Aku memandang cermin. Memperhatikan wajahku
Bekas hitam pelumas rante masih ada tersisa sedikit. Ku biarkan saja
Enggan aku membersihkannya. Terbayang jelas aku wajah Dyah yg tomboi dengan rambut Demi Moore nya
Dengan garis garis detail wajahnya yang anatomis seimbang. Aku tersenyum sendiri
"Ndis, dari pada ngelamun, mbok nyuci piring konoh.." tiba tiba bulik ku muncul dari balik tirai kamarku
"Inggih bulik, saya tak ganti baju dulu"
"Mbesok kami mau tidur di rumah eyang pasar Kliwon. Kamu kalo mau tidur aja mbesok di rumah eyang Dung lumbu ya...."
"Ada apa tho di rumah eyang sar Kliwon?"
"Syukuran si Mala Khataman"
"Oh, ya udah saya besok pulang sekolah langsung ke Dung Lumbu" dalam hati aku bersorak
Aku akan bisa ketemu Dyah. Dan juga karena aku pernah janji ama dia. yihuiii...
***************
Dyah tercenung dikamar, memeluk boneka tedi nya. Tissue bekas mengusap wajah si tembel Gendis masih digenggamannya
Dyah tidak membuangnya.
Diciumnya tisue itu perlahan "aku suka bau mu mas.., bau mu asemmm".
Dyah teringat pandangan mata tajam Gendis menusuk kalbu nya. Mengingatnya saja membuat pipinya kembali memerah.
"Ah, dasar tembel. aku kok terus mengingatmu?"
Dyah mengambil buku diary nya dan menuliskan kejadian yg dialami nya hari ini...
Dear dairy,
Aku bertemu seseorang hari ini. Namanya G. orangnya manis
Gayanya cueeek banget, nggak jaim kayak B. sebenarnya penampilannya sih kayak gembel....
Tapi kenapa ya kok hatiku merasa lain pas lihat dia? Apa karena lesung pipit nya?
Atau guyonan nya yang bikin hatiku senang?
Atau tatapan matanya yg bikin aku lemas?
Jangan jangan, aku sedang........
Ah, gak ah...
Dear diary,
Sebenarnya, aku merasa bahagia hari ini
Tapi jika mengingat bahwa aku sudah tak punya rasa itu lagi semenjak perjodohan itu, aku sedih lagi.
Tolonglah aku dear diary....
kembalikan kan bahagia ku lagi...
***********
Sore itu, sehabis mandi dan wangi, habis nyempil minyak wangi om ku, aku melangkah kan kaki ku ke rumah Dyah yang hanya berjarak lima rumah dari rumah eyang ku, membawa kertas gambar dan pensil gambarku.
Dyah sedang duduk di depan teras dengan kakak perempuan Ranty, mbak sasi. Aku sudah mengenal mbak Sasi.
"Eh, kamu Ndis? Sini masuk, tidur tempat eyang tho?" mbak Sasi mempersilahkan aku masuk
"Iya mbak"
"Ada apa?"
"Ini mau ketemu Dyah"
"Lho, dah kenal tho?"
"Udah, dikenalin Ranti"
"Yo wis, tak masuk dulu kalo gitu" mbak Sasi beranjak dari tempat duduknya dan melangkah ke dalam rumah
"Opo mbel?" tanya Dyah
"Kamu gak ada acara tho hari ini?"
"Kayak orang penting aja aku ini?"
"Nggak gitu.... Gak ada latihan apa hari ini?"
"Bapak ku pingin aku mengurangi kegiatanku.." Raut wajah Dyah berubah sedih
"Emang kenapa?"
"Eh, kamu bawa apa tuh" Dyah mengalihkan pembicaraan, menunjuk tas plastik yg kubawa
"Ini... kertas gambar ama pensil"
"Asikk, jadi aku digambar?'
"Pas kebetulan aku sempat. Jadi sekalian aja. Biar lunas utangku"
"sik , aku mau rapiin muka ku dulu..."
"Ndak usah...gitu aja udah cantik kok" kulihat pipi Dyah memerah. Tambah terlihat manisnya
"Terus, aku harus bagaimana?"
"Duduk dilantai, terus ngesot ke dalam....ya duduk aja disitu.." aku bercanda
"ah , kamu mas..."
"Lho, kok manggilnya "mas" sekarang, nggak Mbel lagi?"
Dyah tertawa cekikikan
"Anu, koyokke panggilan "mas" lebih cocok buatmu Mbel"
"Sana, duduk di kursi panjang itu. Menghadap aku"
Dyah beranjak dari kursinya dan duduk di kursi panjang persis di depanku
Baru saja aku mau mengeluarkan buku gambar dan pensil dari tas plastik ketika ku dengar suara klakson dari sebuah mobil yang kelihatan baru dan berhenti di depan rumah Dyah.
Dyah nampak gugup
"Simpan bukumu mas" kata dyah berbisik
Aku urung mengeluarkan buku dan meletakkannya kembali dibawah kakiku
Seorang pemuda gagah berpakaian perlente keluar dari mobil dan langsung masuk menghampiri kami
"Mas Bambang, kenalkan ini temanku si Gendis" Dyah berdiri sambil mengenalkan ku pada Bambang
Aku ikut berdiri dan mengulurkan tanganku
"Kenalkan mas, saya Tembel?"
Bambang cuman berdiri tidak menyambut uluran tanganku
"Ada apa kamu kemari?" tanya Bambang ketus. Matanya memandangku dari kaki sampai rambutku
"Ini mas, dia mau pinjam bukuku buat ulangan besok" Dyah menyahut tiba tiba
Aku melirik Dyah. Dyah memberi isyarat kedipan. Aku mengerti tapi kepalaku penuh tanda tanya.
"Iya mas. Kemarin saya nggak nyatet jadi ketinggalan. Takut bahan itu yg keluar besok"
"Ntar ya Ndis aku ambilkan bukunya?"
Dyah berlari lari kecil masuk kamarnya
Di luar aku dan Bambang tidak bercakap cakap. Aku coba hendak memulai percakapan
Tapi kulihat mata Bambang yg sinis, aku mengurungkan niatku
Setelah beberapa lama, Dyah keluar dengan beberapa buku didalam tas plastik dan menyerahkannya padaku.
"Tolong kembalikan besok ya disekolah kalo kamu udah selesai mencatatnya"
"Iya, malam ini biar kusalin. Besok aku janji akan kukembalikan"
Aku berdiri dari dudukku
"Kalo gitu aku permisi dulu ya, terima kasih udah minjemin buku. Mari mas.."
"Silahkan Ndis" sahut Dyah
Bambang diam saja tanpa menyahut. Terlihat sekali dia tidak suka padaku
Aku melangkah keluar dari rumah Dyah. Dari kejauhan kulihat dari sudut mataku, Bambang dan Dyah bertengkar mulut
Kulihat Bambang menunjuk nunjuk kearahku. Dyah terlihat duduk dengan wajah tertunduk
Aku  bergumam dalam hati, bertanya tanya, "ada apakah dengan Dyah?"
**************
Sesampainya dikamarku, cepat cepat aku menutup pintu kamar dan membuka tas plastik berisi buku dari Dyah
Kudapati dua buah buku tulis pelajaran sekolah, mengapit sebuah buku diary berwarna Jingga yg wangi
Kubuka perlahan buku diary itu. Di balik sampul pertama ada secarik kertas yang ditulis tergesa gesa berisi pesan:
Mas, maafkan aku
aku tidak bisa menjelaskan langsung
Bacalah diary ini. Mas akan tau..
Dyah
Aku penasaran dengan apa yang terjadi pada Dyah. ku buka buka buku diary itu
Membacanya berurut dan menemukan yang kucari...
Kedung Lumbu, 23 Februari 1988
Diary,
Hatiku hancur hari ini. Aku benci    semuanya. Aku benci diriku....
Aku enggak mau dijodohkan. Apalagi dengan Bambang yang sombong itu
Aku mau hidupku bebas memilih. Aku ingin jatuh cinta pada seseorang yang aku cintai
Aku ingin lari dari kenyataan ini...
Tolonglah aku...
Rasanya ku ingin mati saja..
Kulihat banyak coretan kemarahan dan bekas bercak tetesan air mata disitu
Ku balik halaman selanjutnya. Hanya coretan coretan kemarahan dan bercak tetes airmata.
Kedung Lumbu, 3 Maret 1988
Tuhan, tolonglah aku. Bilang pada orang tuaku, aku nggak mau jadi beginiiii....
Atau cabutlah nyawaku sekarang.....
Kedung Lumbu, 5 Maret 1988
Aku ingin mati
Tuhan... tolong aku
Kedung Lumbu, 18 Maret 1988
Hai Diary,
Kamu akan jadi saksi hari ini. Aku sayang orang tuaku
Mereka adalah orang yang paling berharga didunia ini
Aku berjanji akan menuruti kemauan mereka
Aku akan mencoba mencintai Bambang sebisaku
Tapi kamu akan melihat perubahanku
Aku nggak mau hatiku terkungkung masalah perjodohan ini
Aku akan menikmati duniaku sendiri. lihatlah....
Aku membaca diary itu sampai selesai. Aku merasakan pergolakkan di hati Dyah
Betapa kuatnya Dyah menyimpan derita nya dengan menutupinya dengan sikap tomboi, ceria, lepas dan apa adanya itu
Tidak ada bakal yang menyangka jika Dyah punya penderitaan yang begitu menyiksa hatinya
Aku semakin simpati pada Dyah. Aku akan mencoba menolongnya sebisaku
Aku tau gak akan semudah pikiranku, karena perbedaab jarak. Aku nggak bisa mikir malam itu...
Akhirnya, ku buka halaman kosong diary Dyah dan mulai menulis pesan
Kedung Lumbu, 2 Mei 1988
Dyah,
Maafkan aku menulis pesan di buku ini
Maafkan pula aku yang tidak tahu bahwa selama ini kamu sangat menderita
Bahkan aku tidak tau harus menulis apa
Yang perlu kamu tau, aku bersimpati dengan apa yang terjadi dengan dirimu sekarang
Katakan padaku jika kamu mau aku membantumu. Apapun......
Aku tau batasan yang aku miliki. Tapi jika kamu mau, aku akan melakukan sebisa ku
Jagalah dirimu baik baik. Jagalah kesehatanmu
Tembelmu,
Gendis
PUISI UNTUK D
Gentayang senja sudah datang
Burung kecil itu sudah mau tidur
Siap memimpikan sebuah mimpi
Mimpi ketika mimpi adalah mimpi
Dentang jam dinding menggema satu kali
Matanya belum terpejam
Tapi mimpinya sudah datang
Tanpa tanda tanpa berita
Kamu adalah burung kecil
Si pemimpi kehilangan mimpi
Bermimpi ketika mata belum terpejam
Memimpikan mimpi adalah mimpi
Kamu tetap si burung kecil
Si pemimpi yang kehilangan mimpi
Teruslah bermimpi untuk mimpi saat tidur
Mimpi terbang tinggi walau tak bersayap
Bermimpilah wahai burung kecil
Bermimpilah untuk bermimpi
Bermimpilah terbang tinggi
Aku disini menjaga mimpimu untuk bermimpi
Bersambung....................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H