Mohon tunggu...
Sri Lestari
Sri Lestari Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Ibu tiga orang anak yang masih berproses untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Kita Telah Peduli pada Sesama?

21 Juli 2021   20:38 Diperbarui: 21 Juli 2021   21:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia masih berjibaku dengan pandemi Covid-19 yang tak kunjung mereda. Data yang ditampilkan Kompas.com per 19 Juli 2021 menyatakan Indonesia berada di posisi ke-15 dunia sebagai negara dengan kasus Covid-19 terbanyak. Sementara untuk negara dengan angka kematian tertinggi, Indonesia menjadi juara pertama dengan korban meninggal sebanyak 1.093 orang.

Dengan kondisi tersebut rumah sakit rujukan pun telah dipenuhi oleh pasien Covid-19. Bahkan rumah sakit-rumah sakit menyatakan telah kewalahan dalam menangani pasien yang terus berdatangan. 

Apalagi rata-rata pasien yang datang ini telah berada dalam kondisi berat. Sementara pasien yang berada dalam taraf ringan sampai sedang disarankan untuk melakukan karantina mandiri di rumahnya masing-masing. Bila kondisi rumah tidak memungkinkan untuk karantina mandiri, telah disediakan tempat-tempat untuk karantina bersama. 

Pemerintah telah melakukan beragam upaya untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini. Upaya pemeriksaan massal maupun tracing terus dilakukan, meskipun jumlahnya sangat terbatas.  Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan PSBB untuk membatasi aktivitas antar wilayah dalam skala luas. Berikutnya ada kebijakan PPKM mikro, dan saat ini diberlakukan PPKM darurat. Upaya vaksinasi pun telah mulai dilakukan, meskipun baru mencapai 7,86% yang telah vaksinasi lengkap.

Kementerian Kesehatan RI pun telah mengeluarkan panduan dalam mencegah dan mengendalikan Covid-19 ini. Kemenkes RI melakukan manajemen kesehatan masyarakat melalui rangkaian kegiatan yang meliputi karantina/isolasi, pemantauan, pemeriksaan spesimen, penyelidikan epidemiologi, serta komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat.

Upaya melakukan perubahan secara sosial pun dilakukan. Mulai dari penjarakan sosial (social distancing) untuk meminimalkan interaksi sosial dan mencegah terjadinya kerumunan untuk mencegah transmisi virus Corona. 

Bagi pihak-pihak yang melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi, atau melakukan perjalanan dari lokasi-lokasi yang tersebar virus Corona, harus melakukan karantina mandiri (self-quarantine). Pemisahan orang yang terinfeksi dengan yang tidak terinfeksi pun dilakukan melalui isolasi mandiri (self-isolation) (Suppawittaya, Yiemphat, & Yasri, 2020).  

Beragam upaya telah dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah laju persebaran Covid-19. Namun hasil yang diperoleh masih jauh dari harapan. Dalam kondisi seperti ini, kita dikejutkan dengan berita tentang kasus-kasus ketidaktaatan warga yang menjalani karantina mandiri di tempat tinggal. 

Dengan alasan bosan di rumah terus, capek, dan sebagainya, warga yang seharusnya menjalani karantina mandiri kembali keluar rumah. Ada yang ikut membantu memasak tetangga yang punya hajat (Jawa: rewangan). Ada pula penyintas Covid-19 yang datang ke tempat wedangan, yakni semacam tempat kaki lima atau kafe untuk minum dan makan, sambil berbincang-bincang. Duuuh...bikin kita makin prihatin dan mengelus  dada.

Mengapa Tidak Taat Aturan Karantina? 

Menjalani karantina bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Tidak semua pasien Covid-19 betah untuk menjalaninya dengan taat sepenuhnya pada aturan. Hasil penelitian Saurabh dan Ranjan (2020) menunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak dan remaja tidak patuh terhadap persyaratan untuk melakukan karantina yakni tidur di tempat terpisah dan tidak menjumpai teman maupun kerabat.

 Kepatuhan terhadap aturan karantina yang dilakukan di rumah karantina yang disediakan di komunitas, masih lebih baik daripada yang dilakukan di tingkat rumah tangga. Anak-anak dan remaja yang dikarantina mengalami tekanan psikologis yang lebih besar daripada anak-anak dan remaja yang tidak dikarantina. Secara psikologis remaja yang menjalani karantina mengalami kekhawatiran (68,59%), ketidakberdayaan (66,11%) dan ketakutan (61,98%).

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa melakukan karantina mandiri memang tidak mudah. Problem-problem psikologis yang muncul antara lain kecemasan akan infeksi Covid-19 yang dialami dan kesepian karena harus berada di tempat karantina dan minim mobilitas. Belum lagi perubahan jadwal rutinitas dan target-target capaian yang berubah dan perlu disesuaikan dengan situasi kondisi selama karantina. Anggapan keluarga, teman-teman, atau masyarakat yang cenderung menyalahkan penyintas Covid-19 makin memperberat beban psikologis yang harus ditanggung.

Taat Aturan Karantina Berarti Peduli

Media telah memberitakan bantuan yang diberikan kepada para penyintas Covid-19 yang sedang menjalani karantina. Dengan sikap kekeluargaan dan penuh perhatian, masyarakat saling bahu membahu. Memberikan bantuan materi maupun non-materi secara sukarela. Sebagai contoh, Gerakan Jogo Tonggo yang dikumandangkan Gubernur Ganjar Pranowo telah mengangkat kearifan lokal untuk saling membantu. Gerakan ini memposisikan penyintas Covid-19 sebagai pihak yang dibantu.

Dalam pendampingan dengan para penyintas yang sedang menjalani karantina terungkap ketidaknyaman yang dirasakan. Seperti diungkapkan mahasiswa, dan dua orang pegawai berikut ini.

"Bosan... jenuh. Ga bisa pergi-pergi dengan bebas seperti biasanya." (seorang remaja, mahasiswa)

"Rasanya ga enak, saya kok jadi merepotkan orang lain ya." (seorang Ibu, pegawai)

"Ga nyaman Bu, apa-apa harus sendiri. Biasanya dilayani istri." (seorang bapak, pegawai)

Meskipun merasakan ketidaknyamanan, para penyintas Covid-19 tetap berupaya mentaati semua prosedur karantina yang telah ditentukan. Menempati kamar sendiri yang minim interaksi secara langsung dengan penyintas lain, sekalipun berada dalam gedung yang sama.

 Para penyintas Covid-19 ini menyadari bahwa ketaatan mereka terhadap aturan karantina merupakan bukti kepedulian pada sesama. Dengan menjalani karantina, mereka tidak menjadi agen yang menularkan virus Corona kepada orang lain.  

Memang tidak mudah menjalani masa karantina sekitar dua pekan itu. Namun dengan tekat yang kuat dan semangat, para penyintas Covid-19 dapat melaluinya dengan baik. Berikut ini beberapa kiat yang dilakukan oleh penyintas Covid-19 selama menjalani karantina.

  • Berpikir positif. Berada di tempat karantina, dapat dimaknai penyintas Covid-19 sebagai anugerah Tuhan untuk beristirahat sejenak. Selama ini tubuhnya sudah banyak sekali diajak melakukan aktivitas hingga lelah. Inilah saatnya memenuhi hak tubuh untuk beristirahat.
  • Menjaga kesehatan. Meskipun makanan yang dikonsumsi tidak terasa enaknya, para penyintas Covid-19 perlu untuk memaksakan diri untuk makan makanan bergizi agar asupan nutrisi terpenuhi. Penyintas Covid-19 juga mengonsumsi paket obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter. Anjuran untuk berjemur dan berolahraga pun dilakukan secara rutin.
  • Tetap menjalin relasi sosial. Ketika menjalani karantina bukan berarti penyintas harus terisolasi secara sosial. Berkabar dengan keluarga, kerabat, maupun sahabat dapat dilakukan dengan cara chatting maupun telepon. Ada pula yang menulis pengalaman karantina di media sosial. Selain berbagi, ternyata juga berimbas memperoleh semangat dan dukungan.
  • Berdoa. Meningkatkan ibadah dan berdoa dapat memperkuat spiritualitas. Meneguhkan keyakinan bahwa ada Allah Swt yang dapat menjadi tempat mengadu, memohon kesembuhan dan kekuatan untuk menjalani hari-hari yang mungkin terasa lebih berat.
  • Bersyukur. Mendapatkan cobaan dengan tertular Covid-19 dan harus menjalani karantina, bukanlah aib yang memalukan. Kondisi tersebut tetap harus disyukuri, karena masih banyak karunia Allah Swt lainnya yang diterima. Ketika mata masih bisa melihat. Telinga masih bisa mendengar. Jantung masih berdetak dengan irama rutinnya. Keluarga dan teman yang mengabarkan dengan hangat. Bukankah itu juga karunia luar biasa?.
  • Sadar bahayanya Covid-19. Menjalani masa karantina dengan patuh pada aturan merupakan wujud nyata dari keinginan untuk sembuh dari infeksi Covid-19. Menjalani karantina secara taat sesuai prosedur merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan virus Corona secara luas.

Taat Protokol Kesehatan Berarti Peduli

Kita mestinya bisa belajar dari negara-negara lain yang telah berhasil menurunkan laju persebaran virus Corona ini. Selain upaya pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya yang tepat, perilaku masyarakat pun memiliki peran yang sangat penting. Perilaku taat terhadap aturan protokol kesehatan yang telah disosialisasikan menjadi kunci penting untuk menghambat laju persebaran Covid-19 ini.

Ketika kita taat protokol kesehatan (prokes), sesungguhnya kita menjaga diri sendiri sekaligus menjaga orang lain di sekitar kita. Bisa saja, kita yang masih muda dan sehat tidak terlalu khawatir terinfeksi Covid-19 karena mungkin tidak menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Namun bagaimana dengan orang-orang lain yang rentan dan ada di sekitar kita? 

Ketika kita abai terhadap prokes, sangat mungkin kita menjadi agen penularan Covid-19 ini kepada orang lain. Kita tidak akan pernah ahu, berapa banyak orang yang akan menjadi korban akibat perilaku abai prokes ini. Pernahkah terbayang, bila yang terinfeksi itu adalah orang-orang terdekat yang kita sayangi? Orang tua, kakek-nenek, dan kerabat kita yang telah lanjut usia? Atau anak-anak yang masih belia yang pernah berada di sekitar kita? Saudara-saudara kita yang telah berusaha taat prokes pun juga bisa menjadi korban dari perilaku orang yang abai prokes ini.

Mari menjadi orang-orang yang peduli pada sesama, dengan taat protokol kesehatan di mana pun kita berada. Bukankah Rasulullah Saw telah mengajarkan bagaimana mencintai saudara? Dalam salah satu hadis, Nabi Muhammad Saw bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang sebelum mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri."(HR. Bukhari dan Muslim). Kecintaan kepada sesama adalah ajaran Islam yang sangat mulia. Di antara keagungan cinta itu adalah mengutamakan saudara-saudara daripada diri sendiri.

Mari kita peduli. Buktikan cinta diri dan sesama dengan taat pada protokol kesehatan.

Referensi:

Nurjanah, S. (2020). Gangguan mental emosional pada klien pandemi covid-19 di rumah karantina.Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(3), 329-334.

Pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus disease (Covid-19). Kementerian Kesehatan RI, Juli 2020. Diunduh 21 Juli 2021 dari sini

Saurabh, K., & Ranjan, S. (2020). Compliance and psychological impact of quarantine in children and adolescents due to Covid-19 pandemic. The Indian Journal of Pediatrics, 87, 532-536.

Suppawittaya, P., Yiemphat, P., & Yasri, P. (2020). Effects of social distancing, self-quarantine and self-isolation during the COVID-19 pandemic on people's well-being, and how to cope with it. International Journal of Science and Healthcare Research, 5(2), 12-20.

Wahyudi (2006).Hadis nabi tentang mencintai sesama saudara: Kajian Ma'ani hadis. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Diunduh 21 Juli 2021 dari  http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36354/

"Update Corona 19 Juli: Angka Kematian Harian di Indonesia Tertinggi di Dunia", Diunduh dari sini

Cakupan Vaksinasi COVID-19 Dosis 1 dan 2 di Indonesia. Diunduh 21 Juli 2021 dari https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun