Mohon tunggu...
Sri Lestari
Sri Lestari Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Ibu tiga orang anak yang masih berproses untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Kita Telah Peduli pada Sesama?

21 Juli 2021   20:38 Diperbarui: 21 Juli 2021   21:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kepatuhan terhadap aturan karantina yang dilakukan di rumah karantina yang disediakan di komunitas, masih lebih baik daripada yang dilakukan di tingkat rumah tangga. Anak-anak dan remaja yang dikarantina mengalami tekanan psikologis yang lebih besar daripada anak-anak dan remaja yang tidak dikarantina. Secara psikologis remaja yang menjalani karantina mengalami kekhawatiran (68,59%), ketidakberdayaan (66,11%) dan ketakutan (61,98%).

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa melakukan karantina mandiri memang tidak mudah. Problem-problem psikologis yang muncul antara lain kecemasan akan infeksi Covid-19 yang dialami dan kesepian karena harus berada di tempat karantina dan minim mobilitas. Belum lagi perubahan jadwal rutinitas dan target-target capaian yang berubah dan perlu disesuaikan dengan situasi kondisi selama karantina. Anggapan keluarga, teman-teman, atau masyarakat yang cenderung menyalahkan penyintas Covid-19 makin memperberat beban psikologis yang harus ditanggung.

Taat Aturan Karantina Berarti Peduli

Media telah memberitakan bantuan yang diberikan kepada para penyintas Covid-19 yang sedang menjalani karantina. Dengan sikap kekeluargaan dan penuh perhatian, masyarakat saling bahu membahu. Memberikan bantuan materi maupun non-materi secara sukarela. Sebagai contoh, Gerakan Jogo Tonggo yang dikumandangkan Gubernur Ganjar Pranowo telah mengangkat kearifan lokal untuk saling membantu. Gerakan ini memposisikan penyintas Covid-19 sebagai pihak yang dibantu.

Dalam pendampingan dengan para penyintas yang sedang menjalani karantina terungkap ketidaknyaman yang dirasakan. Seperti diungkapkan mahasiswa, dan dua orang pegawai berikut ini.

"Bosan... jenuh. Ga bisa pergi-pergi dengan bebas seperti biasanya." (seorang remaja, mahasiswa)

"Rasanya ga enak, saya kok jadi merepotkan orang lain ya." (seorang Ibu, pegawai)

"Ga nyaman Bu, apa-apa harus sendiri. Biasanya dilayani istri." (seorang bapak, pegawai)

Meskipun merasakan ketidaknyamanan, para penyintas Covid-19 tetap berupaya mentaati semua prosedur karantina yang telah ditentukan. Menempati kamar sendiri yang minim interaksi secara langsung dengan penyintas lain, sekalipun berada dalam gedung yang sama.

 Para penyintas Covid-19 ini menyadari bahwa ketaatan mereka terhadap aturan karantina merupakan bukti kepedulian pada sesama. Dengan menjalani karantina, mereka tidak menjadi agen yang menularkan virus Corona kepada orang lain.  

Memang tidak mudah menjalani masa karantina sekitar dua pekan itu. Namun dengan tekat yang kuat dan semangat, para penyintas Covid-19 dapat melaluinya dengan baik. Berikut ini beberapa kiat yang dilakukan oleh penyintas Covid-19 selama menjalani karantina.

  • Berpikir positif. Berada di tempat karantina, dapat dimaknai penyintas Covid-19 sebagai anugerah Tuhan untuk beristirahat sejenak. Selama ini tubuhnya sudah banyak sekali diajak melakukan aktivitas hingga lelah. Inilah saatnya memenuhi hak tubuh untuk beristirahat.
  • Menjaga kesehatan. Meskipun makanan yang dikonsumsi tidak terasa enaknya, para penyintas Covid-19 perlu untuk memaksakan diri untuk makan makanan bergizi agar asupan nutrisi terpenuhi. Penyintas Covid-19 juga mengonsumsi paket obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter. Anjuran untuk berjemur dan berolahraga pun dilakukan secara rutin.
  • Tetap menjalin relasi sosial. Ketika menjalani karantina bukan berarti penyintas harus terisolasi secara sosial. Berkabar dengan keluarga, kerabat, maupun sahabat dapat dilakukan dengan cara chatting maupun telepon. Ada pula yang menulis pengalaman karantina di media sosial. Selain berbagi, ternyata juga berimbas memperoleh semangat dan dukungan.
  • Berdoa. Meningkatkan ibadah dan berdoa dapat memperkuat spiritualitas. Meneguhkan keyakinan bahwa ada Allah Swt yang dapat menjadi tempat mengadu, memohon kesembuhan dan kekuatan untuk menjalani hari-hari yang mungkin terasa lebih berat.
  • Bersyukur. Mendapatkan cobaan dengan tertular Covid-19 dan harus menjalani karantina, bukanlah aib yang memalukan. Kondisi tersebut tetap harus disyukuri, karena masih banyak karunia Allah Swt lainnya yang diterima. Ketika mata masih bisa melihat. Telinga masih bisa mendengar. Jantung masih berdetak dengan irama rutinnya. Keluarga dan teman yang mengabarkan dengan hangat. Bukankah itu juga karunia luar biasa?.
  • Sadar bahayanya Covid-19. Menjalani masa karantina dengan patuh pada aturan merupakan wujud nyata dari keinginan untuk sembuh dari infeksi Covid-19. Menjalani karantina secara taat sesuai prosedur merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan virus Corona secara luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun