Mohon tunggu...
Kemas Achmad Mujoko
Kemas Achmad Mujoko Mohon Tunggu... Sociology of Development Student, Universitas Negeri Jakarta -

Equivalent Exchange

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dua Sisi Mata Uang #KamiTidakTakut; Apa Benar Tidak Takut?

19 Januari 2016   21:25 Diperbarui: 19 Januari 2016   21:34 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Namun saya tidak bisa mengeneralisir bahwa asumsi saya 100% benar. Saya mengutip status facebook seorang teman, begini statusnya:

“Benarkah saya tidak takut?

Ketika melepas anak saya ke sekolah tadi, saya peluk dia terlalu lama. Kemarin, saya hampir marah-marah tidak perlu karena telepon genggam si mbak tidak diangkat waktu saya mau cek keadaan mereka. Saya juga marah karena ada orang baik yg saya kenal yang terluka. Saya cemas pada kondisi orang-orang terdekat dan terkasih yang sendirian dan masih ada di jalan.

Tentu saya takut. Dan saya katakan itu pada anak saya supaya dia tahu bahwa tidak apa-apa untuk merasa takut. Takut akan membuat dia waspada, tidak ikut berkerumun jika ada suara letusan. Tidak turun ke jalan karena dorongan rasa ingin tahu. Takut adalah wajar karena kita tahu bahaya adalah nyata dan kita punya insting untuk bertahan hidup.

Tapi saya katakan juga bahwa dalam kondisi seburuk apapun kita bisa tetap tenang. Karena kita tahu apa yg harus dilakukan. Karena kita saling menjaga. Karena di sekeliling kita ada sistem keamanan yg bekerja. Karena kita punya terlalu banyak rencana untuk bisa dilumpuhkan.

Semoga hari ini semua aman.”

 

Saya setuju dengan pendapatnya mengenai rasa takut. Berani bukan berarti berani berkumpul di area yang jelas-jelas status keamanannya diragukan, bahkan pelaku terorisme juga berada di kumpulan tersebut. Kadang kita lupa bahwa keberanian tidak sama dengan mengambil resiko, kita harus berani merespon terorisme, tapi tidak menantang terorisme. Kita harus berani berkata tidak pada terorisme, namun kita tidak harus berani mati konyol karena penasaran dengan kejadian terorisme.

Namun saya lagi-lagi tidak bisa menjeneralisir. Teman saya turut datang ke acara peringatan dan aksi damai tragedy Sarinah. Tujuan dari kegiatan ini menurut saya sangat bagus ketika mengingatkan kita bahwa kita harus berpangku tangan untuk memberantas terorisme, namun sebaliknya teman saya menjelaskan bahwa ia menemukan orang-orang yang datang hanya untuk berfoto, bukan untuk menujukkan empatinya kepada korban dan tragedy sarinah. Sangat menyedihkan menurut saya ketika acara peringatan yang seharusnya menjadi indicator sebuah kepedulian menjadi sebuah pengingkaran akan empati kepada tragedy, dan menjadi lupa akan berwaspada. Bahkan menurut penuturan teman saya, ada salah seorang pengunjung yang hanya ingin berfoto dengan polisi dan anehnya polisi turut mengiyakan. Ini menjadi sebuah kritik lagi, apakah pakaian polisi merupakan sebuah identitas pengamanan dan pengayom atau hanya sekedar eksistensi belaka?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun