Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinderella Sehari

20 Februari 2023   00:24 Diperbarui: 20 Februari 2023   01:07 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Hari wisuda adalah puncak pencapaian hasil belajar dan kerja keras selama kuliah beberapa tahun di perguruan tinggi. Saat itu menjadi hari yang paling berbahagia dan telah lama ditunggu oleh orang tua, kerabat dan handai taulan.

Hari wisuda adalah saat dimana semua orang ingin datang dan tampil dengan pakaian terbaiknya.

Hari wisuda adalah reuni keluarga besar, seorang wisudawan datang ke auditorium diantar oleh mobil yang sesak oleh sanak keluarga siap dengan rantang siaga untuk bekal makan siang beramai-ramai.

Andita adalah seorang gadis tomboy.  Kemana-mana lebih menyukai bercelana jeans belel dipadukan dengan baju kaos dan kemeja yang tidak dikancing. Rambut cepak sudah menjadi gayanya sehari-hari.  Dia melanjutkan studinya ke fakultas yang terbilang kotor dan berlumpur namun itulah dunia yang sangat disukainya. Andita sebenarnya tidak perlu bekerja keras jika dia menuruti keinginan Ibunya untuk mengelola salon. Namun Andita tampaknya lebih menyukai bergulat dengan lintah, keong, bekicot dan tanah becek di sawah daripada memoles bedak ke wajah perempuan sosialita yang menjadi klien salon ibunya.  Hal inilah menjadi sumber pertengkaran antara dia dan ibunya. Batinnya begitu terbelenggu dan tertekan  jika melihat peralatan salon yang harus dipelajarinya supaya meneruskan harapan ibunya. Dia adalah pewaris tunggal tahta salon kecantikan itu. Bukanlah Andita kalau tidak keras kepala mempertahankan pendapatnya. Ini hidupku dan aku yang mengatur apa yang terbaik untuk diriku, begitu selalu ucapannya yang terlontar saat sang Bunda menanyakan kesiapannya mengelola salon. Andita menahu umur sang Bunda semakin renta. Namun dia keukeuh menolak tegas ancaman ibunya untuk tidak membayarkan uang kuliahnya jika tetap menolak mengelola salon dan karyawan yang bekerja di dalamnya. Mendengar ancaman seperti itu, Andita malah menyiapkan diri untuk melamar menjadi free-lance journalist di media kampus. Honornya sangat minim namun dia menemukan kebebasan berekpresi dengan minatnya yang suka jeprat-jepret obyek menarik yang dilaluinya. Itulah Andita, si tomboy yang selalu membuat pusing kepala sang Bunda.

Tanpa terasa, empat tahun telah berlalu. Ujian Sarjana dilalui Andita dengan sangat mulus. Berpakaian putih dengan rok hitam panjang membuat Andita tampak canggung  saat berjalan. Dia melangkah tertatih-tatih walaupun sepatu kets kesayangannya tetap menempel erat di kakinya. Rok panjang itu menghalangi kebebasan kakinya melangkah. Semua orang takjub melihat Andita saat memasuki ruang ujian. Para dosen ternganga, tercengang menyadari bahwa Andita adalah seorang perempuan original. Dia berpakaian rapi dan sopan sesuai dengan yang ditentukan oleh SOP kampus saat mahasiswa menjalani Ujian Sarjana. Tidak ada pilihan lain, Andita harus mengikut aturan akademik yang berlaku supaya dapat ikut wisuda. Mau bilang apa lagi, masa depan cemerlang sudah berada di depan mata. You just wearing a symbol for little bit, girl.  

Singkat cerita setelah melalui Ujian Sarjana, Andita tiba pada hari wisuda. Jauh hari sebelumnya, secara diam-diam sang Bunda telah menyiapkan segalanya untuk si buah hati. Beliau menahu benar watak anaknya yang sangat sensitif jika menyinggung tentang gender dan caranya berpakaian. Setelah berkonsultasi dengan seorang penjahit berpengalaman, sang Bunda kemudian mencari bahan baju dan kain yang akan dijahit untuk si ananda, termasuk selop anti selip yang ringkas untuk dipakai. Sang Bunda juga menyiapkan kerudung simpel untuk menutupi rambut anaknya yang cepak supaya terlihat lebih bermartabat di forum yang amat diagungkan oleh civitas akademika.

Tiga hari sebelum wisuda, Andita pulang dengan wajah murung. Kecemasan membayang sangat jelas di wajahnya. Dia segera menghempaskan dirinya ke atas sofa dan menutup wajahnya dengan bantalan kursi. Dadanya terasa sangat sesak. Dia ingin curhat pada sang Bunda namun kesombongannya  membuat lidah dan semua sendi badannya terasa sangat kaku. Dia memandang nanar sehelai undangan putih berstempel institusi yang berada dalam genggamannya. Ini sudah menyangkut kehadirannya dalam wisuda.

Sebelah tangannya sudah menggenggam kantong kertas berisi toga, tapi bagaimana baju untuk wisuda?

Alangkah memalukannya jika dia harus mengenakan baju yang sama dengan saat Ujian Sarjana?memakai sepatu kets pula. Hari wisuda adalah momen terbaik seorang wisudawati memperlihatkan kecantikan dan semua aura kemolekan yang dimilikinya. Hari dimana wajah dipoles dengan riasan terbaik untuk mengabadikan saat bersejarah lulus dari perguruan tinggi. Andita memejamkan matanya. Semua temannya lelaki dan perempuan sudah menghilang, sibuk mempersiapkan baju untuk wisuda dan segala rupa pernak-pernik di hari istimewa itu.

Andita tersadar saat sebuah usapan lembut menyentuh wajahnya.

"Kamu tidak makan nak? Ibu sudah menyiapkan lauk tempe orek dan sayur asam kesukaanmu," kalimat sang Bunda terasa begitu sejuk menyentuh sanubarinya. Andita terhenyak, kalimat lembut itu terasa bagai pisau yang menusuk amat dalam ke batinnya. Di dalam hati Andita merutuki dirinya sendiri, sangat menyesal luar biasa. Mengapa sungguh tega dia selalu menyia-nyiakan serta melukai hati Ibunya yang ingin melihat anaknya tampil cantik dan menawan sebagai seorang perempuan.

Mengapa dia telah tega berlaku kejam dapa sang cahaya rumah tangga, padahal almarhum ayahnya telah berpesan untuk selalu menjaga ibunya. Spontan Andita bersimpuh di kaki sang Bunda, menangis sesenggukan.

Ibunda yang sangat paham dengan kegalauan anaknya segera merangkul sang buah hati ke dalam pelukannya. Dia menahu benar, kostum wisuda dan sifatnya yang tomboy telah berbalik arah melukai batin sang anak sedemikian dalam. Dia mengerti, anaknya berada di ambang penyesalan karena mengabaikan semua nasihatnya. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Saat itulah muncul perasaan tersisih dalam diri Andita karena semua temannya telah siap mempercantik diri dan dia ditinggalkan karena tidak mampu mengikut derap langkah para dewi kecantikan.

Sesendok nasi yang disuapkan sang Bunda ke mulutnya terasa begitu lezat. Andita memejamkan mata, air matanya mengalir deras memohon ampunan Tuhan telah melupakan seorang Ibu yang begitu menyayanginya. Hatinya terasa sangat berat menelan nasi yang sangat enak itu, namun suapan nasi berikutnya sudah berada di depan mulutnya. Dia tidak dapat membayangkan mengapa nasi yang dimakannya hari itu sungguh berbeda dengan hari sebelumnya.

"Kamu makan dulu Nak. Sebentar dilanjutkan tangisnya ya," sang Bunda tersenyum kecil melihat anaknya berurai air mata. Bagaikan anak kecil, Andita patuh membuka mulutnya dan menghabiskan sepiring nasi yang disuapkan oleh bundanya.

Hujan sore hari telah meredakan panas terik sang surya. Andita bercerita bahwa dia telah mendapatkan undangan wisuda dari kampusnya. Sampai saat itu dia belum memiliki baju yang akan dipakainya di hari bersejarah itu. Sang Bunda tersenyum dan mengelus lembut pipi anaknya. Begitu agung ibuku ini, kata Andita dalam hati saat memandang sosok bersahaja itu duduk tegak di sebuah kursi.

"Kamu adalah anak perempuanku seorang Nak. Mana mungkin Ibu membiarkanmu tersisih di acara sepenting itu,"

"Tetapi Andita tidak punya baju, Bu. Apakah kita akan menyewa baju wisuda?dimana tempatnya?waktu yang mepet ini tidak mungkin  digunakan mencari kain dan membawanya ke tukang jahit"

Sang Bunda tersenyum tipis. Bagaikan angin, sang Bunda berkelebat masuk ke dalam kamar. Sejenak kemudian dia menenteng sebuah bungkusan besar di tangannya.

"Ibu sudah mempersiapkan ini untukmu. Bukalah Nak,"

Sedikit ragu dan penasaran Andita membuka perlahan bungkusan pemberian ibunya. Dia memekik kencang. Baju untuk wisuda berbahan brokat berwarna merah marun telah memikat lubuk hatinya yang begitu dalam.

"Ibu, ini cantik sekali," Andita berdecak kagum, tangannya mengelus lembut baju itu.

"Kamu suka Nak?"

"Aku suka sekali Bu, ini warna favoritku. Terima kasih Bu," Andita bersimpuh mencium lutut ibunya yang kembali duduk di kursinya.

"Mulai besok, kamu harus bersih-bersih memakai resep leluhur, supaya wajah dan kulitmu glowing saat hari wisuda,"

"Terserah Ibu, saya mengikut saja apa yang terbaik," Andita melengos pasrah. Dia tersenyum bahagia karena baju wisuda impian telah tersedia. Sebuah kejutan termanis yang dia peroleh di hari itu.

Hitungan mundur berlaku menjelang hari wisuda. Andita dipermak habis-habisan di salon ibunya. Si tomboy itu menurut karena sudah merasa menyesal mengabaikan segala kebaikan yang ditawarkan oleh sang Bunda. Hari wisuda tiba. Dengan langkah gemulai, Andita memasuki auditorium bersama sang Ibu. Keterampilan Ibunya dalam me-make over putri kesayangannya telah meluluh lantakkan auditorium  tempat dilaksanakannya wisuda. Semua orang terkesima, tidak menyangka bagaimana seorang Andita yang tomboy, urak-urakan menjelma sebagai Cinderella yang cantik.

Hari wisuda adalah kejaiban dan awal mula kehidupan yang manis untuk Andita dan Ibunya. Perseteruan tak berujung  karena keegoisan Andita hilang terbawa angin. Ibunya adalah segalanya dan dia rela mengabdikan diri untuk orang yang telah mati-matian melahirkan dirinya ke dunia. Hari wisuda telah menyatukan dua hati, anak dan ibu dalam satu ikatan cinta nan abadi (srn).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun