Bel berbunyi tandanya proses belajar mengajar di mulai. Aku pun memasuki kelas, menyapa mereka dan berkenalan. Mereka adalah murid yang asyik, lugu, lucu yang penuh semangat. Ternyata anak yang ku lihat tadi berada di kelas ini, dan namanya Syifa. Kami memulai pelajaran dengan suka cita.
Kring.......kring.......kring...
Bel pulang telah berbunyi, waktunya mengakhiri pelajaran. Anak-anak berdoa dan pulang kerumah masing-masing. Aku pun pulang melewati jalan yang sama, aku melihat anak itu lagi, ia berjalan di depanku, aga jauh namun aku bisa melihatnya, yang aku heran ia tidak masuk ke rumah gubuk yang tadi ia berdiam diri. Ia terus berjalan dan belok di tikungan, aku pun tidak memikirkannya.
Keesokan harinya. Aku bergegas untuk mengajar kembali, berjalan kaki dengan senang hati. Lagi-lagi aku melihat anak itu berdiam diri di rumah gubuk itu. Aku melempar senyuman lagi, ia pun membalasnya lagi.
"Yu bareng sama ibu" ujarku. "Makasih bu, ibu duluan aja" ujarnya dengan sopan. "Ya udah Ibu duluan ya" jawabku, aku masih berfikir bahwa ia menunggu kawannya.
Sampai suatu ketika aku bertanya kepada guru yang lain, rumah yang berdinding pagar bambu itu rumah siapa? Karena di desa ini hanya rumah itu satu-satunya yang masih pagar bambu. "Itu rumah Nek Ijah, ia sudah ditinggal anak-anaknya, dia tinggal sebatang kara" jelas rekan guru. "Ia kasihan banget Nek Ijah, anaknya cuma satu-satunya dan pindah ke kota pula, 10 tahun gak di tengokin", sahut guru yang lain menimpali. Deg dadaku sesak, merasa kasihan dengan Nek Ijah itu, lalu kenapa Syifa anak kelasku setiap pagi selalu di depan rumah Nek Ijah? Belum sempat aku bertanya lagi, bel masuk sudah berbunyi.
Akhirnya keesokan harinya aku pergi ke sekolah lebih awal menunggu di semak-semak dekat rumah Nek Ijah, melihat apa yang di lakukan Syifa di sana. Aku menunggu lama, akhirnya Syifa datang, namun sekarang ia hanya melewati rumah Nek Ijah, tidak seperti kemarin berdiam diri di sana seperti menunggu sesuatu. Rasa penasaran pun semakin besar, akhirnya aku niatkan lagi keesokan harinya untuk datang lebih awal lagi.
Pagi telah tiba, aku menunggu kedatangan Syifa kerumah Nek Ijah, sekian lama menunggu akhirnya Syifa pun datang, dan sekarang ia berhenti di depan rumah Nek Ijah, ia tengok ke kanan dan kiri, ada sepeda motor yang melintas, ia tunggu motor itu pergi menjauh terlebih dahulu, setelah jauh ia tengok ke kanan dan ke kiri lagi, sangat sepi, kemudian ia mengucapkan salam ke rumah Nek Ijah.
"Asalamualaikum..... Assamulaiakum....Assalmualaikum Nek Ijah" ucap syifa, akhirnya Nek Ijah pun keluar, ia sudah lanjut usia sekali, umurnya kisaran 80-90 tahun, jalannya sudah membungkuk.
"Waalaikumsalam", jawab Nek Ijah, syifa pun langsung mengeluarkan makanan dari dalam tasnya, dan menyodorkan kantong plastik kecil ke Nek Ijah. Aku tidak tahu pasti isinya apa namun sepertinya 1 buah roti. Nek Ijah menerima dengan senang hati sambil berterima kasih kepada Syifa.
Setelah memberikannya kepada Nek Ijah ia pun langsung bergegas menuju sekolah. Seketika air mataku menggenang, aku terharu, tak mampu berkata apa-apa. Setelah itu aku pun bergegas menuju sekolah. Banyak pertanyaan di benakku, aka ingin jawaban itu.