Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinderella Sehari

20 Februari 2023   00:24 Diperbarui: 20 Februari 2023   01:07 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Mengapa dia telah tega berlaku kejam dapa sang cahaya rumah tangga, padahal almarhum ayahnya telah berpesan untuk selalu menjaga ibunya. Spontan Andita bersimpuh di kaki sang Bunda, menangis sesenggukan.

Ibunda yang sangat paham dengan kegalauan anaknya segera merangkul sang buah hati ke dalam pelukannya. Dia menahu benar, kostum wisuda dan sifatnya yang tomboy telah berbalik arah melukai batin sang anak sedemikian dalam. Dia mengerti, anaknya berada di ambang penyesalan karena mengabaikan semua nasihatnya. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Saat itulah muncul perasaan tersisih dalam diri Andita karena semua temannya telah siap mempercantik diri dan dia ditinggalkan karena tidak mampu mengikut derap langkah para dewi kecantikan.

Sesendok nasi yang disuapkan sang Bunda ke mulutnya terasa begitu lezat. Andita memejamkan mata, air matanya mengalir deras memohon ampunan Tuhan telah melupakan seorang Ibu yang begitu menyayanginya. Hatinya terasa sangat berat menelan nasi yang sangat enak itu, namun suapan nasi berikutnya sudah berada di depan mulutnya. Dia tidak dapat membayangkan mengapa nasi yang dimakannya hari itu sungguh berbeda dengan hari sebelumnya.

"Kamu makan dulu Nak. Sebentar dilanjutkan tangisnya ya," sang Bunda tersenyum kecil melihat anaknya berurai air mata. Bagaikan anak kecil, Andita patuh membuka mulutnya dan menghabiskan sepiring nasi yang disuapkan oleh bundanya.

Hujan sore hari telah meredakan panas terik sang surya. Andita bercerita bahwa dia telah mendapatkan undangan wisuda dari kampusnya. Sampai saat itu dia belum memiliki baju yang akan dipakainya di hari bersejarah itu. Sang Bunda tersenyum dan mengelus lembut pipi anaknya. Begitu agung ibuku ini, kata Andita dalam hati saat memandang sosok bersahaja itu duduk tegak di sebuah kursi.

"Kamu adalah anak perempuanku seorang Nak. Mana mungkin Ibu membiarkanmu tersisih di acara sepenting itu,"

"Tetapi Andita tidak punya baju, Bu. Apakah kita akan menyewa baju wisuda?dimana tempatnya?waktu yang mepet ini tidak mungkin  digunakan mencari kain dan membawanya ke tukang jahit"

Sang Bunda tersenyum tipis. Bagaikan angin, sang Bunda berkelebat masuk ke dalam kamar. Sejenak kemudian dia menenteng sebuah bungkusan besar di tangannya.

"Ibu sudah mempersiapkan ini untukmu. Bukalah Nak,"

Sedikit ragu dan penasaran Andita membuka perlahan bungkusan pemberian ibunya. Dia memekik kencang. Baju untuk wisuda berbahan brokat berwarna merah marun telah memikat lubuk hatinya yang begitu dalam.

"Ibu, ini cantik sekali," Andita berdecak kagum, tangannya mengelus lembut baju itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun