintu belakang. Dari balik pintu mobil terlihat dua orang anak perempuan, tampaknya kakak beradik, salah satunya membawa buket bunga mawar merah. Yucel segera memayungi kedua anak itu dan berjalan cepat ke pintu kafe. 

Andita menutup wajahnya dan menahan rasa pilu di dalam dadanya melihat pemandangan itu. Saat mendengar Yucel menyebut namanya di depan resepsionis, si mbak Londo segera mengedipkan sebelah matanya dan menunjuk Andita yang telah berdiri sambil tersenyum manis (penuh rasa pilu)  di belakang lelaki itu. Yucel segera berbalik, tertawa lebar melihat Andita. Dia tetap percaya diri  walaupun baju, celana dan sepatunya telah basah tersiram air hujan. Kedua bola matanya berbinar Bahagia bertemu kembali dengan perempuan yang dirindukannya. Wajah  lelaki itu terlihat sangat lelah. Dia segera mengenalkan kedua putrinya kepada Andita.

Suara Andita tercekat di tenggorokan  saat Petra dan Vivienne menyerahkan buket bunga mawar ke tangannya yang dingin membeku. Rangkaian bunga melambangkan rasa  cinta yang sangat indah, harum baunya dan pasti mahal harganya. Yucel menyebutkan umur kedua anak perempuan itu adalah 9 dan 7 tahun. 

Wajah kedua malaikat milik Yucel itu bagaikan boneka dari Timur Tengah dengan bola mata hitam pekat sewarna dengan rambutnya yang ikal. Sambil tersenyum manis  Andita membawa kedua bocil itu ke mejanya. Dirasakannya tangan kekar Yucel menyentuh lembut pinggangnya dan mengikuti langkah mereka. Andita menjerit dalam hati membayangkan dirinya akan bersalin rupa menjadi ibu sambung untuk anak-anak Yucel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun